Soya Pinkblack Wijaya, pewaris tunggal Wijaya Company yang berusia 18 tahun, adalah gadis ceria, cantik, dan tomboy. Setelah ibunya meninggal, Soya mengalami kesedihan mendalam dan memilih tinggal bersama dua pengasuhnya, menjauh dari rumah mewah ayahnya. Setelah satu tahun kesedihan, dengan dorongan sahabat-sahabatnya, Soya bangkit dan memulai bisnis sendiri menggunakan warisan ibunya, dengan tujuan membuktikan kemampuannya kepada ayahnya dan menghindari perjodohan. Namun, tanpa sepengetahuannya, ayah dan kerabat ibunya merencanakan perjodohan. Soya menolak, tetapi pria yang dijodohkan dengannya ternyata gigih dan tidak mudah menyerah.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nancy Br Sinaga, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
22
"Iya, iya! galak banget sih." Alex memperbaiki piyamanya saat tubuh tegap dan kekarnya berhasil Soya singkirkan dari atas ranjangnya.
"Sekarang keluar, aku mau mandi. Duh Jino sama Hana pasti nyariin nih," gumamnya, sambil mencari ponsel yang entah ditaruh dimana oleh tangan mulusnya.
Alex yang masih memiliki keinginan berada dikamar itu celingukan melihat Soya yang sedang tampak kebingungan. "Cari apa, sih?" tanya Alex.
"Nggak perlu tahu, sana pergi. Kita sudah membuat perjanjian sesuai keinginanmu kan! so, get out!" seru Soya, menatap penuh ancaman membuat Alex menundukkan kepalanya, kaki jenjangnya mau tak mau harus segera membawanya keluar dari kamar itu. Akhirnya dengan sangat mengenaskan Alex diusir begitu saja dadi kamar Soya setelah perjanjian konyol mereka buat.
Siang di kediaman Soya tampak beda hari ini. Makan siang yang tak pernah tersaji di meja makan, kini tersaji dengan beraneka ragam. Siapa lagi jika bukan karena kedatangan Alex di kediaman itu. Pagi yang seharusnya Alex dan Soya gunakan untuk bekerja dan bersekolah, justru mereka gunakan untuk membuat kedua paruh baya itu mengulum bibir mereka, takut jika tawa yang sedang mereka tahan akan meledak dan membuat nona mereka merasa malu.
"Kapak, Om, akan pulang?" tanya Soya yang masih sibuk dengan ponselnya belum menyentuh makanan yang sedari tadi sudah bibi Hilda hidangkan. Sedangkan Alex dengan penuh khidmat menikmati makanan yang sangat menggugah seleranya itu tanpa memperdulikan Soya yang sedang mengoceh.
"Om!" seru Soya.
Alex meletakkan sendok yang ada di tangannya dan menatap gadis remaja dihadapanya ini, "Nantikan bisa ngobrolnya, aku lagi makan nih. Kamu juga jangan main ponsel terus, nggak boleh begitu di depan makanan!" tutur Alex, dengan mulut yang penuh makanan.
Soya menatap Alex dengan tajam, "Dia ini CEO apa kuli bangunan sih!" gumam Soya dalam hati, mencibir pria dihadapannya itu.
Sedangkan dua paruh baya yang berada disana justru membantu Alex mengambil makanan, berbanding terbalik dengan Soya yang menyaksikan Alex makan dengan lahapnya tak lupa dengan cibiran yang terus keluar dari dalam hatinya.
"Bi, besok-besok kalau saya kesini, tolong masak seperti ini lagi ya."
Alex tersenyum dengan mata berbinar memandang takjub makanan yang berjajar di depannya bagai melihat para Finalis Miss Universe itu. Soya yang mendengar permintaan Alex kepada pengasuhnya hanya bisa cengo bagai kambing melihat temannya berubah menjadi spiderman.
Alex yang tahu jika perkataan Soya merupakan kalimat sindiran untuknya tak menggubris sama sekali. Justru ia malah tersenyum mengarah ke bibi Hilda dan itu membuat Soya sangat kesal.
"Kalau nggak ada perjanjian sialan tadi sudah aku usir pria tua ini, oh Tuhan! berakhirlah duniaku yang nyaman," batin Soya menjerit seakan ingin kembali ke beberapa jam lalu dsn menendang p*ntat pria tua itu jika ia tahu Alex diam-diam naik ke ranjangnya.
...***...
Senja yang menunjukkan jingga membuat Soya tak berkedip melihat sinar kemerahan itu bertebaran di ufuk barat. Hatinya menghangat, teringat jelas di ingatannya tentang sang ibu yang selalu berteriak padanya saat ia masih kecil.
"Soya, senja, sudah mainnya Nak! "
Seperti sebuah bianglala, ingatan itu terus berputar di kepala Soya. Masa-masa indah sang ibu masih berada disisinya.
"Jika saja, aku bisa meminta. Aku akan tukar segala hal yang ku miliki. Agar ibu bisa kembali kesini," bisiknya dalam hati.
Tanpa terasa air bening dari sudut matanya mulai menggenang siap tumpah jika Soya berkedip satu kali saja.
"Apa ibu akan setuju dengan Ayah. Jika, ibu tanu aku mendapat calon suami seorang Duda!" cicit Soya, sambil menarik sudut bibirnya, menertawakan kekonyolan para orang tua. Jika dia harus mengikuti perkataan sang ayan tentang nasib yang harus ia jalani demi sebuah kebahagiaan. Tanpa dia sadari lamunannya membuat seseorang yang tengah memandangnya dari depan pintu gerbang rumahnya mencebik kesal.
Seorang pria memakai setelan seragam sekolah berjalan tanpa memperdulikan langkah kakinya. Hingga sampailah dia tepat di belakang gadis 18 tahun itu.
Puk
Tepukan halus darinya membuat Soya menoleh. "Astaga, bikin kaget saja!" seru Soya sambil memegang dadanya karena terkejut.
"Kemana sih? Di telepon juga nggak di angkat!" serunya membuat Soya menutup kedua telinganya.
Pria berseragam bertuliskan SMA KONOHA di lengan sebelah kanannya itu merenggut dan berjalan ke arah sofa dan membanting tubuhnya disana.
"Kenapa, sakit?" cetusnya.
"Nggak," jawab Soya singkat dan ikut duduk disebelah pria yang selalu ada untuknya.
"Hana mana?" tanyanya.
"Di rumahnya lah. Aku habis dari PUNAMU . Ada keributan tadi pagi di sana," ujar Jino.
Soya yang mendengar nama salah satu distro miliknya itu mengerutkan kening, "Kok aku nggak tahu!" ujarnya sedikit bingung.
"Makanya kalau punya ponsel tuh dihidupin," kesal pria dengan maya sedikit sipit itu.
"Sorry, keributan apa, terus anak-anak gimana?" tanya Soya pada pria yang tak lain adalah Jino, sahabat terbaiknya.
"Biasalah Anak Punk yang biasa ngobat sama ngelem tepar disana!"
"Anak punk yang basecamp nya di dekat jembatan itu?" tanya Soya memastikan, Jino pun mengangguk mengiyakan.
Soya memegang dagunya berfikir, "Bukannya dua bulan lalu mereka sudah janji nggak bikin ribut lagi di area itu. Kenapa sekarang begini lagi."
"Nggak tahu, yang pasti gerombolan anak-anak punk itu sekarang ketuanya beda. Bukan si rambut ijo lagi, dan aku lihat wajah mereka juga nggak sama," ujar Jino mencoba mengingat wajah-wajah anak punk yang dia temui tadi pagi.
"Terus, Dani, Kino, sama yang lain gimana?" tanya Soya.
"Ya sudah kita kesana, lihat situasi. Kalau nggak bisa dibilangin kita usir seperti biasa. Biar nggak meresahkan." Jino mengangguk.
Soya mengambil tas serta menarik jaket kulit yang ia letakkan di gantungan baju. Dia berjalan cepat menuruni tangga.
"Soya!" panggil pria yang dari semalam berada di kediamannya. Alex langsung membuka pintu kamarnya sesaat ia mendengar pintu kamar Soya terbuka.
Jino yang masih berada di tengah tangga menoleh bersamaan dengan Soya yang sudah hampir menyentuh lantai dasar. Jino mengerutkan keningnya. Kenapa si duda ini ada disini, pikirnya.
Soya menepuk jidatnya keras, "Ya ampun! lupa, kalau ada Pak tua itu disini!" jerit Soya dalam hati.
"Ya!" ujar Jino sambil menggertakkan giginya. Soya yang mendapat tatapan membunuh dari Jino hanya bisa tersenyum seadanya. Seakan mengatakan 'aku bisa jelaskan'.
Soya memutar tubuhnya dan kembali naik keatas. "Tunggu aku di bawah!" pintanya kepada Jino sedikit menepuk lengan remaja itu pelan. Jino yang tak ingin membuat keributan, memilih mengikuti permintaan Soya walau sedikit dengan perasaan kesal.
Sesampainya di atas. Soya langsung menarik Alex masuk kedalam kamar yang ditempatinya dari semalam, "Aku mau pergi. Om bisa pulang." Soya mengatakan itu dengan sedikit nada memohon. Tanpa memandang ke arah Alex.
Pria berstatus duda itu menatap tak percaya jika Soya memintanya untuk pergi hanya karena kedatangan Jino dirumah itu. Soya yang tak mendengar jawaban dari Alex langsung mendongak menatap kedua manik milik Alex, "Apa karena anak ingusan itu ada disini, dan kau takut membuatnya salah paham? kau menyukainya?" ujar Alex dengan nada sedikit kesal. Sejujurnya Alex sudah mengetahui kedatangan Jino dari tadi, tetapi karena ia ingin tahu aoa yang sedang kedua remaja itu bicarakan Alex memilih menunggu, tetapi saat dia tahu Soya akan pergi. Alex merasa tidak terima dia ditinggalkan begitu saja.
Duh makin penasaran nih kelanjutannya.