Alaish Karenina, wanita berusia dua puluh sembilan tahun itu belum juga menikah dan tidak pernah terlihat dekat dengan seorang laki-laki. Kabar beredar jika wanita yang akrab dipanggil Ala itu tidak menyukai laki-laki tapi perempuan.
Ala menepis semua kabar miring itu, membiarkannya berlalu begitu saja tanpa perlu klarifikasi. Bukan tanpa alasan Ala tidak membuka hatinya kepada siapapun.
Ada sesuatu yang membuat Ala sulit menjalin hubungan asmara kembali. Hatinya sudah mati, sampai lupa rasanya jatuh cinta.
Cinta pertama yang membuat Ala hancur berantakan. Namun, tetap berharap hadirnya kembali. Sosok Briliand Lie lah yang telah mengunci hati Ala hingga sulit terbuka oleh orang baru.
Akankah Alaish bisa bertemu kembali dengan Briliand Lie?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Alfian Syafa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 9. Briliand Lie
"Sarapan apa, La?" tanya Laras.
Mereka baru selesai absensi pulang dan berjalan keluar pabrik. Mencari makanan yang enak untuk dimakan pagi ini. Suasana pabrik seperti biasanya. Ramai para karyawan berkerumun di tukang dagang untuk sarapan sebelum bekerja. Shift pagi pulang jam enam dan lanjut nanti jam tujuh agar mesin ada istirahatnya sebentar.
Tidak ada tukang dagang yang sepi pembeli, semua tukang dagang pasti ada pembelinya. Membuat Ala pusing lihat kerumunan ini. Masih pagi tapi sudah penuh. Belum lagi di aula tempat istirahat, sudah banyak orang yang duduk. Menikmati sarapan mereka masing-masing. Mungkin kalau sarapan di rumah nggak tertelan karena buru-buru.
Kebanyakan sih makan kue, roti atau gorengan. Ada juga sih yang menu sarapannya nasi karena sudah terbiasa dan kalau nggak makan nasi cepat lapar.
Ala dan Laras sendiri sudah biasa sarapan aneka kue, roti basah atau kering dan mie instan. Cuma mereka sekarang bingung mau makan apa.
"Sate lontong aja yuk. Kok pengen ya?" Ala menunjuk ke arah penjual sate lontong yang tidak terlalu ramai.
Tadi penuh tapi udah pada pergi, mau bubur ayam tapi Ala nggak suka bubur kalau nggak pengen banget. Tempatnya juga udah penuh pembeli. Belum lagi kalau lihat orang makan bubur di aduk. Bikin Ala nggak napsu makan.
"Gue bayarin!" kata Ala. Menarik tangan Laras.
Melihat Laras bingung Ala udah paham. Soalnya sate lontong seporsi ya lumayan juga bagi Laras. Sepuluh ribu aja sih tapi nggak tahu kenapa muka dia bingung. Setahu Ala ya kalau muka banyak mikir tuh kayak lagi kanker alias kantong kering.
"Bukan gitu, gue males banget, La. Pagi-pagi makan itu. Pengen yang seger," ucap Laras.
"Soto ayam gimana? Makan di sana aja yang di ujung!"
"Gila apa lo, jalan kaki ke sana?"
"Pulang dulu lah ambil motor!"
Ala kemarin kan di antar Agung jadi dia nggak bawa motor. Biasanya dia bawa meski dekat sama pabrik, tapi buat jaga-jaga kalau pengen cari sarapan yang agak jauh. Kadang bosen kan sama menu di sekitar pabrik yang itu-itu aja.
"Baiklah kalau begitu."
Laras nurut aja, hari ini dia lelah karena linenya bermasalah. Bahkan kena omel sama Mbak Yuli. Jadi beban pikiran dan nggak fokus. Butuh yang seger-seger buat memulihkan tenaganya.
Ala pun mengambil motornya. Hasil dari jerih payahnya sendiri selama ini. Itu motor baru lima bulan karena tadinya Ala pikir nggak butuh motor. Dekat pabrik ada mini market dan sekitar sana ada banyak pedagang makanan dan juga sayuran mentah. Nggak lengkap tapi ya praktis lah.
Lama-lama Ala pikir butuh juga buat bepergian kalau jenuh. Kemarin pas ke kafe itu mau pakai motor tapi Laras takut diboncengin Ala. Apalagi lewat jalan raya. Jadi milih pakai taksi online.
Makanya Ala pulang naik bus gara-gara gawainya kehabisan baterai dan nggak bisa pesan ojol.
"La, lo mau ngomong apa emang tadi pas lagi absen?" tanya Laras.
Mereka udah sampai di tempat soto. Tempatnya lega karena di ruko beda sama depan pabrik yang pakai tenda dan hanya ada dua meja panjang dan empat kursi panjang aja.
Sotonya belum datang tapi minuman udah. Teh manis panas untuk memberikan kehangatan pada perut mereka yang baru saja kelelahan karena shift malam. Muka kusut juga nggak peduli wong ya mereka masih pake seragam. Orang pasti paham kalau abis pulang kerja.
"Tar aja di kontrakan. Lo nggak ada kerjaan kan?" tanya Ala.
Laras menggeleng, mau jawab ada pelayan bawa pesanan mereka.
"Kan lakik gue masuk pagi, La," kata Laras kemudian setelah pelayan itu pergi.
Ala memberikan perasan jeruk nipis, kecap dan sambal. Dia gila pedes jadi mau banyak nggak bikin perutnya sakit. Kalau Laras dikit karena masih pagi takut sakit perut.
"Ya udah nanti aja gue cerita biar Lo tahu kisah hidup gue!"
Laras tersenyum, lega karena akhirnya Ala mau terbuka sama dia. Laras berpikir mungkin Ala meresapi kata-katanya semalam. Laras harap habis ini Ala akan terus terbuka dan berbagi beban kepadanya.
Bukankah begitu konsepnya bersahabat? Saling berbagi keluh kesah. Tolong menolong dan selalu ada baik suka maupun duka. Ya meski ada yang tetap harus di privasi tapi jangan terlalu tertutup sama sahabat sendiri.
"Kok gini sih jadinya? Pada nyebarin fitnah!" gerutu Ala.
Gawainya ramai, banyak yang kirim pesan gara-gara kabar kemarin malam. Dimana Ala berboncengan sama Agung dan mengira mereka sudah jadian.
Ada haters ada juga yang mendukung hubungan mereka. Beberapa nomor baru bahkan mengirim pesan ancaman sama Ala. Ini nggak bisa dibiarin. Mereka sudah benar-benar keterlaluan.
Laras mengambil alih gawai Ala dan membaca pesan masuk tersebut. Kaget dong pasti si Laras ini, karena ada yang maki-maki Ala sangat parah.
Gara-gara berita itu Ala mendadak jadi artis dipabrik tempatnya mencari rezeki.
"Sabar, La. Mending lo bilang sama Agung biar dia yang selesaikan semua!" Laras mengusap pundak Ala yang duduk termenung.
Mereka sudah ada di kost Ala. Tadi Ala nggak bawa gawai cuma bawa dompet lalu pergi cari makan. Pas pulang Ala mendengar gawai itu bergetar terus menerus karena diletakkan dimeja dan sedang diisi daya.
"Jangan ajarin gue sabar. Bahkan gue pernah disakiti tapi masih bertahan karena rasa sayang yang sangat dalam," ucap Ala tanpa menatap Laras.
Wanita yang sudah memiliki dua anak itu mengernyit. Nggak paham sama ucapan Ala. Apa mungkin sedang bicarain mantan Ala lima tahun yang lalu itu ya?
"Maksudnya?"
Ala menghela napas panjang, lalu merebahkan tubuhnya di kasur yang empuk. Rasanya lelah, hidupnya terus terbelenggu pada kisah masa lalu yang indah dan juga menyedihkan.
"Lo pernah nggak sih sayang banget sama orang sampai logika lo nggak berjalan! Lo banyak berkorban buat dia tapi malah dia sakitin lo! Dia duain lo terus bodohnya lo tetep bertahan karena sayang dan cinta lo ke dia tuh tulus. Nggak main-main!"
Rumit
Itu yang Laras pikirkan. Nggak paham sama ucapan Ala, tapi berusaha memahaminya. Apa mungkin Ala mau cerita kisah masa lalunya?
"Ini siapa yang lo maksud?"
"Briliand Lie! Mantan pertama gue, dulu gue pacaran sama dia waktu kelas tiga SMP, kita jauh karena ada yang nggak suka sama hubungan gue dengan Brian."
Saat itu Ala mendengar teman sekelasnya yang bernama Fitri. Kebetulan dia teman dekat mantan Brian. Mereka satu kelas dengan Ala. Fitri mendengar kabar jika Ala jadian sama Brian. Mereka sering pulang bareng dan nongkrong di pasar. Tempat tersebut memang menjadi tongkrongan anak sekolah SMP maupun SMA karena ada kafe dilantai dua.
Namanya juga di desa, nggak ada kafe ataupun mall seperti di kota. Jadi mereka selalu nongkrong di kafe yang ada di pasar. Ala dan Brian duduk di kursi panjang sambil menikmati es cekek. Bercerita dan bergandengan tangan. Lebih banyak Brian yang bicara daripada Ala. Gadis itu memang irit bicara sejak dulu.
Ala mendengar Fitri berkata kepada Dian untuk balikan sama Brian lagi. Bahkan Fitri berusaha membuat Ala cemburu dan menjauh.
Benar, Ala cemburu dan memilih menjauhi Brian tanpa sebuah kata. Bahkan saat ujian kelulusan mereka duduk satu baris. Ala berada di depan Brian dan seringkali mereka contek-contekan.
Namun, saat itu ada yang berbeda. Ala tidak lagi bercanda ataupun memberi contekan kepada Brian. Ala benar-benar menjauhi Brian dan tidak mau lagi mendengar semua tentang laki-laki itu. Memilih pergi daripada terus diganggu kenyamanannya.
Namun, siapa sangka saat Ala duduk dibangku SMA, gadis itu kembali bertemu dengan Brian. Kisah cinta mereka ukir kembali tanpa ada yang tahu. Teman-teman sekolah Ala waktu SMP tidak ada yang tahu, sebab mereka beda sekolah. Ala pun menjalin hubungan itu dengan penuh kebahagiaan.
Brian selalu memberikan perhatian kepada Ala. Kasih sayang Brian yang tulus benar-benar bisa Ala rasakan. Setiap bertemu, Ala akan datang kerumahnya, karena kedua orang tua Ala selalu tidak memperbolehkan teman Ala baik perempuan maupun laki-laki bertandang ke rumahnya.
Ala pun juga dikekang, tidak boleh main sepulang sekolah. Di rumah nyaris tidak memiliki teman karena setiap kali bermain dulu, selalu mendapatkan cubitan dari ibunya.
Berbeda dengan sang Kakak yang memiliki kebebasan bahkan waktu kuliah saja, kakak Ala seringkali pulang malam. Memiliki banyak teman dan sering pergi bersama. Sementara Ala? Menjadi pribadi yang introvert.
Pengorbanan Ala kepada Brian tidak pernah main-main karena cinta dan kasih sayang Ala kepada laki-laki itu benar-benar tulus. Meski lagi dan lagi banyak yang tidak menyukai hubungan mereka tapi Ala tidak perduli. Bagi Ala, hanya Brian yang bisa membuat Ala bahagia. Bersama Brian, Ala bisa menghirup udara segar, memiliki banyak teman karena sering nongkrong bareng teman-teman Brian. Ala menjadi diri sendiri, manja dan sering bercerita apa saja.
Brian sudah seperti rumah ke dua Ala. Hubungan mereka sangat dekat bahkan erat. Tidak seperti kisah cinta anak remaja pada umumnya. Namun, siapa sangka jika hubungan yang hampir dua tahun itu mendapatkan badai yang memporak-porandakan hati Ala.
Brian selingkuh dengan gadis dari sekolah lain. Gadis yang lebih cantik dari Ala. Tinggi semampai, rambut sebahu dan berkulit putih. Bahkan Ala bertemu dengan dia secara langsung. Bertatap muka dan gadis itu tidak merasa bersalah sama sekali. Tersenyum miring saat mengetahui Ala seperti apa. Tidak ada apa-apanya dibandingkan selingkuhan Brian.
Tidak ada air mata ketika Ala bertemu, memilih diam dan pergi menemui Brian kembali. Intan, namanya. Gadis itu baru saja menemui Brian dan pura-pura tidak kenal karena mendengar Ala datang. Ala bukan gadis yang bodoh tapi dia bisa bodoh karena dibutakan oleh cinta.
"Begitu hebatnya gue mencintai Brian, gue nggak mau pisah sama dia. Sayangnya gue harus pergi karena perasaan ini terlalu dalam," kata Ala.
Gadis itu akhirnya menceritakan kisah cintanya kepada Laras. Agar Laras tidak lagi memaksa untuk cari jodoh.
"Terus kenapa kalian putus? Apa karena Briliand selingkuh itu?" tanya Laras. Dia ikut terharu mendengar kisah cinta Ala.
"Bukan karena Intan. Gue masih bertahan dan rasa itu tetap sama meski Brian telah mendua. Gue pergi karena teman dia yang membuat gue jadi benci sama Brian. Nyatanya gue pergi merantau setelah lulus SMA pun nggak membuat gue lupa sama dia. Rasa ini masih ada buat dia. Bahkan sampai sekarang," ucap Ala dengan suara parau.
Air mata Ala tanpa sadar menetes, ketika menceritakan kembali kisah cinta mereka. Memori kenangan masa lalu yang sudah terlupakan perlahan hadir. Membuka luka yang sudah sembuh.
"Temen dia lakuin apa, La? Briliand hebat ya bisa membuat seorang Ala jatuh cinta sedalam itu dan bisa membuat Ala nyaman." Laras nggak mampu berkata-kata lagi karena cerita Ala ini luar biasa mengharukan.
"Gue sering dimarahin, dihajar karena main nggak kenal waktu. Itu semua gue lakukan ya buat ketemu Brian. Gue nyaman saat ada disampingnya. Di rumah gue berasa dipenjara, tapi sama dia gue ngerasain kebebasan. Setiap kali air mata jatuh di rumah, dengan Brian tergantikan oleh senyum kebahagiaan," sambung Ala.
Brian telah memberi warna dalam hidup Ala. Namun, warna itu perlahan hilang berganti mendung hingga saat ini.
Bersambung....
Selamat membaca Kakak-kakak syg .... Bagaimana kisah Ala ini menurut kalian?
Jangan lupa like, komen dan subscribe yaa
cintanya mas bri udah stuk di kamu
semangat kakak,