Ayuna, seorang mahasiswi berparas cantik dengan segudang prestasi yang pastinya selalu menerima beasiswa setiap tahunnya, sekarang ia duduk di bangku kuliah semester 5 di usianya yang telah masuk 19 tahun. Cerita hidupnya memang selalu dipenuhi kejadian-kejadian di luar dugaannya, seperti menikah dengan salah satu most wanted di kampusnya, Aksara Pradikta.
Aksara, laki-laki yang dikenal dengan ketampanannya yang mempesona, ia adalah orang yang tertutup dan kadang arogan. Ia menikah dengan Yuna tentu bukan berdasarkan rasa cinta, melainkan karena suatu alasan yang dipaksakan untuk diterima oleh dirinya. Dan tentunya setiap pernikahan selalu memiliki jalan terjalnya sendiri, begitupun untuk Aksa dan Yuna. Permasalahan yang awalnya hanya datang dari sisi mereka berdua rupanya tak cukup, karena orang-orang di sekitar mereka hingga masa lalu mereka justru menjadi bagian dari jalan terjal yang harus mereka lewati. Apakah akan tetap bersama sampai akhir?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon andi mutmainna, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
13>>
Jam mata kuliah pertama hari ini baru saja berakhir, dan selama mata kuliah berlangsung, Yuna terlihat sangat resah. Sesekali ia menoleh ke belakang melihat kursi yang biasa Aksa diduduki. Kosong. Ia kemudian kembali menatap ke depan seraya menopang dagunya. Sejak Aksa mengantarnya ke kelas tadi, laki-laki yang berstatus suaminya itu tak juga kembali.
"Maksud dia apa, sih? Bikin gue sakit hati sekaligus baper secara bersamaan," gumam Yuna. Ia benar-benar bingung memikirkan sikap Aksa tadi pagi. "Lo yang nyuruh gue jadi babu, tapi kenapa lo yang juga kayak nggak terima pas temen-temen lo nyuruh gue?! Please, jangan buat gue merasa dilindungi, Sa."
"Lo kenapa? Nggak jelas banget," sahut Salsa yang samar-samar mendengar bacotan Yuna.
"Dia tuh yang nggak jelas!" pekik Yuna merasa kesal.
"Dia siapa?" tanya Salsa.
"Diaaaa!"
"Ya dia siapa, Puah?!"
"Pokoknya dia!"
"Gue tabok, ya, nggak jelas banget. Dah lah, kantin aja yok, lo rese kalau lagi laper!" ujar Salsa seraya menarik paksa Yuna keluar kelas.
Mereka berdua melewati koridor dengan langkah santai. Kali ini Jae tidak ikut dengan mereka berdua. Laki-laki itu juga absen dari kelas hari ini.
Sampailah mereka di kantin, Yuna hendak memesan makanan untuk dirinya dan Salsa. Namun tiba-tiba ia dicegat oleh Sabrina, gadis itu menatap Yuna dengan tatapan sinisnya. Sial sekali rasanya harus satu kampus dengan gadis arogan satu ini.
"Eh, Babu! Ngapain lo di sini?!" sentak Sabrina.
Yuna tidak bersuara, ia sudah memperkirakan hal ini akan terjadi sebelumnya. Semua orang pasti akan menganggapnya sebagai babu Aksa, dan mungkin setelah itu mereka akan merundungnya habis-habisan. Tidak akan ada lagi hari tenang untuk Yuna setelah ini.
"Dia bukan babu, jaga omongan lo Sab!" bela Salsa yang tiba-tiba sudah berdiri di samping Yuna.
"Lo nggak usah belain dia Sal, nggak guna! Lo bisa-bisa ikut kena sial kalau temenan sama dia, lo juga pasti nggak bisa lawan Aksa, kan?!"
"Tutup mulut lo, dia bukan babu Aksa! Buktinya dia bisa tuh ke kantin bereng gue!" bela Salsa lagi.
"Halah! Sekalinya babu tetep bakal jadi babu, Salsa! Mungkin aja Aksanya lagi ngurus sesuatu, jadi sekarang dia bisa ke sini bareng lo!" ujar Sabrina dengan tatapan merendahkan.
"Lo--"
"Eh, udah, udah! Aksa dateng!" sahut salah satu mahasiswa dari kejauhan, membuat suasana yang semula ramai berubah senyap.
Aksa yang baru datang menatap datar pada Yuna dan Sabrina. Kakinya melangkah melewati Yuna yang berdiri kaku dengan pandangan yang terus menunduk. Seperti biasa, Aksa akan langsung duduk di bangku favoritnya dan tidak akan memesan apa pun kecuali teman-temannya.
Yuna yang masih berdiri kaku mencoba berani melirik Aksa sebentar. Tatapan mereka bertemu lagi, ia pun segera membuang pandangannya ke arah lain. Selera makannya sudah hilang, Yuna menarik Salsa pergi dari kantin. Ia tidak ingin berlama-lama lagi di tempat itu, napasnya terasa sesak kalau melihat Aksa.
Brukh!
Yuna melangkah terlalu cepat hingga tak sengaja ia menabrak seorang gadis berkacamata dengan dua bungkus rokok di tangannya. Gadis itu langsung mengambil rokok itu dan berlalu begitu saja, tanpa mengatakan sepatah kata pun kepada Yuna yang bertabrakan dengannya. Yuna terus menatap langkah gadis itu hingga ia berhenti tepat di depan meja Aksa dan teman-temannya. Yuna mengernyit heran, kenapa gadis itu malah menghampiri mereka?
"Dia Lia, udah pasti dia jadi pengganti lo," sahut Salsa yang masih setia berdiri di samping Yuna.
"Maksud lo apa?" Yuna menoleh sepenuhnya pada Salsa.
"Lo udah aman, anak itu bakal jadi babu baru mereka. Dia yang bakal gantiin posisi lo," jelas Salsa.
Yuna menghela napas beratnya dan langsung mengepalkan tangannya. Mengapa harus dirinya yang menjadi penyebab orang lain menderita? Mengapa ia harus terlibat?
"Udah, nggak usah lo pikirin. Lo nggak bakal bisa bantuin dia," ujar Salsa lalu menarik Yuna pergi.
***
02: 00 pm
Mata kuliah kedua, Yuna tidak bisa fokus karena terus memikirkan Lia. Kepalanya bahkan terasa ingin pecah saking tertekannya. Seumur-umur Yuna belum pernah membuat orang lain berada dalam posisi yang cukup sulit, meski ia sendiri tidak menghendaki hal itu.
"Sal," panggil Yuna pada Salsa yang duduk di bangku sampingnya.
Salsa menoleh. "Lo kenapa?" tanya Salsa khawatir saat melihat Yuna terus memijat kepalanya.
"Gue ke poliklinik dulu, ya, mau minta obat."
"Mau gue temenin?"
"Nggak usah, bentaran doang kok."
"Oh, ya udah."
Setelah berpamitan dengan dosen yang mengajar, Yuna berjalan menuju ke poliklinik kampus. Selama berada di koridor, Yuna tak berhenti memikirkan Lia. Rasa bersalahnya juga terasa makin besar dari detik ke detik.
“Apa gue cek ke kelasnya aja? Tapi gue nggak tahu dia jurusan apa dan kelas apa,” gumam Yuna bingung sendiri.
Sampai di ujung koridor, mata Yuna tak sengaja melihat sesuatu yang sebenarnya tidak ingin ia lihat. Dari tempatnya berdiri, bagian belakang kampus memang terlihat jelas karena ia berada di lantai dua.
"Mereka ngapain?" Yuna menajamkan penglihatannya, mencoba memastikan apa yang ia lihat.
"Lia?!" Mata Yuna sontak membelalak,dan tanpa berpikir panjang ia langsung berlari turun ke lantai satu, ia terus berlari hingga sampai di belakang kampus. Bahkan rasa sakit di kepalanya ia abaikan.
Sampai di belakang kampus Yuna dibuat tercengang, ia menutup mulutnya yang menganga karena melihat Lia yang dirundung habis-habisan. Gadis itu terlihat sangat menyedihkan, bahkan ia tidak bisa membayangkan apa saja yang telah dilakukan oleh anak-anak nakal itu.
Yuna beralih menatap Aksa yang bersender santai di tembok pembatas kampus. Aksa sama sekali tidak terlihat merasa bersalah, padahal dirinyalah yang menempatkan Lia di posisi sesulit itu.
Reza yang sibuk membully tak sengaja melihat Yuna yang berdiri diam di belakang mereka.
"Wih, ada siapa nih!. Mau ngapain lo? Pengen kayak dia, ya?" ujar Reza sambil menunjuk Lia yang wajahnya penuh air mata.
Reno, teman Aksa yang lain melebarkan senyumnya. "Wih, si manis yang tadi pagi. Sini dong!" titahnya sembari melambaikan tangan pada Yuna, menyuruh gadis itu untuk mendekat.
Yuna mundur beberapa langkah, mendadak nyalinya menciut.
Melihat keengganan Yuna, Reno berdecak keras. Ia hendak menghampiri Yuna, namun urung saat Aksa mulai membuka suara.
"Jangan sentuh dia!" ujar Aksa sangat tegas.
Reno melirik Aksa dan kembali mendecakkan lidah. "Payah!"
"Sana balik!" titah Aksa.
Yuna menggelengkan kepalanya dengan keras, menolak perintah laki-laki berstatus suaminya itu. Melihat wajah Aksa, entah mengapa emosinya mulai tersulut. Yuna menghampiri Aksa dan teman-temannya. Dan tanpa babibu ia langsung menarik Lia agar berlindung di belakangnya.
Ketiga teman Aksa hendak menarik Lia kembali. Namun Aksa tiba-tiba melemparkan tatapan penuh peringatan pada mereka, membuat ketiganya mau tidak mau mengurungkan niat mereka.
Yuna menatap Aksa begitu dalam dengan matanya yang berkaca-kaca. Yuna takut, tetapi ia harus melindungi Lia. Ia tidak bisa melihat seseorang diperlakukan seperti binatang oleh manusia seperti mereka.
"Terserah lo mau ngelakuin apa, tapi tolong jangan ngusik hidup orang sampai kayak gini!" Yuna diam beberapa saat, ia mengusap pipinya yang sudah dijatuhi air matanya sendiri. "Lo dapat apa hah sampe giniin anak orang?! Dia hidup bukan buat menderita kayak gini! Sikap lo yang kayak gini ngebuktiin kalo lo itu ga lebih dari sekedar Sampah!" ujar Yuna sepenuhnya untuk Aksa. Bahkan untuk mengucapnya kalimat-kalimat barusan ia harus merasa sesak sendiri, seakan-akan ia juga merasakan sakit yang Lia rasakan.
Aksa tak bergeming, dia hanya menatap datar pada Yuna yang berdiri di hadapannya. Tak kunjung mendapat respons dari Aksa, Yuna langsung menarik Lia pergi. Ia sudah tidak peduli dengan apa pun yang akan terjadi setelah ini karena biar bagaimanapun, ia tidak akan bisa menghindar lagi.
Gue nyesel pernah suka sama manusia egois kayak lo, Sa.
***
Jangan lupa like ya teman-teman🤍