Pacar Bayaran

"SIAL!!"

Gemerlap lampu bar mengiringi teriakan Silviana, sungguh wanita malang, ia telah kehilangan pekerjaan, kehilangan suami, dan tinggallah Silviana meratapinya sendiri.

Sedari tadi ponsel Emmanuellson selalu menolak panggilannya. Sudah jelas jika semua ini karena Emmanuellson tengah panik mencari sahabat sekaligus mantan istrinya yang diculik berondong tampan.

Dari awal membina rumah tangga bersama Emmanuellson, Silviana kacau. Bayinya sampai keguguran karena seringnya adu mulut yang didesak pikiran rumit.

Sudah tak bisa berdiri tegak, Silviana masih asyik meneguk terus menerus koktail yang dipesannya. Hanya minuman keras yang sanggup mendinginkan pikirannya.

"Wanita jalang!!" Teriakan seseorang membuat wanita itu menoleh.

Rahardian rupanya, lelaki peselingkuh yang masih menjadi suami Natalie. Yah, Natalie teman baik Allura; musuh bebuyutannya.

"Kau kenapa, hah?!" Agaknya pria yang baru saja menenggak minuman itu tengah dilanda rasa tidak nyaman, lebih tepatnya angkara.

Deru napas yang seakan menggebu memacu keyakinan Silviana, Rahardian marah karena Natalie minggat meninggalkannya entah ke mana.

Terakhir yang dia tahu, Natalie dan Allura dibawa berondong tampan. Silviana tergelak mencibirnya, ternyata nasib Rahardian dan Emmanuellson sama saja.

"Kau cemas?"

"Dia selalu membuat ku marah, malu, wanita jalang yang menyedihkan!" Rahardian teguk wine miliknya, lalu terpejam seolah frustrasi.

Bukankah ini terlalu aneh? Kalau Rahardian tidak pernah cinta, kenapa masih bertahan hidup dengan Natalie? "Kenapa kau tidak menceraikannya saja?"

"Dia istri pilihan Daddy." Rahardian terkekeh kemudian kembali meneguk kembali wine yang di sodorkan bartender. "Daddy minta Natalie kembali, dan wanita itu menghilang!"

"Hargh!!" Gelas kosongnya dia lempar serampangan, memecahkan satu botol minuman milik bartender.

Tidak, Silviana tergelak ala mabuk, sejenak ia menganalisis raut Rahardian. "Kau yakin kau marah hanya karena Daddy mu hmm?"

Bisa jadi karena Natalie pergi bersama pria lain bukan? Silviana pikir, ada kecemburuan yang tengah diproklamirkan lelaki itu.

Rahardian terkekeh miring, apa pun alasannya, Rahardian ingin Natalie kembali sekarang juga. "Aku akan hukum dia andai dia ada di depan ku sekarang."

Ia menundukkan kepala, sebelum lelaki di sebelahnya lekas bicara. "Akun chat Nyonya Natalie aktif, Tuan."

Barusan membalas lewat akun chat, dan segera dihubungkan. Rahardian langsung meraih ponselnya menepi ke tempat yang di mana ia tidak lagi mendengar desing musik remix, kemudian mengumpat.

"Brengsek!!" Tangga darurat menjadi saksi kekacauan wajahnya. "Di mana kau hah?!"

📞 "Lacak saja lokasi ku."

Rahardian tergelak layaknya gila. "Kau pikir aku akan membuang waktu hanya untuk mengetahuinya?!"

📞 "Aku tenang di sini, Dian."

Di ambalan anak tangga ke tiga, Rahardian terduduk tercenung menyimak suara lembut Natalie yang tiba- tiba terasa menyayat.

📞 "Sangat tenang ... Aku harap kau cepat ceraikan aku. Aku sudah tidak sanggup menyandang gelar istri yang tak dianggap olehmu."

Lirih yang terdengar diputus nada tut yang kemudian menyulut emosinya. Hampir saja melempar ponselnya, tapi, urung karena dia sudah melemparkan ponsel sebelumnya.

Ditatapnya sang asisten, kemudian menyeletuk hal langka. "Lacak tempatnya!"

Rahardian ingin tahu di mana Natalie saat ini, masihkah bersama pemuda itu atau tidak, karena sepertinya baru sekarang ini Natalie tampak serius bermain dengan lawan jenis.

"Kau temukan Natalie?" Emmanuellson masuk, barusan dia mendapat informasi dari seseorang, menemui Rahardian di sini.

"Asisten ku sedang melacaknya."

Emmanuelle lelah mencari. "Bajingan tengik itu benar- benar membuat ku gila!"

"Aku tidak akan pernah memaafkannya!" kata Rahardian berlanjut.

...\=\=~©®™~\=\=...

14 hari, perjalanan kapal barang dari Singapura menuju Uni Emirat Arab, dan kapal masih setengah perjalanan.

Marco mengulur cangkir berkelir merah dengan corak keemasan pada Natalie yang baru saja memutuskan telpon suaminya, di tengah laut begini, Sergey perlu komunikasi, dan jaringan kuat itu dipergunakan Natalie.

"Tenang, kau masih punya Marco, Tante."

"Tapi kau punya Allura." Natalie terkekeh karena Marco lekas tertawa.

Mereka di sini sudah cukup lama, Natalie paham apa saja yang terjadi di antara Allura dan Marco. Cinta tak direstui yang memaksa kondisi agar selalu bersama.

"Makanlah." Allura menyodorkan sepiring nasi goreng yang tadi dibuat Marco. "Kau perlu tenaga untuk lari dari kenyataan."

Allura duduk di sisi Natalie, sementara Marco pindah ke samping Allura. Merangkul, bahkan memeluk, bukan seperti kekasih, lebih cocok disebut rangkulan pada seorang ibu.

Allura menatap Natalie, wanita itu meraih sendok lalu mengaduk teh tariknya. "Kenapa tidak terima lamaran Sergey saja?"

Allura pikir, Sergey lebih Pria-wi dari pada Rahardian; direktur manja yang takut dicoret dari kartu keluarga hingga memilih menikahi Natalie yang katanya tak dicinta.

Natalie tergelak, Sergey? Mafia dingin yang kali ini dipakai jasanya? Tidak, terima kasih, kalau urusan bercinta, ya, sesekali ok lah, tapi untuk serius, Natalie tak bisa.

"Dengan Sergey, terlalu banyak wanita yang menjadi saingan ku, setidaknya, Dian hanya berselingkuh dengan satu wanita yang amat dia cinta, bukan?" katanya.

"Sergey mau serius bertaubat kalau kau mau menikah dengannya."

Natalie terkikik. "Siapa yang percaya kalau ada orang yang bilang tikus punya sayap?"

Yah, Allura setuju, bahkan, dia pun belum sepenuhnya percaya pada Marco yang padahal sudah berupaya sejauh ini.

"Kau tinggal pergi saat Sergey selingkuh."

"Aku terlalu rapuh untuk percaya dengan pria manapun, kecuali Marco." Natalie meraba dada bidang Marco yang kemudian ditepis oleh tangan Allura. "Dia kekasih ku!"

Marco tersanjung atas itu. "Bagaimana kalau kalian aku poligami saja?"

"Bagaimana?" tanya Natalie pada Allura. Dan Allura mencengkeram paha Marco dengan kekuatan penuh. "Kau pasti lebih berat pada Natalie karena dadanya lebih besar."

Marco tergelak geli, ya Tuhan, pembicaraan wanita berumur memang frontal. "Kau sudah seksi tanpa harus besar, Sayang."

"Ehm!" Tiba- tiba, riak air di lautan saja membisu karena kehadiran lelaki itu, Sergey berdiri di sisi kursi Natalie yang menoleh.

Lelaki dingin yang eksotik. Sergey lah dalang dari persembunyian ini, dan sejauh ini, Sergey selalu mendapatkan info terkait Allura.

"Beberapa kelompok sedang memburu kalian, dan beberapa diantaranya, ada yang sudah tahu siapa aku."

"Kau akan sembunyikan kami kan?" Natalie berceletuk. Yang kemudian dijawab ringan oleh naiknya bahu Sergey.

"Asal kau mau menikah dengan ku, aku rela melakukan apa pun." Sergey tak bicara lagi karena setelah itu lekas pergi.

Natalie mencebik saat menatap Marco dan Allura secara memelas. "Ya Tuhan, kenapa mafia satu itu manis sekali?" lirihnya.

Marco tertawa cekikikan. "Sepertinya Om Sergey lahir dari tebu. Tegak lurus, tinggi."

Ah, Natalie tak kuat dengan rayuan Sergey, tapi, tidak berniat menjadi wanita seorang mafia juga. Dia lantas memakan nasi goreng buatan Marco dengan cara yang lucu.

Allura mendesah ke udara ketika saja teringat akan keluarganya. Jujur, dijodohkan dengan pria yang tidak Allura cinta itu menyedihkan.

Andai bisa memilih, lebih baik tidak menikah sama sekali. "Ternyata hanya tinggal tunggu waktu, Esa Rain akan menemukan kita."

Natalie sampai tersedak. "Ku rasa ayah mu cocok sekali dengan nama belakang itu."