"Kamu tidak perlu tahu bagaimana luka ku, rasa ku tetap milik mu, dan mencintai tanpa pernah bisa memiliki, itu benar adanya🥀"_Raina Alexandra.
Raina yatim piatu, mencintai seorang dengan teramat hebat. Namun, takdir selalu membawanya dalam kemalangan. Sehingga, nyaris tak pernah merasa bisa menikmati hidupnya.
Impian sederhananya memiliki keluarga kecil yang bahagia, juga dengan mudah patah, saat dirinya harus terpaksa menikah dengan orang yang tak pernah di kenal olehnya.
Dan kenyataan yang lebih menyakitkan, ternyata dia menikahi kakak dari kekasihnya, sehingga membuatnya di benci dengan hebat. padahal, dia tidak pernah bisa berhenti untuk mencintai kekasihnya, Brian Dominick.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon mawar jingga, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Jangan berhenti mencintai ku
"kamu tidak perlu tahu, bagaimana sakitnya aku merindukan mu. Kamu hanya perlu tahu, bahwa aku selalu ada untuk mu🥀"
Kedua kakinya melangkah pelan menyusuri jalan raya seorang diri, di tengah terik matahari yang sangat terasa membakar di kulit. Siang ini, dia pulang sendiri lagi, tidak mengapa baginya itu adalah hal biasa.
Meskipun, beberapa waktu yang lalu dia sempat berharap, bahwa kekasihnya akan membawanya pulang bersamanya. Dengan tersenyum getir, lagi-lagi dia harus kecewa lagi.
Raina Alexandra, gadis remaja yang saat ini sudah hampir selesai mengikuti studi sekolah menengah atasnya, biasa melakukan apa pun seorang diri.
Dia memiliki seorang kekasih yang sangat di cintai olehnya, Brian Dominick. Teman sekolah yang juga satu kelas dengannya. Keduanya menjalin hubungan sejak kelas satu SMA.
"Ra, aku pulang duluan ya. Kamu pulang sama Brian kan?" tanya Moza saat Raina sedang menuruni tangga.
"adik ku masuk rumah sakit nih," ujarnya lagi dengan panik.
"iya, hati-hati. Titip salam ya, buat adik kamu semoga baik-baik aja." jawab Raina dengan tersenyum. Padahal, beberapa saat yang lalu, Brian mengatakan bahwa dia ada kegiatan tambahan jadi gak bisa antar dia pulang.
Meskipun Raina gak percaya, karena bukan hanya sekali Brian mengatakan bahwa dia ada kegiatan. Namun, di tempat lain mereka justru bertemu. Dan yang paling menyebalkan, Brian bersikap seolah tidak ada apa-apa dan menganggap semua baik-baik saja.
Saking seringnya, Raina tidak merasa heran lagi. Bahkan seperti sudah menjadi kebiasaanya, Brian akan beralasan seperti itu. Tidak masalah jika di lain waktu, tetapi hari ini mereka pulang sore, dan Raina tidak berani jika harus pulang seorang diri.
Tempat yang biasa mereka lewati akan sepi, jika hampir malam. Apa lagi jika berjalan kaki, sudah di pastikan jika hanya mengantar nyawa saja Melawati jalan itu.
"aku harus pulang, atau tetap di sini." ucapnya dengan lirih.
Dengan pelan, Raina merogoh tas miliknya dan meraih ponselnya, berharap sesuatu bisa menolongnya saat ini. Tetapi, dia hanya melihat pesan dari Brian saja.
"pulang sama Moza dulu. Aku tidak bisa antar hari ini, ada latihan dengan kelas sepuluh." tulisnya dalam pesan itu.
Raina hanya menghela nafasnya dengan pelan, lalu membuangnya dengan kuat. Kedua kakinya berbalik dan berniat kembali ke sekolah saja, karena dia tak ingin pulang sendirian. Apa lagi harus melewati jalan sepi seorang diri.
Kedua kakinya terasa sangat lelah, ketika sampai di atas balkon gedung sekolahnya. Ini untuk pertama kalinya, dia tidak pulang. Biasanya, dia akan nekat saja. Akan tetapi, kali ini moodnya benar-benar rusak. Membuatnya enggan, bahkan nyaris tidak bertenaga lagi.
"kamu berbohong lagi be," ujar Raina yang melihat kekasihnya bersama Alicia, dari atas gedung sekolahnya.
"huh," Raina membuang nafasnya dengan kasar, kedua matanya berair kali ini. Ada begitu banyak luka di hatinya, entah sampai kapan dia menanggungnya seorang diri.
"kenapa aku tidak pernah merasa berguna sebentar saja? bahkan tidak ada seorang pun, yang menerima segala keluh ku. aku lelah, aku ingin segera berakhir saja, bisakah tuhan jangan menghukum ku dalam sepi seorang diri?" batin Raina dengan lemah, dia terisak dengan hebat, tubuhnya terlihat berguncang menahan suara tangisnya. Padahal, hari sebentar lagi berubah malam. Sementara dia, tak ingin beranjak sedikit pun dari sana.
Dalam sendunya, Raina teringat saat bahagia bersama Brian dahulu, ketika keduanya masih sering bersama.
"jangan berhenti, mencintai ku." ucap Brian dengan lembut kepadanya waktu itu, namun segalanya terasa tidak berarti apa pun sekarang.
Raina sudah pernah merasa sangat lelah, tetapi tidak pernah lebih buruk dari saat ini. Entah mengapa perasaannya sangat sakit saat ini. Mungkin karena jadwal bulannya juga sudah mendekati, sehingga mempengaruhi moodnya yang semakin memburuk seperti saat ini.
"andai, aku bisa memilih. Aku tidak ingin kesepian selama ini." ujar Raina dengan mengusap air matanya kasar.
Pasrah, Raina terduduk dengan memeluk kedua lututnya dengan erat. Perutnya , juga sudah terasa melilit. Dia tahu jika perutnya lapar minta di isi, tetapi dengan sadar dia memilih untuk tidak beranjak.
Dia ingin meratapi kesedihannya seorang diri, tanpa ada yang mengerti, apa lagi perduli. Hidup terasa sangat menyakitkan untuk dirinya, meski pun dia mencoba kuat, tetap saja, pada akhirnya dia tumbang sendirian.
Seseorang yang selama ini, selalu menjadi penyemangat dirinya, berharap dia bisa mendapatkan pelukan hangat, serta dukungan darinya, namun semua itu hanya harapannya saja. Karena pada kenyataanya, kekasihnya hampir tidak perduli kepadanya.
"Brian, aku benci ini!" isaknya dalam tangisnya, sebelum akhirnya hanya terlihat tubuhnya yang sedang sesenggukan menahan suara tangisnya.