Setelah bertahun-tahun berpisah, hidup Alice yang dulu penuh harapan kini terjebak dalam rutinitas tanpa warna. Kenangan akan cinta pertamanya, Alvaro, selalu menghantui, meski dia sudah mencoba melupakannya. Namun, takdir punya rencana lain.
Dalam sebuah pertemuan tak terduga di sebuah kota asing, Alice dan Alvaro kembali dipertemukan. Bukan kebetulan semata, pertemuan itu menguak rahasia yang dulu memisahkan mereka. Di tengah semua keraguan dan penyesalan, mereka dihadapkan pada pilihan: melangkah maju bersama atau kembali berpisah, kali ini untuk selamanya.
Apakah takdir yang mempertemukan mereka akan memberi kesempatan kedua? Atau masa lalu yang menyakitkan akan menghancurkan segalanya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Alika zulfiana, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Puzzle di MasaLalu
Untukmu yang mungkin belum kutemui
kusimpan rindu di antara malam-malam sunyi
mimpiku tentang kita tak pernah henti
meski kita masih di dunia yang berbeda ini
di balik awan, kuharap ada harapan
di tiap langkahku, namamu jadi tujuan
aku menunggu, tapi tak tergesa-gesa
sebab cinta yang kupunya, akan abadi adanya
saat waktu kita tiba, kita akan paham
bahwa semua luka, semua tanya
hanyalah bagian dari kisah yang sempurna
tentang dua jiwa yang akhirnya bersua
aku di sini, menyiapkan hati
untuk menyambutmu, yang jadi mimpi
~ Alice
°°°"hari ini ultah bu hesty, kita beli cake-nya di mana?" tanya Stevani, teman sekelas Alice, dengan semangat.
"gimana kalau kita beli di dekat taman aja?" Alice mengusulkan sambil tersenyum.
Stevani langsung mengangguk, "gimana yang lain? Setuju?"
Yang lain cuma mengangguk tanda setuju tanpa banyak bicara.
"siapa yang beli dekorasi?" tanya Shintia, si cantik terkenal di sekolah, dengan suara manisnya.
"lice aja yang beli sama Nisa dan yang lain," Moza menyahut cepat, meminta Alice dan sahabat-sahabatnya yang turun tangan.
Alice memandang sahabat-sahabatnya, seolah meminta pendapat. "Gimana, kalian oke kan?"
Reni langsung tersenyum lebar, antusias, "Oke! Gue tau tempat dekorasi yang murah. Tenang aja."
Akhirnya, semua anak di kelas mulai bagi tugas masing-masing untuk merayakan ulang tahun bu Hesty. Suasana penuh semangat dan kekompakan terpancar dari mereka, siap membuat perayaan kali ini berkesan.
°°°
Di kelas yang riuh oleh suara tawa dan semangat, anak-anak kelas 4 SD sedang sibuk mendekorasi ruang kelas untuk ulang tahun bu Hesty. Alvaro dan Alice, yang duduk di pojok kelas, asyik meniup balon-balon warna-warni. Meski masih kecil, mereka tampak serius dengan tugas mereka.
"Jangan terlalu besar, nanti balonnya meletus," kata Alice sambil meniup balonnya pelan-pelan.
Alvaro menoleh sambil tersenyum jahil, "Tenang, gue bisa tiup lebih besar dari ini!" Ia meniup balon biru di tangannya dengan semangat, tapi balonnya justru meletus keras, membuat keduanya terkejut.
Alice menutup telinganya, lalu tertawa kecil, "Tuh kan, gue bilang apa!
Alvaro cemberut sambil mengambil balon baru. "Ya, ya... balonnya aja yang kurang bagus."
Sementara itu, di pojok kelas, Stevani dan Reni sibuk menggantungkan hiasan warna-warni di dinding. "Hey, Moza, sini bantuin gue pasang ini di atas papan tulis!" teriak Stevani sambil mencoba menahan hiasan kertas yang hampir jatuh.
Moza datang dengan malas-malasan, "Gue kan bagian ngatur meja, kenapa jadi ikut naik-naik gini?" Tapi akhirnya, dia tetap membantu sambil menggerutu kecil.
"Eh, lihat tuh, Alvaro sama Alice, kayak pacaran," bisik Reni kepada Stevani sambil menunjuk ke arah mereka.
"Yah, cie-cie!" seru Stevani, ikut-ikutan.
Mendengar itu, Alvaro dan Alice langsung saling berpandangan. Wajah mereka merah padam, tidak tahu harus berkata apa. Alvaro merutuki dirinya sendiri karena terlalu asyik dan tanpa sadar menarik perhatian.
"Cie-cie... Alvaro, Alice, jadian aja!" seru Moza sambil tertawa, diikuti gelak tawa teman-teman yang lain.
Alice mengalihkan pandangan dan berusaha menahan tawa, “Eh, ngga ya! Kita cuma teman!”
“Teman tapi mesra,” balas Reni dengan nada menggoda.
Alvaro tersenyum malu, mencoba tidak terlalu memikirkan cemoohan dari teman-temannya. "Iya, iya. Kita cuma teman," ia berkata sambil mengangkat bahu, berusaha terlihat santai.
Tapi saat melihat wajah Alice yang juga tersenyum, hatinya berdegup kencang. Momen kecil itu membuat mereka berdua semakin dekat, sementara teman-teman lain terus membully dengan candaan mereka.
“Udah, ayo cepetan dekorasinya! nanti keburu bu hesty datang!” teriak Alice, berusaha mengalihkan perhatian teman-teman dari cemoohan yang tidak kunjung berhenti.
Mereka pun kembali sibuk, namun senyuman di wajah Alvaro dan Alice tidak bisa ditutupi.
Setelah berjam-jam bekerja sama, akhirnya dekorasi kelas selesai. Ruangan yang awalnya biasa saja kini dipenuhi balon warna-warni, pita, dan hiasan kertas yang ceria. Semua anak di kelas saling tersenyum, bangga dengan hasil kerja mereka.
Alice dan Alvaro berdiri berdampingan, memandang hasil kerja mereka. “Keren banget,dekorasi gue!” kata Alvaro sambil menunjuk hiasan yang menggantung di langit-langit.
Tiba-tiba, Raisa, Nisa, Halima, dan Reni, sahabat-sahabat Alice, mendekat dan menyenggol lengan Alice. “Eh, Lice! Lo suka ya sama Alvaro?” Raisa menggoda sambil tersenyum lebar.
Alice tersipu, "nggak!” jawabnya dengan nada cepat, meskipun di dalam hatinya ada rasa senang.
“Cie-cie! jangan jangan elo yang suka alice !” Halima ikut menimpali, mengedipkan mata ke arah Alvaro.
Alice merasa wajahnya memanas, berusaha menahan tawa dan rasa malu. “eh, jangan gitu deh. Kita baru mau merayakan ulang tahun bu Hesty!”
Sementara itu, Alvaro hanya tersenyum malu, tapi hatinya berdebar mendengar obrolan sahabat-sahabat Alice. Ia merasakan sesuatu yang manis saat melihat Alice dikelilingi teman-temannya, tertawa dan bercanda.
“Yuk, kita siap-siap! Bu Hesty pasti suka banget liat kelas kita kayak gini,” ajak Nisa, yang sudah tak sabar untuk merayakan.
Dengan semangat, mereka semua bergerak menuju meja, bersiap menyambut kedatangan bu Hesty. Momen hari itu terasa semakin spesial, baik untuk Alice, Alvaro, dan seluruh teman sekelas mereka.
Saat jam pelajaran hampir berakhir, suasana kelas semakin heboh. Semua murid tampak bersemangat menanti kedatangan bu Hesty. Alice dan teman-temannya sudah siap di tempat masing-masing, sambil berbisik dan saling tersenyum penuh rahasia.
“Gue udah ga sabar,” bisik Reni dengan semangat.
“Yuk, kita nyalakan lilin di kue,” ucap mutia sambil memegang kue ulang tahun yang sudah dihias cantik,terdengar samar samar oleh alice dan sahabat nya .
Tepat saat bel berbunyi, pintu kelas terbuka, dan bu Hesty masuk dengan senyuman lebar. “Selamat siang, anak-anak!” sapanya ceria, tetapi sepertinya ia belum menyadari bahwa ada yang berbeda dengan suasana hari ini.
“Selamat ulang tahun, Bu Hesty!” teriak semua murid serentak, membuat bu Hesty terkejut dan berhenti sejenak di ambang pintu.
Wajah bu Hesty seketika bersinar. “Wah, terima kasih,! Kalian bikin ibu terkejut tau ga!”
Alice dan teman-temannya bergerak maju, mempersembahkan kue yang sudah dihias indah dengan lilin di atasnya. “Ini untuk Bu Hesty! Semoga Bu Hesty sehat selalu!” ucap mutia dengan suara ceria.
Bu Hesty menatap kue itu dengan penuh rasa haru. “Kalian benar-benar ihh.Terima kasih banyak, ini sangat berarti bagi ibu,” jawabnya, matanya sedikit berkaca-kaca.
“Yuk, nyanyi !” seru Nisa dengan antusias. Semua murid segera berkumpul di sekitar bu Hesty dan mulai menyanyikan lagu ulang tahun dengan riang.
“Selamat ulang tahun, selamat ulang tahun, selamat ulang tahun, Bu Hesty!” suara mereka bergema di dalam kelas.
Setelah menyanyi, Novalia dan Via membantu bu Hesty memadamkan lilin di atas kue, diikuti oleh sorak sorai teman-teman yang semakin meriah.
Bu Hesty tersenyum lebar, “Sekali lagi terima kasih, anak-anak. Kalian ingat hari ultah ibu, ayo kita potong kue nya!”
Murid-murid pun bertepuk tangan gembira, merayakan momen indah tersebut dengan tawa dan kebahagiaan. Saat mereka mulai membagikan potongan kue, suasana penuh kehangatan dan rasa syukur memenuhi kelas, menciptakan kenangan manis yang tak akan terlupakan.
Ketika suasana semakin meriah dan kue ulang tahun sudah dipotong, Alice tidak menyadari ada yang mengganjal. Sambil menikmati tawa dan canda bersama teman-temannya, ia melihat potongan kue coklat yang diletakkan di hadapannya.
“Coba deh, Lice! Ini enak banget!” seru Reni sambil menyodorkan potongan kue kepada Alice.
Alice yang tidak curiga menerima potongan kue itu dan mengambil suapan pertama. Rasa manis coklatnya membuatnya terkesima, “Wah, enak banget!”
“iya iyalah! waktu di toko kue gue sengaja milih yang mahal,” jawab stevani yang di samping alice.
Alice terus mengunyah kue tersebut, tetapi dalam sekejap, wajahnya berubah. Tanpa dia sadari, ia mulai merasakan gatal di area mulut dan tenggorokannya. Meskipun rasa manis kue coklat itu menggoda, gejala alergi mulai menyerangnya.
“Eh, gue rasa ada yang aneh,” kata Alice sambil mengusap tenggorokannya.
“Kenapa?” tanya Alvaro, melihat ekspresi Alice yang tiba-tiba cemas
Alice berusaha tersenyum, tapi rasa gatal itu semakin menjadi. “Kayaknya... mungkin ada yang nggak beres sama kue ini. Gue jadi gatal.”
“Ah, lo pasti canda, kan? kita ngga papa tuh!” Reni berkata, tidak menyadari masalah yang dihadapi Alice.
Tapi Alice tidak bisa lagi menyembunyikan rasa tidak nyamannya. “Gue alergi coklat, guys,” ujarnya dengan suara yang sedikit serak.
Teman-temannya langsung panik. “Seriusan, Lice? Kenapa lo nggak bilang dari awal?” tanya Raisa, wajahnya menunjukkan kekhawatiran.
Alvaro, yang paling panik, langsung mendekat dan bertanya, “Lo butuh air atau obat? Gue bisa ambilkan!”
“Cuma butuh air, tenang aja,” jawab Alice sambil berusaha tetap tenang meski hatinya berdegup kencang. Dia tahu alerginya bisa berbahaya, tetapi tidak ingin membuat suasana menjadi tegang.
nisa segera mengambilkan air dari botol dan memberikannya pada Alice. “Minum yang banyak, Al! Kita ke UKS ya?.”
Setelah minum, perlahan-lahan Alice mulai merasa lebih baik. Meskipun perasaannya masih tidak nyaman, setidaknya ia bisa bernapas lebih lega. “Maaf, guys. Seharusnya gue lebih hati-hati,” katanya dengan suara pelan.
Bu Hesty, yang melihat kekacauan itu, segera datang dan bertanya, “Alice, kamu kenapa? Apa yang terjadi?”
“Aku alergi coklat, Bu. Tapi sudah mendingan,” jawab Alice sambil berusaha tersenyum.
“astaghfirullah Al. terus gimana apa kita ke UKS bu Hesty bertanya dengan nada lembut.
" ngga usah bu" sahut alice cepat dia tidak ingin merusak momen itu
Saat bel pulang berbunyi, suasana kelas kembali meriah. Semua murid bersiap untuk pulang, tertawa dan berbagi cerita tentang perayaan ulang tahun bu Hesty yang menyenangkan.
Ketika Alice berusaha berdiri, dia merasakan kedua kakinya tak bisa digerakkan. Rasanya seperti beban berat menempel di setiap otot kakinya. Dia hanya bisa terdiam, wajahnya semakin pucat, dan jantungnya berdegup kencang. Teman-temannya, yang melihat kepanikan di wajahnya, segera berkumpul di sekelilingnya.
“Al, lo kenapa?” tanya Alvaro, terlihat khawatir. Dia meraih bahu Alice.
Aku... nggak bisa gerak, Al,” jawab Alice dengan suara lemah. “Kedua kaki aku terasa lemah banget. Rasanya kayak nggak ada tenaga.”
Mendengar itu, Nisa cepat-cepat memegang tangan Alice. “ bentar kiita panggil bu Hesty!, Lice,” ujarnya dengan penuh perhatian
Reni yang sudah pergi mencari bu Hesty kembali dengan cepat. “Bu Hesty! Alice bu!” teriaknya.
Bu Hesty berlari menghampiri Alice dan langsung menilai situasi. “Alice, kamu tenang ya. Beri tahu ibu apa yang kamu rasakan,” kata bu Hesty, suaranya lembut namun tegas.
“Aku... merasa lemas, Bu. Kedua kaki aku nggak bisa digerakkan,” jawab Alice, merasa panik dan bingung.
“Jangan panik, ya. Coba ambil napas dalam-dalam,” bu Hesty menenangkan. “Kita cari tahu kenapa ini terjadi.”
Sambil membantu Alice untuk duduk kembali di kursi, bu Hesty memeriksa kakinya. “Mungkin ini akibat reaksi alergi yang kamu alami sebelumnya. Kita perlu memeriksanya,bentar ibu telpon orang tua kamu.”
Sementara itu, teman-teman Alice mulai merasakan kekhawatiran yang mendalam. “Alice, lo pasti bisa sembuh kan,” ujar Halima, berusaha menahan tangis nya.
"stt diam lo" cicit reni cepat menutup mulut halima
“Bisa jadi lo butuh istirahat lebih, atau mungkin ada yang perlu diobati,” tambah Raisa, berharap bisa menghibur Alice meskipun suasana hati mereka semua terasa tegang.
sambil menunggu orang tua alice menjemput bu Hesty memanggil petugas untuk membantu membawa Alice ke ruang kesehatan, Alvaro berusaha memberikan senyum dan berbisik, "lo ngga papa kali selama gue masi hidup lo juga hidup " celetuk Alvaro.
Alice terkekeh mendengar kata-kata Alvaro. Meskipun kedua kakinya terasa lemah dan tak berdaya, dia merasa bersyukur memiliki teman-teman yang selalu mendukungnya. Saat dibantu menuju ruang kesehatan, dia tahu bahwa ia tidak sendirian menghadapi situasi ini.
Di UKS, Alice duduk di ranjang pemeriksaan, masih merasa lemas dan cemas. Bu Hesty memperhatikan seorang dokter memeriksa suhu tubuhnya dan memastikan tidak ada gejala lain yang mengkhawatirkan. Alice merasakan ketegangan di dadanya ketika mendengar suara langkah kaki ayahnya yang memasuki ruangan.
“Alice! nak, kamu di sini?” Ayahnya melangkah cepat menghampiri, wajahnya terlihat khawatir.
“Ayah,” Alice menjawab, berusaha tersenyum meskipun tubuhnya terasa berat. “aku... ngerasa lemah yah.”
“Bu Hesty, apa yang terjadi?” tanya ayahnya, memperhatikan bu Hesty yang berdiri di samping Alice.
“Dia mengalami reaksi alergi, Pak. Kedua kakinya terasa lemah dan sulit digerakkan. Saya sudah memeriksanya, tetapi sebaiknya kita membawanya ke rumah sakit untuk pemeriksaan lebih lanjut,” jawab dokter
" astaghfirullah nak," lirih ayah alice dengan mata berkaca kaca dengan cepat menggendong alice untuk pulang
" mungkin dalam beberapa hari alice tidak masuk sekolah bu" beritahu ayah alice
" iya pak, ngga papa yang terpenting kesehatan alice" sahut bu hesty tersenyum
teman teman nya hanya mematung di sana melihat alice yang awal nya ceria bercanda gurau tiba tiba mengalami hal mengerikan seperti ini
" semoga lo baik baik aja" batin Alvaro dan ananta bersamaan menatap alice yang sudah pergi jauh dengan ayah nya
g pa" belajar dari yg udah berpengalaman biar bisa lebih baik lg, sayang lho kalo ceritanya udah bagus tp ada pengganggu nya di setiap part nya jd g konsen bacanya karna yg di perhatiin readers nya typo nya tanda petik koma titik tanda tanya selain alur cerita nya
bu, aku minjem ini, ya," dan masih bnyk kalimat yg tanda titik baca komanya g sesuai thor