NovelToon NovelToon
AZKAN THE GUARDIAN

AZKAN THE GUARDIAN

Status: sedang berlangsung
Genre:Romantis / Cintapertama / Reinkarnasi / Cinta Terlarang / Kehidupan alternatif / Kontras Takdir
Popularitas:1k
Nilai: 5
Nama Author: BERNADETH SIA

Tujuh ratus tahun telah berlalu, sejak Azkan ditugaskan menjaga Pulau Asa, tempat jiwa-jiwa yang menyerah pada hidup, diberi kesempatan kedua. Sesuai titah Sang Dewa, akan datang seorang 'Perempuan 'Pilihan' tiap seratus tahun untuk mendampingi dan membantunya.
'Perempuan Pilihan' ke-8 yang datang, membuat Azkan jatuh cinta untuk pertama kalinya, membuatnya mencintai begitu dalam, lalu mendorongnya masuk kembali ke masa lalu yang belum selesai. Azkan harus menyelesaikan masa lalunya. Namun itu berarti, dia harus melepaskan cinta seumur hidupnya. Bagaimana mungkin dia bisa mencintai seseorang yang di dalam tubuhnya mengalir darah musuhnya? Orang yang menyebabkannya ada di Pulau Asa, terikat dalam tugas dan kehidupan tanpa akhir yang kini ingin sekali dia akhiri.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon BERNADETH SIA, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

SPEKULASI YANG MENGGEROGOTI

Azkan sudah mengetuk pintu kamar Laina berkali-kali, tapi tak ada jawaban apa pun darinya. Dengan rasa khawatirnya, Azkan membuka pintu kamar Laina, dan menemukan Laina dalam posisi tengkurap di atas tempat tidurnya. 

“Lai!!!” Azkan mengira Laina pingsan atau semacamnya. 

Azkan menggoyang-goyangkan tubuh Laina yang tak merespon kehadirannya sama sekali. Azkan melihat Laina sedang terisak dengan kedua mata terpejam. 

“Lai, bangun!” Azkan membalik tubuh Laina, membuatnya terlentang, tapi hal itu juga tak berhasil membuat Laina sadar dari mimpinya.

“Mimpi sialan!” Azkan tak pernah tahu kalau mimpi-mimpi ini akan terus datang pada Laina. Mimpi yang membuat Laina tenggelam terlalu dalam seperti ini. 

“SAYANG!!!” Azkan meraih tubuh Laina hingga dia terduduk, menahannya dengan kedua tangan. 

Laina setengah sadar. Dia berusaha membuka mata. Kepalanya terasa pusing. 

“Kau sudah sadar?” suara khawatir Azkan mengembalikan kesadaran Laina sepenuhnya.

“Az?” dengan kedua mata yang masih setengah tertutup, Laina menatap wajah Azkan. 

“Iya, ini aku.” Azkan merengkuh tubuh Laina ke dalam pelukannya sambil duduk di atas tempat tidur. “Apa yang kau impikan kali ini?” Azkan membelai Laina sambil berharap tidak mendengar hal-hal buruk.

“Az, aku melihat ayahmu.” suara Laina bergetar, mengingat sosok pria yang begitu identik dengan ayah kandungnya. Ayah yang dia bunuh.

“Apa?” Azkan menunduk, menatap Laina lekat-lekat. Kenapa sekarang ayahku ikut terlibat dalam hubungan ini? Rasa benci memenuhi hati Azkan.

“Tapi Az, …” Laina menengadah, menatap Azkan sambil menyandarkan kepalanya di dada Azkan. Dia terlalu pusing untuk duduk sendiri. “Ayahmu, sama persis seperti ayahku. Mereka berdua terlihat identik.”

Wajah Azkan mengeras. Keterkejutannya dipenuhi ketakutan. Ingatan masa lalunya, muncul sejelas kejadian yang baru terjadi kemarin. Semua perasaan di masa lalunya, bermunculan tak terkendali, memenuhi hatinya hingga penuh sesak dan menyakitkan. 

“Az, apa mungkin ayahmu lahir kembali menjadi ayahku?” pertanyaan polos Laina membuat tenggorokan Azkan tercekat. Bagaimana cara menjawab pertanyaan itu tanpa menyakiti hati Laina?

“Hal itu tidak mungkin, Lai.” kata-kata itu keluar dengan susah payah dari mulut Azkan.

“Kenapa?”

“Karena ayahku, belum mati sampai sekarang.”

“Apa maksudmu?”

“Ayahku, masih hidup, Lai, sayang.” Azkan membelai wajah Laina, berusaha tersenyum, meski yang muncul di wajahnya adalah kepiluan.

“Aku tidak mengerti.”

“Lai, setelah aku mati, ayahku membuat perjanjian dengan iblis. Dia menjual jiwanya pada iblis untuk memperoleh keabadian. Dia masih hidup di dunia sampai sekarang, dengan segala hal yang bisa dia bayangkan untuk dia miliki.”

“Tapi, …” Laina duduk tegak. Sebuah kemungkinan yang diharapkannya mustahil, muncul di dalam kepalanya. Sama seperti apa yang baru saja dia lihat di dalam mimpinya, apa mungkin … “Az, apa mungkin, … ayah kita, … adalah orang yang sama?”

“Kuharap tidak, Lai. Aku tidak mau mengulangi kisah tragis yang sama.” kemarahan Azkan membuat Laina takut. 

“Lalu, bagaimana caranya menjelaskan kemiripan mereka?”

“Aku tidak punya jawaban untuk itu.”

“Aku membunuh ayahku, Az. Aku …” membunuh ayahmu juga.

“Atau bisa saja mereka hanya sekedar mirip. Kau tahu kan, manusia punya beberapa orang yang memiliki kesamaan fisik dengan mereka dan tersebar di seluruh dunia?” Azkan berusaha menahan amarah dan ketakutannya. Dia juga berharap agar Laina tidak mendapatkan mimpi-mimpi seperti ini lagi. 

Laina tak mengatakan apa pun. Pikiran buruk itu masih bercokol kuat di dalam pikirannya. Dia tak bisa mengalihkannya begitu saja. Kalau apa yang dia lihat di mimpinya adalah masa lalu Azkan, maka bisa saja itu menjadi sebuah pertanda untuknya. Bahwa dia bisa saja mengalami hal yang sama dengan perempuan itu, Emeral. 

Untungnya, suara ketukan di pintu kamar Laina menghentikan pembicaraan mereka mengenai hal ini. 

“Laina, makan malam sudah siap.” suara Armana terdengar dari balik pintu. 

“Iya, Armana. Terima kasih.” Azkan yang menjawab. 

“Ayo, makan.” Azkan beranjak dari tempat tidur Laina, menggandengnya menuju ruang makan pribadi mereka. 

Meski tidak nafsu makan, Laina tetap mengikuti Azkan. Dia duduk di kursi yang ditarik Azkan untuknya. Dia menerima lauk yang disendokkan Azkan ke piringnya. Dia memegang sendok dan garpu di tangannya, tapi tak sekalipun dia menyentuh makanan di hadapannya. Pikirannya masih dipenuhi dengan bayangan mimpi dan kemungkinan-kemungkinan yang sekarang sedang dia hadapi. 

“Ayo, makanlah, Lai.” Azkan masih berusaha bersikap wajar. Seakan mimpi Laina bukanlah hal penting yang perlu dikhawatirkan. 

“Emeral.” Sendok di tangan Azkan terjatuh ketika mendengar nama itu disebutkan Laina. 

“Aku melihatmu dan Emeral.” tatapan Laina saat ini, membuat Azkan merasakan hatinya tercabik-cabik. 

“Sayang, …” Azkan kehabisan kata-kata. Dia tak bisa lagi menenangkan Laina. Tak bisa juga bersikap bahwa semuanya tidak berarti apa-apa. 

“Kalau ayahmu tidak mati sampai sekarang, maka bisa jadi ayah kandungku adalah ayahmu juga kan?” keberanian Laina muncul begitu saja. 

“Kalau misalnya hal itu memang benar terjadi, maka kita adalah kakak adik yang terpaut usia ratusan tahun.” ucapan Laina terdengar getir. 

“Kenapa Dewa membuatmu mengalami hal yang sama dua kali?” Pertanyaan itu juga yang sedang ditanyakan Azkan sekarang. 

“Lalu bagaimana dengan kita?” air mata Laina menetes. 

Azkan segera bangkit dari kursinya, dia menghampiri Laina, merengkuhnya dalam pelukan tanpa kata. Memangnya apa yang bisa dia katakan di tengah keadaan seperti ini? Bahwa mereka akan baik-baik saja karena mereka saling mencintai? Bukankah itu jawaban yang salah jika benar mereka memiliki hubungan darah? Atau mengatakan kalau tidak apa-apa walaupun ternyata mereka adalah saudara kandung? Hal itu sungguh bermasalah karena Azkan dan Laina sama-sama tahu perasaan seperti apa yang mereka miliki untuk satu sama lain. Perasaan mereka, bukan untuk saudara kandung, tapi untuk kekasih. 

“Az, apa ini alasan sebenarnya Dewa mengirimku ke sini sebagai Perempuan Pilihan? Tapi kenapa? Memangnya kenapa kalau aku adikmu? Kenapa kita harus dipertemukan dengan cara seperti ini?” Rasanya sekarang ini Azkan ingin langsung mendatangi Dewa yang membuat perjanjian dengannya, untuk menyelesaikan semuanya. Namun, apakah dia benar-benar siap untuk menyelesaikan semuanya? 

“Sayang, jangan terlalu memikirkan hal ini. Kita belum tahu apa pun yang pasti kan? Kalau kita sudah berspekulasi karena mimpimu, hal itu akan menghancurkan diri kita sendiri.” Azkan membelai wajah Laina, sambil berharap dalam hati, kalau semua ini hanya kebetulan. Kebetulan wajah ayah mereka sama. Kebetulan kemungkinan kisah yang sama akan terulang. Kebetulan, satu-satu perempuan yang bisa membuat Azkan jatuh cinta lagi, adalah saudara kandungnya sendiri. Namun, untuk disebut sebuah kebetulan, bukankah ini adalah kebetulan yang menyakitkan?

“Kuharap, kejadian yang sama, tidak berulang.” harapan lirih Laina mengirimkan rasa perih di dalam hati Azkan.

“Iya sayang, aku juga berharap hal yang sama. Kalau sampai Dewa mempermainkanku dengan takdir yang berulang, aku akan melakukan apa pun untuk melawannya. Aku janji. Aku tidak akan membiarkanmu terluka karena hal ini.” Azkan mengecup pipi Laina dengan hati yang berat. 

Meksi di mulutnya terucap berbagai penyangkalan, namun tindakannya tak bisa menutupi ketakutannya. Azkan tak bisa lagi memandang Laina sebagai perempuan yang dia cintai seperti sebelumnya. Kemungkinan tentang status hubungan mereka, membayanginya, menciptakan tembok tak terlalui yang membuatnya tak sanggup lagi menyentuh Laina dengan hasrat seorang kekasih. 

1
anggita
like👍☝iklan. moga novelnya lancar jaya
anggita
Azkan..😘 Laina.
SammFlynn
Gak kecewa!
Eirlys
Aku bisa baca terus sampe malem nih, gak bosan sama sekali!
SIA: Terima kasih sudah mau membaca :)
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!