Sheila Cowles, seorang anak yatim piatu, menjalani kehidupan sederhana sebagai cleaning service di sebuah toko mainan anak-anak.
Suatu hari, karena kecerobohannya, seorang wanita hamil besar terpeleset dan Sheila menjadi tersangka dalam kejadian tersebut.
"Kau telah merenggut wanita yang kucintai. Karena itu, duniamu akan kubuat seperti di neraka," kata Leonard dengan penuh amarah.
"Dengan senang hati, aku akan menghadapi segala neraka yang kau ciptakan untukku," jawab Sheila dengan tekad yang bulat.
Bagaimana Sheila menghadapi kehidupan barunya sebagai ibu sambung bagi bayi kembar, ditambah dengan ancaman Leonard yang memendam dendam?
🌹Follow akun NT Othor : Kacan🌹
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Kacan, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
MDHD 22 (Kemarahan Leonard)
Mendapat tatapan tajam dari sang suami, tidak membuat langkah Sheila gentar. Dirinya tetap berjalan maju sampai langkahnya terhadang oleh Leonard yang menghalanginya masuk.
“Dari mana saja kau?!” Suara bariton Leonard menggema. Terlihat jelas gurat kemarahan di wajahnya.
Sheila yang ditanya ketus oleh suaminya lantas mengangkat kepala, melihat wajah kaku pria tinggi yang berdiri di depannya.
“Berbelanja, masa kau tidak lihat aku bawa apa,” ucap Sheila seraya mengangkat belanjaan yang ada di tangannya.
Leonard membungkukkan sedikit tubuhnya, menyamakan tingginya dengan Sheila yang jauh lebih pendek hingga wajah mereka saling berhadapan.
Jarak yang terlalu dekat membuat Sheila merasa tidak nyaman. Pasalnya, hembusan napas suaminya menerpa dirinya karena jarak yang terlalu dekat.
Sheila hendak menggerakkan kakinya, berniat untuk mundur selangkah. Namun, Leonard lebih dulu menahan pinggangnya dengan cengkraman yang kuat.
Rasa sakit menjalar di area pinggul wanita itu. Akan tetapi, ekspresinya terlihat biasa saja. Ia tidak mau menunjukkan rasa sakitnya di depan Leonard.
Jika sampai itu terjadi. Tentu, Leonard merasa menang dan senang.
“Berani kau pergi tanpa izin dariku!” desisnya dengan mata membidik Sheila.
Kedua sudut bibir Sheila tertarik indah, membentuk sebuah senyum manis yang menawan namun penuh ejekan di baliknya.
Sheila mencodongkan kepalanya ke samping telinga Leonard. “Tentu saja,” sahutnya dengan berbisik.
Hangatnya napas Sheila menerpa tengkuk leher pria itu. Geraman kasar terdengar, membuat Sheila memutuskan untuk menjauh.
Namun, sebelum menarik diri—menjauh dari suaminya. Sheila membubuhkan satu kecupan di pipi kanan pria itu, lalu kembali berdiri dengan tubuh tegak.
Tubuh Leonard semakin menegang, urat-urat di lehernya terlihat menonjol. Ditambah dengan remasan tangannya yang melingkar di pinggang Sheila semakin mengencang, menunjukkan kemarahan yang tertahan.
“Kau ….” geram pria itu.
“Ya?” Wajah Sheila terlihat santai, kedua alisnya terangkat diiringi dengan senyuman lebar.
Amarah semakin membakar hati Leonard. Bukan tatapan menantang yang dirinya ingin lihat dari Sheila. Harusnya wanita itu menangis, ketakutan, atau bahkan berteriak di depannya.
Merasa sangat kesal, Leonard langsung melepas rangkulan tangannya dari pinggang Sheila.
Pria bertubuh tegap nan tinggi itu beralih menarik lengan Sheila dengan kasar.
Sheila memekik kaget, ia tak sempat menghindar. Leonard menariknya masuk melewati para pembantu yang menatapnya dengan tatapan mengejek.
“His aku bisa jalan sendiri, tidak perlu ditarik-tarik! Belanjaanku bisa jatuh kalau ditarik kuat begini!” Langkah kaki Sheila terseok-seok mengikuti Leonard yang berjalan cepat.
Pria yang dikuasai oleh amarah itu tidak perduli dengan ocehan-ocehan yang keluar dari mulut istrinya, ia terus menarik kuat tangan istrinya.
Tak sedikit pun ia melonggarkan cekalannya, walau kini mereka melewati anak tangga.
“Gila! Aku bisa jatuh dari tangga jika kau terus menarik tanganku!” gerutu Sheila.
Leonard tak meladeni Sheila. Ia terus berjalan menaiki setiap anak tangga sampai langkah mereka berhenti di dalam kamar.
Barulah tangan yang mencekal lengan Sheila terlepas.
Sheila mengusap lengannya yang memerah, ada rasa perih yang menjalar di sekitar lengannya. Semua itu akibat ulah Leonard yang tak punya hati.
Kepala Sheila terangkat tinggi, matanya yang indah mendelik tajam ke arah Leonard yang juga menatapnya tak kalah tajam.
Suasana hening nan mencekam membuat hawa terasa dingin.
Peraduan mata yang dipenuhi amarah dari keduanya menciptakan percikan api yang siap membakar siapa saja.
“Wanita sialan! Berani kau menatapku seperti itu!” geram Leonard. Ditariknya kembali Sheila dengan kasar, lalu dihempaskannya ke atas ranjang.
Bugh!
Tubuh Sheila jatuh terlentang. Paper bag yang berada dalam genggam tangannya tergeletak di atas lantai.
Sheila meringis, ia duduk dengan perlahan sambil memegangi pinggangnya yang terasa sakit.
“Kau ini kenapa marah-marah, ha?!” bentak Sheila, dirinya kadung kesal karena Leonard memperlakukannya seperti binatang.
Sheila dengan berani mengangkat kepala, lalu berdiri tegak di depan Leonard yang bersedekap dada bak seorang bos angkuh.
Leonard berdecih, ekspresi wajahnya menunjukkan kebencian yang tidak ditutup-tutupi.
“Pergi tanpa izin, dan jalan bersama sahabatku.” Leonard tersenyum miring, garis rahangnya yang tegas tampak mengeras sempurna. “Apa kau pikir aku tidak tau!” lanjutnya dengan suara naik satu oktaf.
Tubuh Sheila tersentak, suara lantang pria di hadapannya membuat telinganya berdenging. Namun, tak sedikit pun Sheila takut.
Sheila melangkah maju. Tangannya terangkat, lalu menepuk-nepuk dada bidang Leonard yang terasa keras.
“Jangan marah-marah,” ucap Sheila, meledek secara halus.
Mendapat perlakuan seperti itu dari Sheila, membuat Leonard semakin emosi. Ditangkapnya tangan Sheila yang bertengger di dadanya.
“Kau sengaja mendekati sahabatku kan. Hal licik apa yang sedang kau rencanakan? Jawab!” Suara Leonard menggelegar ke seisi kamar.
Sheila terkekeh pelan, tangan kirinya yang bebas bergerak mengusap rahang Leonard. Ibu Jari Sheila bergerak di atas permukaan kulit yang tak halus itu secara perlahan.
Leonard menggeram seperti singa kelaparan. Namun, ia tak menangkis tangan lancang yang mengusap-ngusap rahangnya.
Tanpa sadar, mata pria itu terpejam. Sheila tertawa dalam hati menyaksikannya.
Mendapat kesempatan, Sheila maju dan semakin mengikis jarak. Tangannya perlahan turun dari rahang tegas suaminya, lalu melingkar di pinggang pria itu.
Ia memeluk Leonard dengan sangat erat. Tangan kirinya memberikan usapan-usapan lembut pada punggung lebar Leonard.
Cekalan di tangan kanan Sheila perlahan mengendur.
“Kena kau!” seru Sheila dalam hati.
Bersambung ….
Apa yang terjadi selanjutnya? Nah loh, nape lu Leo. Kok diam aja?
di tunggu kelanjutan ya