Aina Cecilia
Seorang gadis yatim piatu yang terpaksa menjual keperawanannya untuk membiayai pengobatan sang nenek yang tengah terbaring di rumah sakit. Tidak ada pilihan lain, hanya itu satu-satunya jalan yang bisa dia tempuh saat ini. Gajinya sebagai penyanyi kafe tidak akan cukup meskipun mengumpulkannya selama bertahun-tahun.
Arhan Airlangga
Duda keren yang ditinggal istrinya karena sebuah penghianatan. Hal itu membuatnya kecanduan bermain perempuan untuk membalaskan sakit hatinya.
Apakah yang terjadi setelahnya.
Jangan lupa mampir ya.
Mohon dukungannya untuk novel receh ini.
Harap maklum jika ada yang salah karena ini novel pertama bagi author.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Kopii Hitam, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
GBTD BAB 19.
Setibanya di dalam kamar, Arhan memeluk Aina erat. Matanya berkaca-kaca mengingat ucapan Aina di bawah tadi.
Entah kenapa hatinya tiba-tiba gelisah, dia tak ingin Aina dan putranya pergi. Rasa sayangnya sudah melekat, dia sangat takut kehilangan keduanya.
"Jangan bicara seperti tadi lagi ya, Abang tidak ingin kalian pergi dari hidup Abang!" pinta Arhan, wajahnya tampak memelas.
"Bang, aku tidak pantas masuk ke dalam keluarga ini. Semua ini di luar perkiraan ku. Kalian keluarga terhormat, apa kata orang nantinya? Mereka akan mencibir kalian."
"Aku tidak mau nama baik keluarga ini tercoreng sebab kehadiranku. Abang layak mendapatkan wanita yang lebih dan setara, bukan seperti aku Bang." tegas Aina.
Ucapan Aina membuat Arhan geram. Dia melepaskan pelukannya, kemudian menghela nafas dan membuangnya kasar.
Arhan menatap wajah Aina dengan intim, lalu menyentuh pipi Aina dengan kedua tangannya.
"Aina, lihat Abang hey!"
"Abang tidak peduli dengan penilaian orang. Ini hidup Abang, keluarga Abang, persetan orang-orang itu mau bicara apa. Abang hanya menginginkan kamu dan putra kita!"
"Yakinlah pada Abang! Abang tidak akan membiarkan siapapun menyakitimu. Pikirkan masa depan putra kita, dia adalah pewaris keluarga Airlangga." Arhan mencoba meyakinkan Aina semampunya.
"Tapi Bang...,"
"Sudahlah Aina, Abang malas memperdebatkan masalah ini. Sekarang lebih baik kamu mandi!" potong Arhan, kemudian mengacak rambut Aina.
Aina mengangkat bahunya dengan bibir sedikit manyun, lalu melangkah menuju kamar mandi. Dia juga malas berdebat dengan Arhan, ujung-ujungnya dia juga yang harus mengalah.
"Tunggu Aina!" panggil Arhan, langkah kaki Aina terhenti seketika.
"Apalagi Bang?" tanya Aina sembari membalikkan tubuhnya.
"Mau mandi bersama Abang gak? Abang juga gerah nih." goda Arhan sembari mengedipkan matanya, lalu berjalan menghampiri Aina yang sudah berdiri di depan pintu kamar mandi.
Sebelum Arhan sampai di hadapannya, Aina bergegas masuk ke dalam kamar mandi. Lalu menguncinya terburu-buru, wajahnya memerah sebab takut melihat ekspresi Arhan yang tak biasa.
"Dasar mesum!" umpat Aina dari balik pintu.
Arhan tersenyum melihat itu, dia berdiri di depan pintu dan mengetuk nya pelan.
"Aina, buka pintunya sayang! Kapan lagi kita bisa mandi berdua?" teriak Arhan dengan senyum liciknya.
"Jangan aneh-aneh deh Bang, pergilah dari sini!" teriak Aina kesal.
Arhan terkekeh mendengar jawaban Aina, kemudian mengacak rambutnya sendiri. Baginya waktu terlalu lama berputar, dia sudah tak sabar ingin memiliki Aina dan menjadikannya ratu di hidupnya.
"Jangan lama-lama mandinya! Abang ke bawah dulu melihat putra kita."
Arhan meninggalkan kamar dan kembali ke lantai bawah. Dia duduk di hadapan kedua orang tuanya dan tersenyum memandangi wajah putranya yang masih tertidur pulas di dalam dekapan sang mama.
"Bagaimana menurut Mama, Aina cantik kan?" tanya Arhan.
"Cantik banget, sepertinya dia wanita baik-baik. Tapi kenapa kamu merusaknya hingga melahirkan baby tampan ini?" jawab Leona dengan pertanyaan pula.
Arhan mengusap wajahnya kasar, kemudian bangkit dari duduknya. Dia melangkah menghampiri Leona dan duduk di sampingnya.
"Maafkan Arhan ya Ma. Semua ini salah Arhan, Aina hanya korban. Jika saja malam itu Arhan tidak dipengaruhi minuman, Arhan tidak mungkin mengambil kesuciannya dan merenggut kebahagiaannya."
"Arhan menyesal sebab pertemuan kami terjadi begitu cepat. Jika saja kami bertemu dengan cara yang berbeda, Arhan tidak akan melakukan ini pada Aina."
"Dia wanita baik-baik, nasib yang membawanya sampai ke tangan Arhan. Arhan janji tidak akan mengulangi kesalahan itu lagi, Arhan akan menjaganya dan mencintainya sepenuh hati."
Arhan menyandarkan pipinya di lengan Leona, dia benar-benar menyesal atas kekhilafan nya selama ini. Melampiaskan sakit hatinya kepada wanita lain bukanlah jalan yang tepat.
Namun Arhan juga bersyukur, dengan ini dia sadar. Tidak semua wanita seperti mantan istrinya, dia berharap Aina adalah wanita terakhir untuknya.
"Baguslah kalau kamu sudah sadar. Papa harap kamu bisa membuktikan kata-katamu itu. Jangan hanya bicara saja!" ucap Airlangga, lalu menepuk punggung Arhan pelan.
"Iya sayang, lihatlah baby mu ini! Dia membutuhkan kalian berdua. Mama tidak sanggup membayangkan bagaimana menderitanya Aina selama ini."
"Aina termasuk wanita yang kuat, hamil tanpa seorang suami itu tidaklah mudah."
"Tidak ada yang mengerti dia, menjaganya, memanjakannya, juga memenuhi semua yang dia inginkan."
Leona mengusap wajahnya, matanya berkaca-kaca. Sebagai seorang wanita, dia tau pasti bagaimana perasaan Aina.
"Mama dan Papa tenang saja, Arhan tidak akan pernah menyakiti Aina! Arhan menyayangi dia dan putra kami."
"Dia sudah melahirkan malaikat kecil Arhan ke dunia ini, mana mungkin Arhan tega menyakitinya?"
Arhan menyentuh pipi comel baby nya, kemudian menciumnya dengan sayang.
Baby mungil itu terbangun, tatapan matanya membuat Arhan tersenyum sumringah. Begitupun dengan Leona, dia sangat antusias saat sang baby menatap wajahnya.
"Cucu Oma sudah bangun ya? Ini Oma kamu sayang."
Senyuman Leona mengambang di wajah cantiknya. Meskipun usianya sudah memasuki kepala 5, tapi kecantikannya tidak bisa diragukan lagi. Hal itulah yang membuat Airlangga tergila-gila padanya.
"Kok cuma Oma doang, ada Opa juga di sini." tambah Airlangga, dia cemburu sebab Leona tak mengenalkannya pada cucu pertamanya itu.
"Hahahaha, Oma lupa sayang. Ada Opa dan Papa juga di sini." sambung Leona terkekeh.
Leona tak bisa memungkiri kalau cucunya itu benar-benar mirip dengan Arhan kecil. Mata dan hidung ayah dan anak itu benar-benar sama. Membuatnya kembali teringat dengan masa kecil Arhan.
"Pa, coba lihat deh! Mereka berdua sangat mirip kan?" ucap Leona sembari melirik ke arah suaminya.
"Mama ini gimana sih? Ya iyalah mirip, orang mereka berdua adalah ayah dan anak." jawab Airlangga terkekeh.
"Iya, Mama tau Pa. Sebab itulah Mama sangat yakin kalau baby tampan ini cucu kita. Ikatan batin antara Mama dan dia terasa begitu kuat." balas Leona.
"Aina itu wanita baik-baik Ma, Pa. Tolong jangan ragukan dia sedikitpun!"
"Jika dia mau, dia bisa saja menikah dengan orang lain saat mengetahui kehamilannya. Ada seorang pria yang sangat mencintainya."
"Tapi Aina tidak mau melakukan itu, dia bertahan menanggung penderitaannya sendiri."
"Pria itu sudah menceritakan semuanya pada Arhan. Aina menolak cintanya, dia hanya menganggapnya seperti Kakak." jelas Arhan.
Sebelum berangkat ke Jakarta, Arhan sempat berbincang empat mata dengan Bastian. Dia ingin memastikan kalau Aina benar-benar tidak mencintai pria itu.
"Kamu tenang saja, Papa dan Mama tidak mungkin meragukannya. Dari wajahnya saja kami sudah bisa menilainya." ucap Airlangga.
"Terima kasih Pa, Ma. Meskipun Arhan sudah mengecewakan kalian berdua, tapi kalian tidak meninggalkan Arhan sendirian. Arhan beruntung memiliki orang tua seperti kalian."
Arhan mengecup pipi Mamanya, kemudian memeluk keduanya penuh haru. Kesalahannya memang sangat besar, tapi dia sudah menyadarinya dan berjanji tidak akan mengulanginya.
Dia ingin mengubur masa lalunya yang kelam dan memulai kehidupan baru bersama keluarga kecilnya.
Ada hikmah dibalik semua yang sudah terjadi, kini dia bisa berpikir lebih dewasa dan menghargai apa itu arti keluarga yang sebenarnya.