NovelToon NovelToon
Sisi Gelap Sebuah Klinik

Sisi Gelap Sebuah Klinik

Status: sedang berlangsung
Genre:Rumahhantu / Misteri Kasus yang Tak Terpecahkan
Popularitas:1.5k
Nilai: 5
Nama Author: LiliPuy

Doni, seorang anak yang menitipkan hidupnya di sebuah klinik, namun ternyata klinik tersebut menyimpan sejuta rahasia penting, terutama untuk hidupnya

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon LiliPuy, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

kegigihan ara

Doni menyandarkan punggungnya di dinding belakang klinik, menunggu waktu yang tepat untuk mendekati Dr. Smith. Wajahnya menyatu dengan bayang-bayang, ketegangan menggulung seperti awan gelap di atas kepalanya. Dia menjangkau ponselnya, melihat pesan Ara yang masuk beberapa menit lalu.

“Apa kau sudah menemukan apapun, Don?”

Doni mengetik secepat mungkin. “Belum, tapi aku melihat Maya tadi. Dia tampak cemas.”

Dia memasukkan ponselnya kembali ke saku. Aroma antiseptik dan sabun cair memenuhi udara, menciptakan suasana yang janggal meski klinik itu terlihat normal dari luar. Dunia di balik pintu kaca ini, meskipun beroperasi seperti biasa, menyimpan rahasia dalam setiap sudutnya.

Suara langkah-langkah mendekat menarik perhatian Doni. Dr. Smith muncul, mengenakan jas putih yang bersih, dengan tatapan tajam yang menilai setiap gerak-gerik orang di sekitarnya. Doni menahan napas.

"Doni," suara Dr. Smith tegas. "Kau ada di sini untuk membantu, bukan untuk mengintip. Pastikan pekerjaanmu selesai."

Doni mengangguk, menekan rasa takut yang melonjak.

"Kapan Maya akan kembali, dok?" Doni bertanya, berusaha mempertahankan nada santai meski jantungnya berdegup kencang.

“Kapan dia layak untuk bekerja kembali,” jawab Dr. Smith, tersenyum tipis, tapi mata tajamnya tidak mengizinkan keceriaan itu menyelip.

Kata itu meresap ke dalam tubuh Doni seperti racun. Ia merasakannya, ketidakadilan melayang di sekitar mereka seperti asap yang tidak bisa diabaikan.

Mendengar nada aneh dalam suara Doni, Ara mendekat. Dia melintasi ruang tunggu dengan langkah percaya diri, mencuri pandang ke arah Dr. Smith. "Doni, kita harus..."

"Hush!" Doni merendahkan suaranya, gestur tangannya menghentikan Ara sebelum dia melanjutkan.

Dr. Smith mengalihkan perhatian layaknya penguasa yang terancam, dan arahkan matanya ke Ara. “Kau harus tahu batasanmu. Klinik ini bukan tempat bermain.”

Ara berani menatap balik. “Tapi Maya—“

“Cukup!” Dr. Smith membentak, suaranya menggelegar. Ruangan seketika sunyi.

Doni merasakan ketegangan merayap. “Maaf, Dok.”

Dr. Smith memutar badan dan melangkah pergi, menciptakan bayangan panjang yang seolah menghantui mereka. Doni dan Ara saling pandang, berbagi rasa was-was yang tak terucapkan.

“Maya melihat sesuatu yang seharusnya tidak dia lihat,” Ara berbisik.

Doni mengangguk, resolusi muncul dalam pikirannya. “Kita harus mencari tahu.”

“Bagaimana caranya?”

Doni menatap Ara. Tiba-tiba ide menyala di benaknya. “Mencari dokumen itu di tempat sampah.”

Ara melongo. “Kita tidak bisa! Itu sangat berisiko.”

“Lebih berisiko jika kita tidak melakukan apa-apa,” jawab Doni tegas.

“Ayo kita cari,” ujarnya, keputusannya menebal meski nada suaranya mencerminkan keraguan.

Mereka berdua melangkah memasuki area sampah di belakang klinik, aroma busuk memenuhi udara. Sampah berserakan di mana-mana, kotak-kotak kardus terlipat yang patah, dan bekas botol mengilap berkilau di bawah sinar matahari.

“Di mana?” Ara bertanya, terlihat mengerutkan kening sambil mencermati tumpukan.

Doni mengamati sekeliling. “Harusnya ada di sini… jika Dr. Smith memecat Maya karena itu.”

Dengan cepat, tangan Doni meraba-raba bagian dalam tumpukan, merasakan kertas berlembar. Dia menariknya keluar, berdebar mencari petunjuk. Lembar kertas itu menguning, beberapa kata kabur oleh waktu.

“Halo! Apa itu?” Ara berseru.

Doni menatapnya, kegembiraan mengalir di nadinya. “Ini—sepertinya ada catatan pasien.”

Setiap detik terasa seperti berjam-jam saat dia menggerakkan matanya di atas nama-nama yang dipadatkan dan angka-angka hampa.

“Cek nama ini!” Ara menunjuk dengan jari. “Ada angka tahun, Don. Ini pasti terkait dengan… mungkin ibu kamu.”

Doni menelan ludahnya, ketakutan melingkari pikirannya. Dia tidak yakin ingin melanjutkan. “Tapi semua ini bisa berbahaya.”

“Shh…” Ara meminter perhatian, tiba-tiba melihat ke belakang.

Mata mereka terbelalak saat menyaksikan Dr. Smith muncul dari sisi lain, raut wajahnya tegang.

Dia menyusut kertas-kertas yang dipegang Doni dalam sekejap. “Apa yang kalian lakukan di sini?” suaranya dingin, mirip es yang patah.

“Ditanya tersesat, Doc?” Ara menjawab penuh percaya diri. “Mencari tahu kenapa Maya dipecat. Juga…" Dia melirik Doni, "mencari pekerjaan.”

Dr. Smith mendekat, bahunya menegak. “Kalian harus pergi. Atau aku akan menghubungi polisi.”

Keringat dingin mengalir di dahi Doni. Apa yang seharusnya jadi langkah cerdas kini bencana.

“Tapi, kami hanya—” Doni berusaha berbicara, namun suaranya melambat ketika Dr. Smith menyilangkan tangan.

“Keputusan akhir. Kalian berdua terlalu ingin mencampuri urusan orang lain,” Dr. Smith menggeram sebelum mundur, tindakan selanjutnya tak bisa ditebak.

“Apa kita harus tetap bersembunyi di sini?” Ara berbisik gelisah.

“Tidak, kita harus bergerak,” jawab Doni cepat. “Kita tidak bisa mempercayai Dr. Smith. Dia punya sesuatu yang ingin ditutupi.”

Ara mengangguk pelan, wajahnya memucat. Mereka kembali ke klinik, suasana panas dan tegang seolah menekan semua udara di sekeliling mereka. Misi ini tidak akan mudah.

Saat mereka memasuki kembali ruang tunggu, ketukan yang familiar menembus suasana. Bak suara lonceng, suara pelanggan memasuki klinik, berbaur ke dalam nuansa tertekan. Doni menatap ke arah wajah-wajah yang tidak asing.

“Doni! Ara!" Suara keras itu datang dari sudut.

Rupanya Maya berdiri di pintu, tak dapat disangkal kekhawatiran berpadu dengan keputusasaan dalam matanya.

“Maya! Apa kabar? Kau baik-baik saja?” Ara mendekat.

Maya menggeleng, sorot matanya penuh pertanyaan sekaligus kesedihan. “Dr. Smith tidak memberi izin untuk menjelaskan. Ini sangat tidak adil.”

Doni merasa luka di hatinya terbuka. “Ada yang kami temukan, dokumen mungkin terkait dengan pemecatanmu.”

Maya melirik Doni, sepertinya harapannya terbangun. “Dokumen apa itu?”

“Kami tidak bisa membicarakannya di sini. Ayo kita bertemu di tempat lain,” Ara mengusulkan, suaranya berbisik takut.

“Setuju.” Doni merasa ketegangan lebih dari sekadar situasi. “Ada sesuatu yang lebih besar—sesuatu yang Dr. Smith sembunyikan.”

Genggam tangan Maya gemetar, tapi tekadnya menebal. “Biarkan aku ikut. Aku tidak akan mundur,” ujarnya tegas.

“Ayo,” Doni menatap Ara, lalu Maya. “Ini baru awal dari semua ini.”

Dengan langkah kaki mantap, ketiganya meninggalkan ruangan itu, menuju ketidakpastian di depan. Setiap detik yang berlalu, rasa keinginan untuk mencari kebenaran semakin menggelora, seperti api yang membara tanpa ampun.

Klinik yang awalnya menjadi tempat perlindungan, kini berubah menjadi arena ketegangan, dan mereka bersiap menjelajahi kegelapan yang terpancang di dalamnya.

Mereka menembus jalanan yang ramai, langkah kaki terdengar nyaring di antara hiruk-pikuk suara kendaraan dan perbincangan warga. Doni memimpin dengan langkah cepat, sementara Ara dan Maya saling pandang, mereka mencari-cari kepercayaan untuk meneruskan perjalanan ini.

Berhenti di sebuah kafe kecil, Doni mengambil tempat duduk di pojok yang sepi. Suara mesin espresso berdesir lembut di latar belakang, menciptakan nuansa nyaman di tengah ketegangan yang melanda. Dia mengedarkan pandangannya, memastikan tidak ada mata yang mengawasi mereka.

“Jadi, apa benar Maya melihat dokumen penting itu?” tanya Doni, suara menahan ketidakpastian.

“Aku melihat daftar pasien. Itu bukan hanya daftar biasa. Ada sesuatu mengenai pasien yang mungkin berhubungan dengan…,” suara Maya terhenti, menimbang kata-katanya.

“Dengan siapa?” Ara menegaskan, pelipisnya bergerak serupa merak yang terbangun.

“Mungkin dengan ibu Doni. Aku melihat tanggal, ada pasien yang meninggal setelah melahirkan. Tanggalnya...,” suara Maya merendah, “18 tahun lalu."

Doni merasa hawa dingin menyentuh kulitnya. “Apa ada nama yang bisa kau ingat?”

Maya menggeleng. “Tidak, tapi... aku yakin Dr. Smith menyimpan informasi lebih dari itu.”

"Kita harus mencari cara untuk mengakses dokumen itu," Ara berbisik, matanya bersinar dengan semangat. “Tanyakan pada orang di luar sana. Apakah ada yang pernah mendengar tentang itu?”

“Siapa yang akan mau berbagi informasi dengan kita?” Doni bertanya, keraguan masih tergantung di udara.

“Aku berpikir tentang ibu-ibu yang sering datang ke klinik ini. Mungkin mereka tahu lebih banyak,” ujar Maya. “Atau pengantar yang lain, mereka pasti melihat sesuatu.”

“Baiklah.” Doni mendesak napas dalam-dalam. “Berarti kita harus membagi tugas. Ara, kau cari tahu tentang ibu-ibu di luar sana. Maya, kau coba menyelidiki lagi di klinik. Jika Dr. Smith mengubah catatan pasien, mungkin kita bisa menemukannya di tempat yang lebih aman.”

“Dan kau?” tanya Maya.

“Aku akan mencoba menjalin hubungan baik dengan beberapa pasien. Siapa tahu aku bisa bertanya dengan halus,” jawab Doni, rasa percaya diri mengalir dalam dirinya.

Mereka berjanji untuk bertemu kembali dalam beberapa hari ke depan.

1
anggita
like👍+☝iklan. moga novelnya sukses.
anggita
Doni.. Ara,,,
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!