"Papa tidak setuju jika kamu menikah dengannya Lea! Usianya saja berbeda jauh denganmu, lagipula, orang macam apa dia tidak jelas bobot bebetnya."
"Lea dan paman Saga saling mencintai Pa... Dia yang selama ini ada untuk Lea, sedangkan Papa dan Mama, kemana selama ini?."
Jatuh cinta berbeda usia? Siapa takut!!!
Tidak ada yang tau tentang siapa yang akan menjadi jodoh seseorang, dimana akan bertemu, dalam situasi apa dan bagaimanapun caranya.
Semua sudah di tentukan oleh sang pemilik takdir yang sudah di gariskan jauh sebelum manusia di lahirkan.
Ikuti ceritanya yuk di novel yang berjudul,
I Love You, Paman
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Aurora.playgame, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Part 27 - Cemburu ya...???
Sore itu, Saga baru saja pulang dari keperluannya. Ketika ia mendekati rumah, sebuah mobil berhenti di depan rumahnya hingga membuatnya melambatkan langkahnya.
Saga mengira itu mungkin tamu, tapi ketika ia melihat sosok yang keluar dari mobil tersebut, hatinya terkejut.
Seorang pria membukakan pintu mobil, dan Lea lah yang turun dari mobil itu. Entah kenapa, saat ini ini hatinya terasa bergejolak.
Sebuah perasaan yang tidak bisa Saga jelaskan kini menghantam dirinya. Siapa pria itu? Dan mengapa Lea bersamanya?
Saga memperhatikan dengan seksama dan mencoba mencerna situasi yang ada di depan matanya.
Dengan sikap sopan, pria itu mengangguk hormat padanya sebelum berpamitan pada Lea dan kembali masuk ke mobilnya.
Mesin mobil itu kemudian meraung, dan mobil melaju meninggalkan Saga dan Lea dalam keheningan.
"Kamu baru pulang?," tanya Saga ketika Lea berjalan mendekatinya.
Lea mengangguk dan mencoba bersikap biasa meski sedikit terkejut dengan sikap Saga yang tampak lebih serius dari biasanya. "Iya, Paman."
"Dari mana?," tanya Saga lagi, dengan tatapan matanya yang tidak lepas dari Lea.
"Toko buku," jawab Lea singkat, berharap Saga tidak akan bertanya lebih lanjut.
"Pemuda tadi, siapa?," tanya Saga.
Lea terdiam sejenak karena merasa tidak nyaman dengan banyaknya pertanyaan dari Saga. "Teman," jawabnya.
"Teman?," Saga mengulang kata itu, seolah ingin memastikan bahwa apa yang didengarnya benar.
"Iya, teman. Lebih tepatnya dia pelanggan di kafe tempat Lea bekerja. Kebetulan kami bertemu di toko buku, jadi dia memaksa untuk mengantar Lea pulang," jelas Lea, dengan nada suara yang sedikit tidak nyaman.
"Kalau kamu merasa terpaksa, kenapa mau diantar?," tanya Saga lagi, kali ini dengan suara yang terdengar lebih tajam.
Lea menatap Saga dengan tatapan bingung, ia merasa bahwa Saga tidak seperti biasanya. "Paman kenapa? Gak seperti biasanya, banyak sekali pertanyaan Paman, kayak ibu kos saja," jawab Lea dengan sedikit candaan.
Lea kemudian beranjak masuk ke rumah, meninggalkan Saga yang masih berdiri di teras. "Teman? Sejak kapan dia berteman dengan laki-laki itu?," gumam Saga.
~ Nah lho Saga, jangan di kira si bocil tidak bisa menggerakkan hatimu... Xi xi xi... ~
**
Hari demi hari, Lea semakin sering bertemu dengan Saka. Pertemuan demi pertemuan membuat keduanya pun semakin dekat.
Saka selalu tahu bagaimana membuat Lea merasa nyaman. Pembicaraan mereka selalu mengalir lancar, dari topik ringan hingga diskusi yang asyik tentang buku dan hobi mereka.
Satu malam setelah pekerjaan paruh waktunya di kafe, Lea keluar dari pintu utama dengan lelah namun senyumnya tetap tergurat di wajahnya.
Di luar kafe, Saka sudah menunggu Lea dengan mobilnya dan tersenyum senang ketika melihat Lea berjalan ke arahnya. "Lea, kebetulan aku lewat sini. Boleh aku antar pulang?," tanya Saka dengan senyum yang menawan.
Lea terkejut sejenak, tetapi akhirnya menerima tawaran itu dengan senang hati. Mereka berbincang ringan di perjalanan, bercanda tentang kejadian-kejadian lucu di kafe dan di sekolah.
Saka tahu bagaimana membuat Lea tertawa, dan ini membuat Lea merasa semakin nyaman berada di dekatnya.
Namun, ketika mobil Saka berhenti di depan rumah Saga, mereka tidak menyadari bahwa Saga sedang mengamati mereka dari jauh.
Saga melihat kedekatan itu dan merasakan sesuatu yang asing di dadanya. Ada perasaan tidak nyaman saat melihat kedekatan Lea dengan Saka.
Malam semakin larut. Saga yang duduk di ruang tamu kini berpura-pura membaca buku saat Lea masuk ke rumah. Namun, matanya tidak bisa lepas dari sosok Lea yang terlihat sangat ceria setelah diantar Saka.
"Kamu baru pulang lagi dengan dia?," tanya Saga datar.
Lea mengangguk sambil tersenyum. "Iya, Paman. Kebetulan dia lewat di kafe, jadi mau mengantarkan Lea. Lagipula dia bilang, nggak enak kalau membiarkan Lea pulang sendirian."
Saga berusaha tersenyum, tapi hatinya terasa sedikit nyeri. "Hati-hati, Lea. Jangan terlalu bergantung pada orang lain."
Lea terkejut dengan nada bicara Saga yang terdengar dingin. "Lea tidak bergantung, Paman. Saka itu hanya teman. Lea tahu batasannya."
Hari-hari berikutnya, Saka semakin sering mengantarkan Lea pulang. Oleh karena itu, Saga semakin tidak bisa menghindari perasaan tidak nyaman yang kian menguat.
Setiap kali ia melihat mobil Saka berhenti di depan rumah, ada perasaan cemburu yang sulit di jelaskan.
Suatu malam, ketika Lea kembali diantar oleh Saka, Saga tidak bisa menahan diri untuk bicara pada Lea.
"Lea, kenapa kamu tidak naik angkutan umum saja? Tidak baik terlalu sering diantar oleh orang lain, apalagi dia," ucap Saga tegas.
"Paman kenapa sih? Saka cuma teman, dan dia menawarkan bantuan. Lagipula, Lea aman bersamanya," balas Lea sedikit bingung.
Saga ingin mengatakan sesuatu lagi, tapi ia menahan diri karena tidak ingin terlihat terlalu protektif. "Maaf, Lea. Paman hanya khawatir, itu saja."
**
Malam itu, Saga merenung di kamarnya. Ia mengingat setiap momen ketika Lea bersama Saka, dan perasaan aneh itu kembali menghampirinya.
"Aku hanya khawatir sebagai paman," pikirnya berulang-ulang, mencoba meyakinkan diri bahwa yang ia rasakan hanyalah rasa sayang dari seorang paman kepada keponakannya.
Tetapi semakin Saga berusaha menyangkal, maka perasaan itu semakin kuat ia rasakan.
Bayangan Saka dan Lea yang tertawa bersama membuatnya merasa, jika ada sesuatu yang hilang dari dirinya.
Ia merasa terlambat menyadari bahwa Lea, yang selama ini ia anggap sebagai anak kecil, kini telah tumbuh dewasa dan mulai menarik perhatian pria lain.
"Itu hal wajar Saga, dia seorang gadis yang sudah dewasa sekarang, ada laki-laki yang mendekatinya, itu wajar kan?," gumam Saga seolah menyangkal perasaannya.
Saga lalu bersiap untuk tidur dan memadamkan lampu kamarnya. Seraya menatap langit-langit kamar ia bergumam lagi.
"Tapi Lea masih sekolah, seharusnya dia tidak pacaran dulu dan hanya fokus belajar ..."
Hening sejenak.
"Pacar? Apa laki-laki itu pacar Lea?."
Lanjut ke part selanjutnya... 👉👉👉