NovelToon NovelToon
Jendela Sel Rumah Sakit Jiwa

Jendela Sel Rumah Sakit Jiwa

Status: sedang berlangsung
Genre:Tamat / Cintapertama / Horror Thriller-Horror / Cinta Terlarang / Cinta Murni / Misteri Kasus yang Tak Terpecahkan / Pihak Ketiga
Popularitas:7.7k
Nilai: 5
Nama Author: AppleRyu

Dokter Fikri adalah seorang psikiater dari kepolisian. Dokter Fikri adalah seorang profesional yang sering menangani kriminal yang mengalami gangguan kepribadian.

Namun kali ini, Dokter Fikri mendapatkan sebuah pasien yang unik, seorang gadis berusia 18 tahun yang mempunyai riwayat penyakit kepribadian ambang (borderline).

Gadis itu bernama Fanny dan diduga membunuh adik tiri perempuannya yang masih berumur 5 tahun.

Apakah Dokter Fikri biaa menguak rahasia dari Fanny?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon AppleRyu, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 22 : Hari Itu

Hari itu mendung, langit dipenuhi awan gelap yang menggantung rendah, seolah-olah mencerminkan suasana hati yang semakin berat. Di sebuah rumah tua yang terpencil, Nazam berdiri dengan tangan gemetar di ruang tamu yang penuh dengan kenangan masa lalu. Suara gemericik hujan di luar jendela menjadi latar belakang yang menambah keheningan yang mencekam.

Nazam berusaha mengendalikan emosinya. Di depannya, istrinya berdiri dengan wajah penuh ketakutan dan kepanikan, memeluk putri kecil mereka, Yunita. Mata istrinya berkilat dengan air mata, sementara Yunita hanya bisa memandang dengan tatapan polos yang tidak mengerti apa yang sedang terjadi.

"Kau harus memberitahuku kebenarannya!" teriak Nazam, suaranya bergetar antara kemarahan dan keputusasaan. "Apa yang terjadi antara kau dan Reino? Siapa Yunita sebenarnya?"

Istrinya menggigil, memeluk Yunita lebih erat. "Aku sudah memberitahumu, Yunita adalah anak kita! Reino tidak ada hubungannya dengan ini!"

Namun, Nazam tidak bisa menerima penjelasan itu. Ada sesuatu yang mengganjal dalam hatinya, sesuatu yang membuatnya merasa dikhianati. Pikiran tentang hubungan gelap antara istrinya dan Reino terus menghantui pikirannya, membuatnya semakin marah dan tidak terkendali.

"Aku tidak percaya padamu!" seru Nazam, mengeluarkan Colt M1911 dari sakunya. Senjata itu berat di tangannya, namun ketegangan dalam dirinya memberinya kekuatan untuk tetap memegangnya dengan kokoh. "Kau harus mengakui semuanya, atau aku tidak tahu apa yang akan kulakukan."

Yunita mulai menangis, suara tangisannya memecah keheningan ruangan. Istrinya semakin panik, berusaha melindungi putrinya. "Tolong, Nazam! Jangan lakukan ini! Yunita tidak bersalah! Dia anak kita!"

Nazam menggelengkan kepala, air mata mulai mengalir di pipinya. Dia merasa seperti berada dalam mimpi buruk yang tidak berujung. "Kau berbohong! Semua ini kebohongan!"

Istrinya berlutut di depan Nazam, masih memeluk Yunita erat-erat. "Demi Tuhan, Nazam! Tolong percaya padaku! Yunita adalah anak kita. Tidak ada yang lain. Kau tahu betapa aku mencintaimu, betapa kita mencintai Yunita."

Namun, kata-katanya seperti angin yang berhembus di telinga Nazam. Kecurigaan dan ketakutan telah menguasai dirinya sepenuhnya. Dia merasa dikhianati, merasa seperti seluruh dunianya runtuh.

"Jika kau mencintaiku, kenapa aku merasa seperti ini? Kenapa aku merasa kau menyembunyikan sesuatu dariku?" Teriaknya, suaranya pecah oleh rasa sakit dan kebingungan.

Istrinya menangis tersedu-sedu, suaranya pecah. "Aku tidak menyembunyikan apa-apa! Semua ini hanya ada di kepalamu, Nazam! Tolong, lihat aku, lihat anak kita. Kami adalah keluargamu. Jangan hancurkan ini."

Nazam merasakan lonjakan kemarahan yang tak terkendali. Pikiran-pikiran gelap menguasai dirinya, membisikkannya bahwa istrinya sedang memanipulasinya, bahwa kebohongan dan pengkhianatan ada di mana-mana. Dengan tangan gemetar, dia mengarahkan senjata ke arah mereka, matanya berkaca-kaca oleh air mata dan kebingungan.

"Tidak! Aku tidak bisa mempercayaimu! Aku tidak bisa hidup dengan kebohongan ini!" teriak Nazam, tangannya semakin kencang menggenggam senjata.

Istrinya berusaha melindungi Yunita dengan tubuhnya, wajahnya penuh ketakutan dan putus asa. "Nazam, tolong! Jangan lakukan ini! Yunita tidak bersalah! Lihat dia, dia hanya seorang anak kecil yang tidak mengerti apa-apa!"

Nazam merasa seluruh duniannya hancur. Tidak ada lagi yang bisa dia percaya, tidak ada lagi yang bisa dia andalkan. Semua yang dia pikir dia tahu terasa seperti ilusi yang memudar di depan matanya.

"Tidak! Jika aku tidak bisa memiliki kebenaran, maka tidak seorang pun bisa!" Dengan teriakan penuh kepedihan, Nazam menarik pelatuk senjatanya.

Suara tembakan menggema di seluruh ruangan, diikuti oleh jeritan histeris dari istrinya. Yunita terjatuh di lantai, darah mengalir dari tubuh kecilnya. Nazam berdiri di sana, terkejut dan merasa hampa. Senjata itu jatuh dari tangannya, berbunyi nyaring saat mengenai lantai kayu.

Istrinya berlutut di samping tubuh Yunita, menangis histeris. "Yunita! Tolong jangan tinggalkan Ibu! Yunita!"

Nazam berdiri di sana, merasa dunia di sekitarnya runtuh. Kenyataan perlahan menyelinap masuk, menghantamnya dengan keras. Dia telah melakukan sesuatu yang tak termaafkan, sesuatu yang akan menghantuinya selamanya.

"Nazam... bagaimana bisa kau melakukan ini?" Suara istrinya terdengar serak oleh tangisan dan kepedihan. "Yunita adalah anak kita... anak kita yang tak berdosa..."

Nazam jatuh berlutut, tangannya menutupi wajahnya yang basah oleh air mata. "Aku... aku tidak tahu apa yang aku pikirkan... aku merasa dikhianati... aku merasa..."

Istrinya memeluk tubuh Yunita yang dingin, menatap Nazam dengan tatapan penuh luka. "Semua ini... semua ini adalah akibat dari rasa curiga dan ketidakpercayaanmu. Kita bisa menyelesaikan ini bersama, tapi sekarang... sekarang semuanya telah hancur."

Nazam tidak bisa mengucapkan apa-apa. Dia hanya bisa menangis, merasakan rasa bersalah yang menggerogoti dirinya dari dalam. Semua yang pernah dia cintai, semua yang pernah dia yakini, telah lenyap dalam sekejap.

Hujan di luar semakin deras, seolah-olah dunia ikut meratapi kehancuran yang baru saja terjadi. Nazam merasakan beban yang tak tertahankan di dadanya, seolah-olah seluruh dunia menimpanya dengan penuh kebencian dan penyesalan.

Istrinya terus menangis, memeluk Yunita dengan erat, berharap keajaiban yang tak akan pernah datang. Nazam hanya bisa melihat, merasakan rasa sakit yang semakin dalam. Dia tahu, tidak ada kata maaf yang bisa menghapus apa yang telah dia lakukan. Tidak ada yang bisa mengembalikan Yunita, tidak ada yang bisa memperbaiki keluarganya yang hancur.

Di tengah kegelapan dan hujan yang deras, Nazam menyadari satu hal yang pasti, dia telah menghancurkan segala sesuatu yang dia cintai, dan dia tidak akan pernah bisa memaafkan dirinya sendiri. Kebenaran yang akhirnya dia temukan bukanlah kebenaran yang dia inginkan, tetapi kebenaran yang akan menghantuinya seumur hidup.

Dengan hati yang hancur, Nazam berdiri, menatap istri dan anaknya untuk terakhir kali. Dia tahu, tidak ada lagi yang bisa dia lakukan untuk memperbaiki kesalahan ini. Dengan langkah yang berat, dia berjalan keluar dari rumah itu, meninggalkan kenangan yang akan selalu menjadi luka dalam hatinya.

Dengan tangan yang bergetar, Nazam merogoh sakunya dan mengeluarkan ponselnya. Layar ponsel itu buram karena air mata yang menggenang di matanya, namun dia tetap mencoba menghubungi polisi. Jarinya menekan tombol-tombol dengan canggung, dan dia menunggu dengan napas tertahan saat dering telepon terdengar di telinganya.

"Polisi Kota Batara, ada yang bisa kami bantu?" Suara di ujung sana terdengar tenang dan profesional.

Nazam merasa tenggorokannya tersumbat oleh emosi yang membuncah. Dengan suara yang pecah dan gemetar, dia berbicara, "Ini... ini AKP Dr. Nazam Fikriyansyah. Saya... saya telah melakukan sesuatu yang mengerikan. Saya butuh polisi datang ke rumah saya. Saya... saya telah membunuh anak saya... Yunita..."

Ada keheningan sejenak di ujung sana, seolah-olah operator polisi itu sedang memproses kata-kata yang baru saja dia dengar. "Tuan Fikriyansyah, Anda dalam keadaan aman? Kami akan segera mengirim petugas ke lokasi Anda. Mohon tetap tenang dan jangan bergerak dari tempat Anda."

Nazam menjatuhkan ponselnya, suaranya bergetar saat dia berbicara lebih kepada dirinya sendiri daripada kepada siapa pun yang mungkin mendengarnya, "Aku tidak tahu apa yang aku pikirkan... aku merasa dikhianati... aku merasa..."

Istrinya masih memeluk tubuh Yunita dengan erat, matanya memandang Nazam dengan campuran rasa sakit, ketakutan, dan ketidakpercayaan. "Nazam, apa yang telah kau lakukan? Mengapa kau lakukan ini?"

Nazam merasa hampa, seperti seluruh hidupnya telah dicabut dari akarnya. Dia tahu bahwa tidak ada penjelasan yang bisa memperbaiki apa yang telah terjadi. Dia telah membuat kesalahan yang tidak termaafkan, dan sekarang dia harus menghadapi konsekuensinya.

Detik demi detik berlalu dalam keheningan yang mencekam. Suara sirine polisi akhirnya terdengar di kejauhan, semakin mendekat dengan cepat. Nazam menatap istrinya untuk terakhir kalinya, air mata masih mengalir di pipinya. "Maafkan aku... aku tidak tahu apa yang aku pikirkan... aku merasa dikhianati... aku merasa seperti..."

Namun, kata-katanya terputus oleh suara ketukan keras di pintu depan. Polisi telah tiba. Nazam berdiri, mengangkat tangannya perlahan saat pintu terbuka dan beberapa petugas polisi masuk ke dalam rumah. Mereka bergerak cepat, memastikan situasi terkendali.

"Saya AKP Dr. Nazam Fikriyansyah," katanya dengan suara lemah. "Saya yang menelepon. Saya... saya telah melakukan sesuatu yang mengerikan. Saya telah membunuh anak saya... Yunita..."

Petugas polisi mengangguk, memasangkan borgol di pergelangan tangan Nazam dengan hati-hati. "Anda memiliki hak untuk tetap diam. Apapun yang Anda katakan dapat dan akan digunakan sebagai bukti di pengadilan. Anda memiliki hak untuk didampingi oleh pengacara..."

Nazam hanya bisa mendengarkan dengan pasrah, merasa seluruh dunianya runtuh di sekelilingnya. Dia dipimpin keluar dari rumah, melalui hujan yang masih terus turun tanpa henti. Setiap langkah terasa berat, seolah-olah dia sedang berjalan menuju akhir dari segala sesuatu yang pernah dia ketahui.

Di luar, lampu-lampu biru dan merah dari mobil polisi berkedip-kedip, menerangi kegelapan malam. Para tetangga berkumpul, berbisik-bisik satu sama lain, tatapan mereka penuh dengan keheranan dan ketakutan. Nazam tahu bahwa hidupnya tidak akan pernah sama lagi. Dia telah kehilangan segalanya, dan dia harus membayar untuk kesalahan yang telah dia buat.

Saat dia dibawa masuk ke dalam mobil polisi, Nazam merasakan dinginnya malam menusuk kulitnya. Namun, rasa dingin itu tidak sebanding dengan kekosongan yang ada di dalam hatinya. Dia tahu bahwa tidak ada yang bisa mengubah apa yang telah terjadi, dan dia harus hidup dengan penyesalan itu selama sisa hidupnya.

1
Livami
kak.. walaupun aku udah nikah tetep aja tersyphuu maluu pas baca last part episode ini/Awkward//Awkward//Awkward/
aarrrrgh~~~
Umi Asijah
masih bingung jalan ceritanya
ᴬᵖᵖˡᵉᴿʸᵘ
Novelku sendiri
Livami
orang kayak gitu baik fiksi ataupun nyata tuh bener2 bikin sebel dan ngerepotin banget
Livami
huh.. aku suka heran sama orang yang hobinya ngerebut punya orang... kayak gak ada objek lain buat jadi tujuannya...
Umi Asijah
bingung bacanya..😁
ᴬᵖᵖˡᵉᴿʸᵘ: Ada yang mau ditanyain kak?
total 1 replies
Livami
terkadang kita merasa kuat untuk menghadapi semua sendiri tapi ada kalanya kita juga butuh bantuan orang lain...
Livami
ending episode bikin ademmm
Livami
ok kok semangat thor
Livami
woo.. licik juga Tiara
semangat tulis ya Thor /Rose/
bagus ceritanya
Livami
bagus Lo Thor.. ditunggu up nya.. semangat/Determined//Determined//Determined/
LALA LISA
tidak tertebak...
Sutri Handayani
pffft
LALA LISA
ending yang menggantung tanpa ada penyelesaian,,lanjut thoor sampai happy ending
LALA LISA
benar2 tak terduga ..
LALA LISA
baru ini aku Nemu novel begini,istimewa thoorr/Rose/
ᴬᵖᵖˡᵉᴿʸᵘ: Terimakasiiih
total 1 replies
LALA LISA
cerita yg bagus dengan tema lain tidak melulu tentang CEO ..semangat thoorr/Rose/
Reynata
Ngeri ya
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!