Pernikahan yang terjadi antara Ajeng dan Bisma karena perjodohan. Seperti mendapat durian runtuh, itulah kebahagiaan yang dirasakan Ajeng seumur hidup. Suami yang tampan, tajir dan memiliki jabatan di instansi pemerintahan membuatnya tidak menginginkan hal lain lagi.
Ternyata pernikahan yang terjadi tak seindah bayangan Ajeng sebelumnya. Bisma tak lain hanya seorang lelaki dingin tak berhati. Kelahiran putri kecil mereka tak membuat nurani Bisma tersentuh.
Kehadiran Deby rekan kerja beda departemen membuat perasaan Bisma tersentuh dan ingin merasakan jatuh cinta yang sesungguhnya, sehingga ia mengakhiri pernikahan yang belum genap tiga tahun.
Walau dengan hati terluka Ajeng menerima keputusan sepihak yang diambil Bisma. Di saat ia telah membuka hati, ternyata Bisma baru menyadari bahwa keluarga kecilnya lah yang ia butuhkan bukan yang lain.
Apakah Ajeng akan kembali rujuk dengan Bisma atau menerima lelaki baru dalam hidupnya...
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Leny Fairuz, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 16 Menginap di Kediaman Deby
Setelah kondisi mamanya stabil, Bisma memutuskan untuk kembali ke Jakarta. Ia tidak memusingkan ketidak beradaan Ajeng dan Lala di rumah. Apalagi chat dari Deby telah membuatnya melupakan hal-hal yang tak ia anggap penting dalam hidupnya.
Perasaan Bisma lega karena perjalanan dinasnya dan tim telah berakhir, saatnya untuk kembali ke rumah. Satu minggu mereka berada di Semarang mengikuti workshop dan seminar yang diadakan kementerian perdagangan.
Ini adalah perjalanan dinasnya yang terakhir sebelum kepindahan ke Malang. Bisma merasa lega, semua sudah ia jalankan sesuai dengan SOP. Staf ahli yang bakal menggantikan tugasnya pun, mulai menjalankan amanat yang ia emban.
Badannya sudah terasa lunglai. Ia tak menolak ketika Deby menawari untuk pulang bersama, karena diantara ia dan tim yang berjumlah sebanyak 5 orang, hanya ia dan Deby yang searah.
Untuk kembali ke apartemen atau pun ke rumahnya masih memerlukan waktu satu jam. Ia hanya menganggukkan kepala ketika Deby menawarkan untuk menginap di rumahnya.
Taxi berhenti tepat di depan sebuah rumah megah. Suasana mulai sepi ketika keduanya memasuki perumahan. Bisma mengikuti langkah Deby yang mengantarnya ke sebuah kamar tamu yang berada di dalam rumah miliknya.
Walau pun raganya lemah tak bertenaga, tapi tak menyurutkan Bisma untuk membersihkan diri dan segera mengambil wudhu untuk menjalankan kewajiban sebagai seorang muslim.
Setelah melaksanakan salat Isya Bisma belum sempat membuka kancing baju koko dan sarung yang menutupi tubuhnya, sepasang tangan melingkar di perutnya dengan erat.
“Deb, apa yang kau lakukan?” Bisma berkata dengan nada penuh keterkejutan akan sikap perempuan muda yang kini mulai ada dala rencana masa depannya..
Ia tak menyangka Deby yang sudah tiga bulan belakangan semakin dekat dengannya berani berbuat lancang. Walau tak ia sangkal perlakuan Deby membuat sesuatu dalam dirinya menegang.
“Apa mas gak ingin kehangatan. Malam ini rasanya tepat untuk kita memulai sesuatu yang lebih intim .... “ suara Deby terdengar mendesah manja di indera pendengarannya.
Aroma parfum mewah serta pakaian seksi Deby terlihat dari pantulan kaca lemari hias tempat keduanya berdiri saat ini. Dengan jelas setiap lekuk tubuh Deby terpampang nyata. Kulit putih mulus dengan tubuh padat sempurna membuatnya menahan nafas.
Hari ini ia dapat melihat semuanya. Rambutnya yang dicat pirang menambah kesempurnaan kecantikannya. Yang biasanya keseharian Deby menggunakan pakaian tertutup, walau pun dengan hijab yang masih mengikuti mode kekinian, tapi kini hanya selembar kain tipis yang menutupi area berharga miliknya..
“Tapi ini salah Deb .... “ ujar Bisma tegas.
Ia berusaha melepas rangkulan Deby di perutnya. Sejak awal ia sudah berkomitmen tidak akan merusak dan mengganggu yang belum menjadi haknya. Ia sudah berprinsip tidak akan mengambil keuntungan dari setiap hubungan yang ia jalani.
Tapi bukan Deby namanya kalau tidak berhasil dengan keinginannya. Jemarinya mulai menyentuh area sensitif Bisma agar membalas sentuhan yang ia berikan.
“Kita sudah sama-sama dewasa. Dan aku tau apa yang kita berdua inginkan,” ujar Deby menatap tepat di mata Bisma dengan pandangan sayu.
“Tidak,” Bisma menjawab tegas.
“Jangan munafik. Aku tau mas juga menginginkan aku kan? Ayolah mas, kapan lagi kita punya kesempatan seperti ini ....” Deby masih tak menyerah.
Ia tau sorot mata dan bahasa tubuh lelaki tegap di depannya tidak bisa berbohong, dan ia menikmati semuanya. Ia yakin malam ini Bisma akan jatuh dalam pesonanya, seperti dirinya yang tidak bisa tidur tiga bulan belakangan semenjak mengenal Bisma.
Malam-malamnya ia habiskan untuk menghayal menghabiskan waktu berbagi kehangatan dengan laki-laki yang kini sudah hampir berada dalam genggaman.
Bisma teringat pesan almarhum ayahnya. Semenjak ia beranjak dewasa kata-kata untuk selalu menghormati perempuan selalu ia dengar. Ibunya seorang perempuan yang paling ia sayangi dalam hidup, kemudian kakaknya Mayang yang akhirnya memilih berpisah dengan sang suami karena tidak mampu memberikan keturunan dalam kehidupan rumah tangga mereka. Lala batita mungil buah pernikahan antara ia dan Ajeng pun kini mulai bermain di benaknya.
Bisma memalingkan wajah. Bayangan wajah sendu Ajeng tiba-tiba melintas di benaknya. Ia tidak tau, kenapa wajah Ajeng melintas di saat keduanya sudah lama tidak bertemu dan berkomunikasi.
“Mas .... “
Dengan nekat Deby mencuri ciuman di bibir Bisma, melihat tidak ada pergerakan darinya, sedangkan ia sendiri merasakan gelora yang sudah naik ke kepala.
“Hentikan Deby!” akhirnya suara Bisma menggelegar.
Ia menahan tangan Deby dengan tatapan membunuh. Imannya masih kuat, walau pun gejolak dalam tubuh juga berperang ingin dipuaskan setelah satu tahunan tidak melakukan hubungan int*m dengan Ajeng.
Melihat raut Bisma, nyali Deby langsung menciut. Laki-laki yang memperlakukan setiap perempuan dengan penuh hormat itu kini membentaknya. Air mata penuh drama langsung meluncur di pipi mulusnya.
Mendengar isakan Deby tak ayal amarah Bisma langsung cair. Ia paling tidak bisa melihat perempuan menangis. Dengan cepat ia meraih Deby ke dalam pelukan. Membelai rambutnya dengan penuh kasih.
Senyum kecil terbit di ujung bibir tipisnya ketika dirinya berada dalam pelukan Bisma. Ia harus memutar otak agar secepatnya Bisma meresmikan hubungan mereka ke jenjang yang lebih serius. Aroma parfum maskulin dengan dada kokoh membuatnya tak ingin terlepas dari pelukan Bisma.
Ia yakin akan mampu mengikat hati Bisma, walau pun ia tau, hubungan pernikahan Bisma telah berakhir. Tetapi ketuk palu pengadilan belum melegalkan perceraian mereka. Ia pun tidak berani untuk memulai dan mendesak Bisma mempercepat proses yang terjadi dalam rumah tangga mereka yangbelum berumur tiga tahun.
“Maafkan aku .... “ Bisma berkata pelan sambil membelai rambut Deby.
“Aku yang salah, karena tidak bisa menahan .... “ suara isak Deby membuat dramanya benar-benar sempurna di mata Bisma.
“Aku paham,” potong Bisma cepat, “Yakinlah jika telah terjadi ikatan halal, apa pun keinginanmu akan ku turuti .... “
“Tapi mas .... “ suara mendayu Deby menatapnya dengan pasrah.
Bisma menatap lekat wajah Deby. Kembali wajah sendu Ajeng mengganggu pemandangannya. Ia segera melepas rangkulannya dari tubuh ramping dan wangi Deby, dan membiarkan perempuan itu berlalu dari kamarnya.
Ia menghenyakkan tubuh di pembaringan. Matanya tidak mau terpejam, senyum teduh dan tatapan sayu Ajeng kian berkelebat di matanya. Bisma tidak bisa menutupi rasa heran.
Tiba-tiba ia merasakan kerinduan akan suasana rumah tangga yang pernah ia jalani bersama Ajeng dan putri kecil mereka Lala. Sejenak lamunannya kembali ke masa dimana ia masih serumah dengan keluarga kecilnya.
Bisma akui ia memang tidak pernah melibatkan diri untuk bercengkrama dengan putri kecil mereka, apalagi urusan sepele dalam rumah tangga. Ia lebih fokus dengan kariernya di pemerintahan serta perkebunan teh yang berada di Bogor.
Apalagi sebagai staf ahli di kantor walikota, membuatnya disibukkan dengan segala urusan yang berkaitan dengansemua pelaporan. Tak jarang ia pulang malam hari, bahkan sering bepergian mendampingi pak wali mengunjungi berbagai tempat.
Semenjak Ajeng memutuskan meninggalkan rumah yang sudah ia hadiahkan sebagai mahar pernikahan, sejak itulah komunikasi keduanya terputus. Ia semakin menyibukkan diri dengan kantor.
Sedangkan Lala putri kecil mereka yang kini telah berusia satu tahun, ia sangat tau perkembangannya, karena akhir minggu terkadang Mayang selalu membawanya menginap di rumah, untuk menemani kekosongan hatinya begitu ia memutuskan untuk berpisah dengan Rudi.
“Apa kabar Ajeng sekarang?” pertanyaan itu tiba-tiba mengusik kalbunya bersama dengan senyum tulus yang selalu tergambar di wajah ayu mantan istrinya.
Padahal begitu memutuskan untuk menjalin hubungan serius dengan Deby, perempuan yang ia lihat berpakaian sopan dengan menutup aurat, membuat hatinya merasa sejuk dan meneduhkan pandangan, membuat ia melupakan hal lain khususnya Ajeng.
Sifat manja dan aurat yang tertutupi membuat semua kebaikan seorang istri seperti tak berarti di matanya. Ajeng terlalu mandiri dalam bersikap, tidak pernah meminta bantuan, bahkan untuk hal-hal sekecil apa pun.
Ajeng dan Deby, sifat keduanya sangat bertolak belakang. Bersama Deby, Bisma merasakan bahwa dirinya menjadi seorang pria yang sangat dibutuhkan. Deby membuatnya merasakan arti jatuh cinta setelah sekian lama ia ingin merasakan seperti orang kebanyakan.
Memang selama ini Ajeng selalu melayani sebagai seorang istri dan cukup sempurna di matanya. Tapi kehadiran Deby membuat hidupnya lebih berwarna.
Karena itulah ia berani mengucapkan talak untuk kedua kali. Kehidupan rumah tangga yang ia rasakan bersama Ajeng sangat membosankan. Dan ia ingin jika pernikahannya bersama Deby terjalin kelak, maka dia tidak akan membiarkan Deby repot dengan urusan dapur. Ia hanya ingin Deby senantiasa berada di sampingnya.
Walau pun tubuhnya sudah lelah, tapi mata Bisma tak mampu memicing walau sejenak. Bayangan perlakuan Deby barusan membuatnya mengingat urusan ranjangnya bersama Ajeng.