NovelToon NovelToon
Lonceng Cinta

Lonceng Cinta

Status: tamat
Genre:Tamat / CEO / Nikah Kontrak / Cinta Seiring Waktu / Angst / Romansa / Slice of Life
Popularitas:6.7k
Nilai: 5
Nama Author: Mbak Ainun

Alya harus menjalani kehidupan yang penuh dengan luka . Jatuh Bangun menjalani kehidupan rumah tangga, dengan Zain sang suami yang sangat berbeda dengan dirinya. Mampukah Alya untuk berdiri tegak di dalam pernikahan yang rumit dan penuh luka itu? Atau apakah ia bisa membuat Zain jatuh hati padanya?

Penasaran dengan cerita nya yuk langsung aja kita baca....

yuk ramaikan....

Update setiap hari....

Sebelum lanjut membaca jangan lupa follow, subscribe, like, gife, vote and komen ya...

Buat yang sudah baca lanjut terus , jangan nunggu tamat dulu baru lanjut. Dan buat yang belum ayo buruan segera merapat dan langsung aja ke cerita nya, bacanya yang beruntun ya, jangan loncat atau skip bab....

Selamat membaca....

Semoga suka dengan cerita nya....

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mbak Ainun, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 29

Ia mengeringkan rambut sang suami, tanpa berbicara. Dan Zain pun ikut diam, menikmati apa pergerakan jari jemari tangan sang istri. Manik mata Zain masih memperhatikan raut wajah sang istri, tampaknya Alya lebih banyak diam.

"Apa ada yang terjadi hari ini?"

Pergerakan tangan Alya berhenti, ia melirik sang suami melalui kaca. Sama halnya dengan Zain, kepala Alya mengeleng kecil menjawab pertanyaan yang diberikan oleh Zain.

"kenapa kau terlihat aneh? Lebih banyak diamnya, sedari makan malam. Sampai selesai masih diam," lanjut Zain.

"Memangnya apa yang terjadi? Rasanya tidak ada yang terjadi." Alya bersuara juga pada akhirnya.

Tidak butuh waktu lama untuk mengeringkan rambut hitam legam milik sang suami, Alya mematikan hairdryer. Mencabut colokan, meletakkan di atas meja.

Tangan Zain dengan cepat menahan pergelangan tangan sang istri, agar Alya tidak melangkah pergi dari hadapannya.

"Apakah Mira menemui mu lagi?" tanya Zain mencari kejujuran Alya.

.

.

.

Alya bangkit dari posisi tidurnya, terduduk perlahan. Matanya sulit sekali untuk terpejam, sedangkan sang suami sudah terlelap dari 2 jam yang lalu. Alya diminta untuk tidur satu ranjang dengan Zain, dimulai sejak kejadian di kantor, Zain.

"Astaghfirullah, Ya Allah," gumam Alya lirih.

Telapak tangannya bergerak mengusap kasar wajahnya, Alya melirik jam di atas nakas tepat di samping ranjang. Waktu menunjukkan pukul 24.00 WIB, dan gadis ini masih tidak bisa memejamkan kedua matanya. Alya melirik ke arah belakang, di mana sang suami masih berkelana dalam mimpinya. Alya turun dari atas ranjang, melangkah keluar dari pintu kamar.

Pencahayaan ruangan lantai atas tampak temaram, meskipun demikian ia masih bisa melihat dengan sangat jelas. Alya melangkah mendekat teras lantai atas, dibukanya perlahan pintu. Ditutupnya kembali, dinginnya angin malam menerpa wajah Alya begitu saja. Gadis itu tak ambil pusing, ia berdiri di pembatas, yang langsung menghadap ke arah kolam renang di bawah sana.

Disaat-saat seperti ini, Alya merindukan orang-orang terkasihnya. Hidup di lingkungan baru, dengan orang-orang baru begitu sulit untuk Alya.

"Nenek," gumam Alya terdengar pecah.

Kedua matanya berkaca-kaca, bulir bening jatuh begitu saja. Ia merindukan neneknya yang jauh di sana, walaupun sang nenek selalu saja mengatakan kalau dirinya baik-baik saja. Alya tetap saja merasa tak tenang meninggalkan sang nenek, mengingat Alya lebih lama menghabiskan waktu bersama nenek daripada kedua tuanya.

Alya berjongkok, bibir bawahnya bergetar. Mati-matian Alya untuk tidak mengeluarkan suara apapun, sulit untuk Alya terus menerus seperti ini. Dan Alya terus berusaha untuk mengalihkan perasan rindunya, rindu akan keluarga dan kampung halaman.

"Kenapa, kau berada di sini?"

Derap langkah kaki dan suara bariton berat itu menyentak Alya, kedua tangannya dengan cepat mengusap kasar air matanya. Lalu bangkit dari posisi berjongkoknya, kedua sisi bahu Alya terasa hangat kala selimut di sematkan di kedua sisi bahunya. Alya menunduk, beberapa kali berdehem kecil. Agar suara yang keluar dari mulutnya, tidak terdengar pecah.

"Cari angin, Mas. Mas Kenapa bisa keluar?" Alya menundukkan pandangan matanya.

Zain masih memperhatikan gadis di depannya ini dengan saksama, Zain tersentak dari tidurnya saat pintu ditutup oleh Alya. Pria ini khawatir pada gadis hitam manis satu ini, mengingatkan kejadian yang pernah menimpa Alya. Usman berpesan untuk Zain menjaga Alya, memperhatikan gadis manis satu ini. Lantaran Alya selalu terlihat begitu kuat, di hadapan orang-orang.

"Kenapa cari angin sejauh ini, kan bisa ke balkon kamar," sahut Zain pelan.

"Apakah ada sesuatu yang bikin kau tak nyaman? Atau perlu minum obat?"

Kepala Alya mengeleng kecil.

"Gak, Mas. Gak usah."

"Angkat kepalamu, Alya. Aku tidak bisa melihat wajahmu," titah Zain.

Dengan ekspresi wajah ragu, Alya mengangkat kepalanya. Hingga netra teduh itu langsung beradu tatap dengan netra hitam milik Zain, dapat pemuda ini melihat sisa air mata yang membuat bulu mata bawah Alya menyatu. Kedua sisi bibirnya di tarik ke atas, hanya untuk meyakinkan sang suami bahwasannya dirinya baik-baik saja.

Zain mendesah kecil, ia merapatkan selimut yang ia bawa. Agar tubuh sang istri tidak langsung terkena angin malam, yang tidak baik untuk tubuh.

"Mau minum susu hangat dulu, sebelum tidur? Biasanya itu bisa membatu," tawar Zain.

Alya mengangguk perlahan, menyetujui. Zain mengulurkan tangannya, untuk Alya genggam. Gadis itu tidak perlu sungkan meraih tangan sang suami, keduanya melangkah menuju pintu keluar.

Melangkah beriringan menuju anak tangga untuk turun ke bawah, di sela langkah kaki keduanya. Tidak ada yang bersuara. Seakan-akan keduanya sibuk dengan pemikiran masing-masing, tak butuh waktu lama untuk sampai di dapur.

Zain melepaskan genggaman tangan Alya terlebih dahulu, melangkah menghidupkan lampu. Lalu kembali melangkah ke arah kitchen set, tangannya bergerak dengan cepat meraih dua gelas.

Mengisinya yang dengan susu bubuk, kemudian setengah air panas. Dan diisi kembali dengan air putih dingin, tidak begitu banyak. Alya hanya memperhatikan bagaimana cekatan Zain bekerja, susu hangat siap dihidangkan di atas meja mini bar tak jauh dari kitchen set.

"Duduklah," perintah Zain.

Alya menurut saja, keduanya duduk di mini bar. Zain lebih dahulu menyesap susu hangat miliknya, sebelum diikuti oleh Alya.

"Bagaimana?" tanya Zain kembali bersuara.

Alya mengulum senyum. "Manis," jawab Alya membawa kekehan kecil keluar dari bibir Zain.

Dahi Alya berlipat, dan mengigit bibir bawahnya.

"Bukan rasa susunya, aku tanyakan. Aku sedang menanyakan bagaimana perasaanmu ," tutur Zain setelah menghentikan kekehan kecilnya.

Kedua tulang pipi Alya naik tinggi, ia malu. Ia pikir rasa susu yang dibuat oleh sang suami, kepalanya tertunduk. Kedua sudut bibirnya terangkat tinggi ke atas, melengkung.

"Oh, itu sedikit lebih baik, Mas," jawab Alya terdengar malu-malu kucing.

Zain mengulum bibirnya, kalau diperhatikan dengan saksama. Gadis di sampingnya ini terlihat cantik ketika tersenyum, apalagi saat tersenyum malu.

"Bagaimana dengan kampus, yang kau lihat tadi? Apakah ada yang kurang?"

.

1
Annisa Rahman
Mari mari yuk mampir kesini ditinggu kedatangannya
bolu
selama baca dari chapter 1-22 jalan ceritanya sangat bagus dan fresh, tolong secepatnya update chapter ya kak ✨🌼
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!