Kamu sepuluh aku sebelas. Kamu selingkuh, aku balas.
Ketika perselingkuhan menjadi sebuah permainan dan menjadi satu-satunya cara untuk membalaskan sakit hatinya akan pengkhianatan. Sanggupkah rumah tangga Theo dan Laura bertahan disaat pondasinya mulai runtuh perlahan?
Mengetahui Theo bermain api di belakangnya, tak lantas membuat Laura menuntut klarifikasi saat itu juga. Laura justru membalas permainan Theo dengan cara yang sama.
Diam-diam Laura pun bermain api di belakang Theo. Sampai akhirnya perselingkuhan Laura terbongkar ketika Laura menyatakan dirinya hamil.
Bagaimanakah kisah Theo dan Laura dalam menjalani biduk rumah tangganya? Ikuti kisah selengkapnya di sini.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Fhatt Trah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab. 28
BSM Bab. 28
“Saya bisa sendiri.” Menyambar cepat sapu tangan itu dari tangan Ryan, Laura lantas menghapus air matanya. Ia merasa sungkan ketika Ryan hendak menyeka air mata di wajahnya.
Ryan yang merasa tak tenang tanpa melihat Laura sebelum pulang ke rumah, memutuskan mampir ke toko sebentar. Balasan pesan darinya yang dikirimkan Laura itu tak ia gubris lagi. Sebab ia berpikir bertemu secara langsung akan lebih baik.
Namun, begitu sampai di toko kue, ia malah melihat Laura sudah menutup tokonya. Beruntung ia datang tepat waktu. Ia melihat Laura baru saja mengendarai sepeda motornya. Dan ia pun memutuskan untuk mengikuti Laura.
“Sorry, kalau boleh aku tahu, apa yang bikin kamu menangis?” tanyanya kemudian.
Laura tak menjawab. Ia diam menundukkan wajahnya. Karena memang pertanyaan itu tak harus ia jawab. Dijawab pun lelaki itu tidak akan mengerti. Dan lagipula, ia tak boleh memberitahu orang asing tentang aib rumah tangganya.
“Tidak apa-apa kalau kamu tidak mau cerita. Mungkin bagi kamu aku ini hanya orang asing. Tapi ketahuilah, orang asing ini sangat peduli padamu,” ujar Ryan ingin menyambung kata. Namun lagi-lagi sama seperti sebelumnya, Laura terkesan membatasi diri. Tidak ingin membuka pertemanan dengan orang lain. Hal itu wajar, mengingat status yang melekat dalam diri Laura saat ini. Yaitu wanita yang sudah bersuami.
“Tapi, kalau nanti kamu berubah pikiran, aku selalu siap mendengarkan. Aku akan menjadi pendengar yang baik. Silahkan, kamu boleh cerita apapun padaku. Kamu tidak perlu cemas, aku ini bisa jaga rahasia,”sambungnya menawarkan diri.
Laura masih membisu. Ia tak tahu harus menjawab apa. Tapi yang pasti ia merasa tak nyaman dengan kehadiran Ryan.
Ryan pun tak memaksa Laura untuk berbagi cerita kepadanya. Ia tahu ia tak berhak memaksa. Terlebih lagi ia dan Laura adalah dua orang asing yang baru siang tadi berkenalan. Wajar saja jika Laura menjaga rahasianya.
Hingga beberapa menit berlalu, hening masih membentang. Laura masih diam seribu bahasa dengan wajah menunduk. Ryan akhirnya berdiri. Ia hendak beranjak meninggalkan Laura.
Dengan sudut matanya Laura bisa melihat jika lelaki itu hendak pergi. Ada kelegaan dalam dadanya jika lelaki itu pergi menjauh darinya. Sebab sungguh ia tak nyaman berdua di tempat sepi seperti ini bersama lelaki asing. Bagaimana jika ada yang melihat, lalu malah menaruh prasangka buruk terhadap mereka? Menuduh mereka yang bukan-bukan?
Tidak!
Laura tidak ingin nama baiknya tercoreng hanya karena sesuatu hal yang tidak ia lakukan.
Baru saja Laura merasa lega, namun kini ia harus terkejut saat sebuah tangan kekar terulur kepadanya. Sontak ia mendongak.
Lelaki itu, Ryan, dengan wajah tersenyum mengulurkan tangan kepadanya.
“Ayo. Mau ikut tidak?” tawar Ryan.
Laura menatap Ryan dengan kebingungan.
“Kita teman kan? Aku hanya ingin mengajak temanku ke suatu tempat,” kata Ryan.
“Maaf, saya tidak bisa.” Laura menolak. Lagipula tak pantas ia pergi berdua dengan pria lain di malam hari pula. Kembali ia menundukkan wajahnya, memandangi sapu tangan putih di tangannya.
Namun lagi-lagi ia harus terkejut ketika tanpa permisi Ryan meraih pergelangan tangannya, menariknya, mengajaknya berdiri.
“Sayangnya aku tidak bisa membiarkan temanku sendirian di tempat sepi seperti ini.” Tanpa menunggu persetujuan Laura, Ryan langsung menarik pergelangan tangan Laura sampai sapu tangan dalam genggaman Laura terjatuh.
Mau tidak mau Laura harus berdiri dari duduknya. Ia diseret paksa oleh Ryan menuju sepeda motornya yang terparkir.
Ryan mengambil helm, memakaikan helm itu ke kepala Laura. Lalu membuka telapak tangannya di depan wajah Laura yang masih terkejut sembari berkata,
“Berikan kuncinya padaku.”
“Ta-tapi, kita mau ke mana?”
“Nanti kamu juga akan tahu.”
“Maaf, saya tidak bisa. Tolong biarkan saya pergi.” Laura lekas naik ke atas motornya. Kunci sudah ia sematkan ke tempatnya. Ia juga sudah menghidupkan mesin, hanya tinggal tancap gas saja.
Tetapi sekali lagi, Ryan menahan pergelangan tangan kanannya. Membuatnya semakin risih saja berlama-lama bersama pria asing yang tak memiliki ikatan apapun dengannya.
“Mundur,” titah Ryan, menatap serius.
Laura semakin terkejut saja dibuatnya. Pasalnya pria yang satu ini seperti tidak menyadari keadaan. Dahulu mereka memang pernah sekali bertemu. Tapi hal itu tak lantas bisa dijadikan alasan untuk mereka bisa lebih dekat. Walaupun hanya berteman. Sebab Laura masih menjaga ikatan suci pernikahannya.
“Maaf, Tuan. Tapi saya sungguh tidak nyaman Anda memperlakukan saya seperti ini. Saya ini sudah bersuami,” ungkap Laura memberitahu kenyataan tentang statusnya. Sembari berharap Ryan menghormati itu dan tidak melewati batasannya.
Ryan justru tersenyum. Senyum yang menawan, membuat Laura terpana sesaat. Mata memang tak bisa berdusta. Makhluk ciptaan Tuhan yang satu ini bahkan nyaris sempurna di mata Laura. Tampan, mapan, berkelas, juga berwibawa. Jika dibandingkan dengan Theo, ibarat langit dan bumi. Ryan adalah langit, dan Theo adalah buminya. Dan jika diberi rating penilaian, Ryan mungkin berada di angka sembilan. Sedangkan Theo berada di angka ...
Ups!
Astaga!
Laura menepis isi kepalanya yang mulai nyeleneh. Melenceng dari batasan-batasannya sebagai wanita yang sudah bersuami. Mengapa pula ia malah membanding-bandingkan suaminya dengan pria itu.
“Aku tahu. But so why? Memangnya kenapa kalau kamu sudah punya suami? Walaupun kamu sudah menikah, tapi bukan berarti kamu tidak boleh punya teman kan?” Ryan tertawa kecil.
Laura menelan ludah. Sungguh ia sudah berhadapan dengan orang yang salah. Pria itu malah menganggap statusnya tiada arti. Tetapi, apa yang dikatakan pria itu pun tidak keliru.
“Baiklah. Tidak apa-apa kalau memang kamu tidak mau aku ajak ke suatu tempat. Sebagai teman, sebenarnya aku hanya ingin menghiburmu. Ya sudah, kalau begitu aku antar kamu pulang saja.”
Laura menggeleng. Menolak dengan tegas.
“Tolong biarkan saya pergi, Tuan. Dan tolong jauhi saya,” pintanya kemudian. Yang justru dibalas dengan gelengan kepala oleh Ryan.
“Tidak. Bagaimana aku bisa membiarkan temanku dalam masalah. Setidaknya, aku harus membalas kebaikannya dulu padaku.”
“Tapi Anda tidak kenal saya, Anda tidak tahu apa-apa tentang saya. Lagian, saya juga tidak membutuhkan bantuan Anda.” Terkesan sedikit angkuh memang. Tapi Laura harus melakukan itu demi menjaga ikatan pernikahannya. Ia tak boleh memberi ruang sedikitpun terhadap lelaki manapun yang berusaha mendekatinya. Termasuk Ryan.
“Siapa bilang aku tidak kenal kamu, Laura. Aku bahkan tahu banyak tentang kamu.”
Ah, ya ampun. Orang seperti apa Ryan ini? Apakah pria itu sudah buta? Memangnya pria itu tidak bisa mengenali wanita mana yang pantas untuk didekati dan mana yang tidak? Jika dilihat secara keseluruhan dari ujung kaki sampai ke ujung kepala, Laura benar-benar jauh dari standar wanita yang pantas bersanding dengan Ryan. Lalu apa maksud pria itu mendekatinya? Laura semakin dibuat heran.
Tak ingin menggubris ucapan Ryan, Laura pun bersiap-siap hendak pergi. Tetapi tiba-tiba saja ponselnya berdenting. Sebuah pesan masuk ke ponselnya. Lekas ia merogoh sling bag nya, mengambil ponsel dari dalam sana.
Namun ia dibuat terkejut luar biasa begitu membuka pesan yang masuk. Ia berharap pesan yang masuk itu dari Theo. Tapi malah sebuah gambar tak senonoh terpampang pada layar ponselnya. Sebuah foto yang meluluhlantakkan perasaannya, menghancurkan jiwanya.
Gemetaran tangan Laura, kedua matanya bahkan berkaca-kaca melihat foto itu. Sebuah foto tak senonoh dikirimkan dari nomor yang tak dikenal. Dalam foto itu terlihat dengan jelas, Theo dan Feli yang tertidur dibawah selimut tebal yang menutupi tubuh polos keduanya. Feli menyandarkan kepalanya diatas dada Theo.
Foto itu pun serta merta membuat Laura hampir saja terjatuh. Beruntung ia masih bisa menguasai diri. Lalu, tanpa mampu ia cegah lagi, air matanya kembali berderai.
★
artinya theo sdh tdk memprioritaska. layra! hrsnya tuh venih seminggu sdh full hrsnya ditebarkan ke istrinya.ini malah ke jalang.teman laki2 saya cerita! sebajingannya laki2 tidak akan mau nikah dgn peremouan murahan! yg dgn mudah mau tidur tanpa ikatan.artinya itu bukan wanita baik tidak bagus utk ibu dr anak2nya. Gen nya Rusak,liar!!