Hilya Nadhira, ia tidak pernah menyangka bahwa kebaikannya menolong seorang pria berakhir menjadi sebuah hubungan pernikahan.
Pria yang jelas tidak diketahui asal usulnya bahkan kehilangan ingatannya itu, kini hidup satu atap dengannya dengan status suami.
" Gimana kalau dia udah inget dan pergi meninggalkanmu, bukannya kamu akan jadi janda nduk?"
" Ndak apa Bu'e, bukankah itu hanya sekedar status. Hilya ndak pernah berpikir jauh. Jika memang Mas udah inget dan mau pergi itu hak dia."
Siapa sebenarnya pria yang jadi suami Hilya ini?
Mengapa dia bisa hilang ingatan? Dan apakah benar dia akan meninggalkan Hilya jika ingatannya sudah kembali?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon IAS, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
STOK 16: Sedikit Membingungkan
Nizam berada di galeri milik Tara plus kantornya. Ini berbeda dengan galeri dan kediaman yang waktu itu didatangi oleh Santiago. Ya, itu adalah tempat kamuflase yang digunakan tara untuk mengecoh semua orang yang ingin merusak ataupun mencuri karya yang ia buat. Maka dari itu waktu itu Pelmo--anak buah santiago merasa heran mengapa banyak lukisan yang sepertinya belum selesai.
Semu lukisan itu memang benar punya Tara, tapi itu adalah lukisan gagal, atau lukisan yang dibuat saat Tara kehilangan moodnya sehingga tidak ada yang selesai.
" Huh, bodo banget sih tuh orang. Ambil aja tuh The Beautiful Golden Sunset palsu. Kalian nggak akan dapat apapun dari lukisan itu hahahah."
Tawa Nizam sungguh jahat sekarang ini. Ya dia amat sangat puas dengan apa yang ia lihat waktu itu.
Ternyata perasaan Pelmo waktu itu tidak salah ketika dia merasa bahwa dirinya diawasi. Orang itu adalah rekan Nizam yang bernama Luhan. Luhan adalah rekan Nizam yang juga sudah lama bekerja untuk Tara. Jika Nizam bergerak untuk menangani bagian administrasi layaknya seroang ajudan sekaligus asisten pribadi, maka Luhan bergerak seperti pengawal pribadi dari Tara.
Dan hilangnya Tara waktu itu membuat Luhan frustasi. Ia merasa sangat bodoh karena tidak mengikuti feeling nya untuk mengikuti Tara.
" Han, buset deh senyum napa. Mukamu asem. Bekerjalah dengan senyuman Han?"
" Kamu mah enak bilang gitu karena udah ketemu Bos, lha aku."
Luhan kembali murung, rasa bersalahnya masih begitu besar membelenggu dirinya.
Plak
Nizam menepuk punggung sang rekan. Ia lalu mengatakan bahwa semua sekarang sudah baik-baik saja. Dan Luhan tidak perlu merasa bersalah seperti itu lai karena Tara juga tidak mempermasalahkannya.
" Semua ini bagian dari musibah Han, siapa sangka Bos akan dijebak. Dan anehnya waktu Bos terkahir pergi dia juga nggak bilang sama kita. Klien yang meminta Bos datang sama sekali nggak ada menghubungiku lebih dulu. Bukannya biasanya semua lewat aku ya?"
Inilah yang Nizam pikirkan dari kemarin. Dia mencoba mengacak-acak ponsel dan surat elektronik miliknya, namun sama sekali tidak menemukan siapa yang membuat janji dengan sang bos.
Sedangkan Luhan, dia pun sama. Pada saat Tara pergi, dia sama sekali tidak diizinkan untuk ikut. Tara mengatakan bahwa dirinya tidak akan lama karena hanya akan membahas mengenai apa yang diinginkan orang yang mengundangnya.
" Han, coba cek ke pelabuhan. Pada tanggal itu kapal pesiar mana yang menepi dan mengangkut penumpang."
" Aku udah ceh Zam, ada dua kapal. Tapi aku nggak bisa cek sistem keamanan di sana, karena nggak dibolehin."
Duagh!
Nizam memukul meja di depannya dengan sangat keras. Matanya melotot ke arah Luhan dan hampir saja ia melayangkan sebuah pena ke kepala rekannya itu. Nizam saat ini geram kepada sang teman. Tapi apa mau dikata, Luhan memang lebih bisa diandalkan ototnya ketimbang otaknya.
" Kapan kamu nyari nama kapal-kapala itu Han."
" Sekitar 2 atau 3 minggu yan lalu lah."
Arghhhhh
Nizam benar-benar kesal dengan rekan kerjanya itu. Dia bangkit dari duduknya dan segera keluar dari kantor.
Luhan memanggil dan mengejar Nizam tapi ia acuh. Hingga keduanya naik mobil, dan Nizam langung membawa mobilnya dengan cepat.
" Mau kemana?"
" Ke tempat Tuan Nayaka. Semua gara-gara kamu yang lemot sumpah. Pengen ku hiiih kamu ini."
Luhan menatap datar ke arah Nizam, ia sama sekali tidak mengerti mengapa temannya itu terlihat kesal. Tapi Luhan tetap mengikuti Nizam. Terlebih mereka katanya mau ke tempat dimana Nayaka berada. Berarti adalah markas Wild Eagle, dan Luhan senang jika datang ke tempat itu karena dia akan sedikit menggerakkan badan bersama para anggota Wild Eagle.
Sesampainya di sana Nizam langsung masuk, dan beruntung Nayaka juga sedang ada di sana. Secara singkat Nizam mengatakan tentang penemuan yang baru saja ia dapatkan dari Luhan. Dimana ternyata apa yang dikatakan oleh Nizam sama dengan dugaan yang Nayaka punya.
Nama dua kapal yang disebutkan Nizam sama dengan kapal yang sedang berusaha diselidiki oleh Nayaka.
" Lalu, apakah sudah terlihat hasilnya Tuan?" Nizam sangat penasaran, karena dia ingin segera tahu siapa yang saat ini mengincar sang bos.
" Hasilnya tidak terlalu signifikan, karena dua kapal itu merekam sosok Tara secara bersamaan. Tanggal, jam, bahkan menit dan detiknya pun sama."
" Apa?"
Nizam mengacak rambutnya kasar. Ini seperti mencari tumpukan jarum dalam jerami. Tapi apapun itu ia harus segera melaporkannya kepada Tara dan Nayaka setuju akan hal tersebut. Siapa tahu dengan rekaman kamera pengawas yang menampilkan sosoknya itu bisa membuatnya ingat.
" Tuan, apakah kita perlu datang ke tempat dimana dua kapal itu berada?"
" Tenang aja, aku udah ngirim anak-anak ke sana. Kapal yang satu dengan menepi di perairan Selat Malaka, dan yang satu sedang berada di perairan Selat Bali."
Nizam lega, memang sepupu dari bosnya ini bisa diandalkan untuk hal-hal seperti ini.
Pletak
Nizam kembali memukul kepala Luhan. rasa kesalnya masih berlanjut hingga sekarang. Andai saja Luhan cepat mengatakan tentang dua kapal yang disebutkan tadi, tentu mereka sudah bergerak dari kemarin-kemarin dan hasilnya akan lebih cepat juga di dapat.
" Zam, udah dong jangan mukul terus."
" Habisnya kamu ngeselin sumpah. Huft!"
Nayaka hanya terkekeh geli melihat dua anak buah kakak sepupunya itu. Tapi dia cukup senang dan bangga karena keduanya masih setia terhadap tuan mereka meskipun saat ini sedang tidak ada di tempat.
Akan tetapi ekspresi wajah Nayaka seketika berubah saat mendapat sebuah pesan dari anak buahnya. Dua dari orang yang ia tugaskan pada masing-masing kapal memberi kabar secara bersamaan.
" Sial, mereka rapi banget ngelakuinnya. Aku jadi penasaran, siapa orang yang ada di balik ini semua."
Wajah Nayaka mengeras, baru kali ini dia menghadapi sesuatu yang menurutnya sedikit sulit. Benar ucapan yang menyebar di masyarakat bahwa tidak sesuatu yang sempurna dan kali ini Nayakan merasakan hal tersebut. Ia mengalami kebuntuan.
" Kita harus benar-benar nunggu Abang buat inget apa yang terjadi di kapal itu," celetuk Nayaka.
" Eh, memangnya ada apa Tuan?"
" Anak buahku baru aja ngabari, masing-masing kapal mengatakan bahwa mereka melihat Abang pada waktu yang kita beritahukan."
" Apa?"
TBC