Hamdan seorang siswa SMA kelas dua. Sedari kecil sudah tinggal di Panti sehingga dia tidak pernah tahu akan keberadaan orang tuanya.
Hamdan sangat suka silat tapi dia tidak punya bakat.
Setiap kali latihan, dia hanya jadi bahan ledekan teman-temannya serta omelin Kakak pelatihnya.
Suatu hari Hamdan dijebak oleh Dewi, gadis pujaan hatinya sehingga nyawanya hampir melayang.
Tak disangka ternyata hal itu menjadi asbab berubahnya takdir Hamdan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Muhammad Ali, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Memberi Peringatan dan Menghajar Rangga
Setelah selesai membuka mata batin di alam mimpi bersama Datuk Harimau Putih, Hamdan pun terbangun. Ia melihat jam di samping tempat tidurnya.
"Sudah jam empat dini hari."
Hamdan merasa segar dan penuh semangat setelah pengalaman spiritualnya. Ia langsung beraktivitas seperti biasa, memulai dengan membersihkan diri dan melaksanakan shalat subuh.
Setelah selesai, Hamdan duduk di meja kecil di kamarnya, mengambil ponselnya, dan mencoba menelpon Fitri.
"Semoga kali ini Fitri mengangkat teleponku."
Namun, usaha Hamdan untuk menelpon Fitri sia-sia. Nomor kontaknya masih diblokir oleh Fitri.
"Nomorku masih diblokir oleh Fitri. Apa yang harus aku lakukan?"
Hamdan merasa sedikit kecewa, tapi dia tidak putus asa. Ia merenung sejenak, mengingat nasehat dan wejangan dari Datuk Harimau Putih.
"Mungkin aku perlu mencari cara lain untuk berkomunikasi dengan Fitri. Tapi yang terpenting, aku harus tetap tenang dan bijaksana."
Hari ini, Hamdan memiliki beberapa prioritas ketika pergi ke sekolah. Pertama, dia ingin mencari tahu siapa yang telah mengadu kepada orang tua Fitri tentang hubungan mereka. Selain itu, Hamdan juga ingin melihat kemungkinan masuk seleksi O2SN untuk cabang silat.
Walau pun sudah ditolak oleh Kepsek dan Kak Seto, Hamdan tidak berputus asa.
Hamdan tiba di sekolah jam 7 pagi. Saat baru saja memasuki gerbang sekolah, dia melihat Fitri dari kejauhan.
Hamdan ingin mengejarnya tapi tak jadi karena Fitri langsung masuk ke kelas.
Saat jam pelajaran berlangsung, Hamdan memperhatikan ruang kelas dan teman-teman sekelasnya dengan mata batinnya yang tajam.
Penglihatannya terfokus kepada Dewi karena Dewi lah yang mau berbuat seenaknya sendiri.
Dari penglihatannya, Hamdan mampu mengetahui isi hati Dewi. Ternyata, Dewi lah yang mengadu kepada orang tua Fitri mengenai hubungan Hamdan dan Fitri.
Bukan hanya itu, Hamdan juga melihat rahasia Dewi yang lain.
Ternyata dia juga lah yang menjebak Tanto.
Saat jam istirahat, Hamdan bergegas mendekati Dewi dan berkata dengan nada dingin, "Bisa kita bicara sebentar, Dewi?"
Dewi mengangkat alisnya, "Untuk apa?"
Dalam hatinya dia berkata, 'Tumben anak ini berani bicara dengannya seperti ini? Apa kah dia benar-benar telah melupakan aku?'
"Ada hal penting yang ingin aku bicarakan. Hanya aku dan kamu."
"Aku sibuk dan aku tak ingin bicara dengan cowok miskin seperti kamu."
Hamdan mengangguk. Dia masih tetap tenang.
"Baik lah. Kalau kamu mau rahasia kamu menjebak Tanto diketahui oleh orang ramai, maka aku akan menceritakannya di sini."
Wajah Dewi menjadi pucat. 'Bagai mana Hamdan bisa tahu semua ini? Dia sudah melakukannya dengan sangat hati-hati.
Seharusnya tidak ada seorang pun yang tahu.
Demi keamanan, Dewi bahkan menggunakan nomor kontak lain untuk mengirim video itu ke pihak yang berwajib.
"Apa yang kamu inginkan?"
"Sudah aku bilang, aku ingin bicara dengan mu empat mata saja."
"Baik lah. Di mana?"
"Di taman sekolah."
Dengan wajah memberengut Dewi mengikuti Hamdan.
"Sekarang katakan? Apa yang kamu inginkan?"
"Aku tahu kamu yang melaporkan hubungan aku dan Fitri kepada orang tua Fitri," ujar Hamdan dengan tegas.
Dewi memandang Hamdan dengan sinis, "Lalu kenapa?
"Apa maksud dan tujuanmu?"
"Aku tak ingin Fitri terjerumus karena ulahmu makanya aku memberitahukan kepada papanya. Apakah itu salah?"
Karena Hamdan sudah tahu, sehingga Dewi tidak merasa perlu untuk berkilah lagi.
Hamdan menghela napas dalam-dalam, dia berusaha menahan amarahnya.
"Peristiwa pengeroyokan kemarin, aku belum sempat menagih hutang. Sekarang kamu tambah masalah lagi. Apa yang kamu inginkan?"
Dewi tetap diam, tetapi wajahnya menunjukkan kebingungan dan sedikit ketakutan.
"Jangan sampai aku lepas kendali," ancam Hamdan. "Jika bukan karena kamu seorang cewek, aku sudah lama ingin memukulmu."
Dewi akhirnya mengangkat wajahnya, menatap Hamdan dengan tegas meski ada sedikit ketakutan di matanya. "Aku hanya ingin yang terbaik untuk Fitri. Hubungan kalian tidak baik untuknya."
"Baik atau buruknya hubungan kami tidak ada urusannya denganmu."
"Aku peringatkan kamu sekali lagi, jangan pernah ikut campur dalam urusan kami! Jika kamu belum insyaf, aku tak akan segan-segan berlaku kasar kepada mu."
"Oh ya satu lagi, kamu tak perlu mengandalkan status orang tua mu untuk mengancam aku. Tak ada gunanya."
"Kamu sebaiknya mengumpulkan energi kamu untuk menghadapi amarah Tanto. Bagai mana pun juga kalian pernah menjadi partner."
"Ternyata kalian di sini?"
Rangga datang dengan setengah berlari.
"Aku mendapat kabar, samp*h ini ingin berbuat jahat dan memaksa kamu ke sini, Dewi. Untung lah sepertinya aku belum terlambat."
Rangga menampilkan senyum manis ke arah Dewi.
"Ayo kita beri bangs*t ini pelajaran, kawan-kawan. Dia telah berlaku semena-mena terhadap wanita. Jangan beri ampun."
Hamdan berhadapan dengan Rangga dan kawan-kawannya. Rangga, dengan senyum sinis, berusaha memamerkan kehebatannya di depan Dewi yang menyaksikan dari samping.
“Kamu siap, Hamdan?” tantang Rangga dengan suara penuh percaya diri.
Hamdan hanya diam saja melihat sikap pongah si Rangga dan kawan-kawannya.
Hamdan tetap tenang, tanpa mengatakan sepatah kata pun. Dewi pura-pura cemas, tapi matanya tak bisa lepas dari Hamdan yang terlihat siap menghadapi siapa pun.
Dewi heran melihat keberanian Hamdan yang akan menghadapi Rangga dengan penuh percaya diri, tapi dia juga berharap agar Rangga mampu memberi hajaran kepada Hamdan.
Tanpa menunggu lama, Rangga melancarkan serangan pertama. Dengan gerakan yang cepat, dia mencoba memukul Hamdan, tapi Hamdan dengan gesit menghindar dan membalas dengan pukulan tepat di perut Rangga. Rangga terhuyung ke belakang, terkejut oleh kecepatan dan kekuatan Hamdan.
'Bukan kah Hamdan hanya sepotong samp*h tak berbakat dalam ilmu bela diri. Bagai mana bisa gerakannya secepat dan semahir itu? Bagai mana dia bisa menghajarnya dengan mudah pada hal dia adalah atlet karate.
Melihat pemimpin mereka terancam, kawan-kawan Rangga ikut menyerang. Namun, Hamdan seperti bayangan yang sulit ditangkap. Satu per satu, mereka dihantam dan jatuh ke tanah, babak belur. Setiap gerakan Hamdan penuh ketenangan dan presisi, tak ada yang bisa menyentuhnya.
Dewi, yang tadinya memandang rendah Hamdan, sekarang hanya bisa terpesona melihat ketangguhan Hamdan.
Sewaktu dikeroyok oleh Tanto, Hamdan tidak sehebat ini.
Rangga, dengan wajah memar dan napas tersengal, mencoba bangkit kembali, tapi Hamdan hanya memandangnya dengan tatapan tajam, memberi peringatan tanpa kata.
Akhirnya, Rangga menyerah. Dia tahu bahwa pertarungan ini bukan hanya tentang kekuatan fisik, tapi juga keberanian dan ketenangan yang dimiliki Hamdan.
Sebelum pergi, Hamdan dengan suara tegas memberikan peringatan keras kepada Dewi, "Jangan pernah mencampuri urusan antara aku dan Fitri lagi. Jika tidak, kamu akan tahu sendiri akibatnya."
Dewi hanya bisa diam, menggigit bibirnya. Pikirannya berkecamuk, penuh dengan berbagai macam emosi dan pertanyaan yang tidak terucapkan.
Hamdan sudah jauh berubah. Dia bukan lah anak yatim piatu yang tak berguna lagi. Dewi merasa Hamdan sekarang punya kharisma tertentu di wajahnya.