NovelToon NovelToon
Suami Kontrak Miss Perfeksionist

Suami Kontrak Miss Perfeksionist

Status: sedang berlangsung
Genre:Cinta setelah menikah / Nikah Kontrak / Pernikahan Kilat / Diam-Diam Cinta / Cinta Seiring Waktu / Identitas Tersembunyi
Popularitas:3.2k
Nilai: 5
Nama Author: Fafafe 3

"Menikahlah denganku, maka akan kutanggung semua kebutuhanmu!"

Karina Anastasya harus terjebak dengan keputusan pengacara keluarganya, gadis sebatang kara itu adalah pewaris tunggal aset keluarga yang sudah diamanatkan untuknya.
Karina harus menikah terlebih dahulu sebagai syarat agar semua warisannya jatuh kepadanya. Hingga pada suatu malam ia bertemu dengan Raditya Pandu, seorang Bartender sebuah club yang akan mengubah hidupnya.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Fafafe 3, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Tuntutan Keluarga

Pagi itu, Pandu tampak gelisah. Dia terus mondar-mandir di ruang tamu apartemen, sesekali melihat ponselnya dan menggigit bibir bawahnya. Karin yang sedang duduk di meja makan, mengerutkan kening melihat perilaku Pandu yang tak biasa. Biasanya, Pandu adalah orang yang tenang dan santai, namun hari ini, ada sesuatu yang tampak sangat mengganggunya.

"Pandu, kamu kenapa?" tanya Karin sambil meletakkan cangkir kopinya.

Pandu berhenti berjalan dan menatap Karin. Dia menghela napas panjang sebelum akhirnya duduk di sebelahnya. "Aku baru saja menerima telepon dari keluargaku," katanya dengan suara rendah.

"Ada apa? Apa yang mereka katakan?" Karin bertanya, matanya penuh perhatian.

"Mereka ingin aku pulang," kata Pandu, suaranya sedikit bergetar. "Mereka bilang aku harus kembali dan mengambil alih bisnis keluarga... atau semuanya akan berantakan."

Karin terdiam sejenak, mencerna kata-kata Pandu. Dia tahu keluarga Pandu memiliki bisnis besar yang sudah turun-temurun dikelola, dan Pandu adalah pewarisnya. Namun, Karin juga tahu Pandu tidak ingin terikat pada tanggung jawab itu.

"Apakah ini tentang ibumu?" tanya Karin pelan.

Pandu mengangguk pelan, wajahnya terlihat semakin muram. "Ya... Ibu semakin parah. Ayah mengatakan kalau aku tidak segera pulang, dia takut kondisi Ibu akan semakin memburuk karena stres. Mereka menekan aku untuk pulang, Karin. Tapi aku..." Pandu menggantungkan kalimatnya, menatap Karin dengan tatapan penuh kebingungan.

Karin meraih tangan Pandu, menggenggamnya erat. "Pandu, keluargamu sangat berarti bagimu. Aku tahu kamu mencintai ibumu. Kalau kamu merasa harus pulang, aku akan mendukungmu."

Pandu menundukkan kepala, matanya berkabut. "Tapi aku juga tidak ingin kehilangan kehidupan yang kita bangun bersama. Aku sudah mulai menikmati hidup kita, meski ini awalnya hanya sebuah kontrak. Tapi sekarang... semuanya terasa lebih dari sekadar kontrak, Karin. Aku takut, kalau aku kembali, semuanya akan berubah."

Karin terdiam. Kata-kata Pandu menyentuh sesuatu dalam hatinya. Mereka memang memulai hubungan ini dengan kesepakatan dingin, sebuah pernikahan kontrak yang seharusnya hanya untuk kepentingan bisnis. Namun, seiring waktu berlalu, hubungan itu menjadi lebih kompleks, lebih dalam. Perasaan yang tidak pernah mereka rencanakan mulai tumbuh.

"Pandu," kata Karin lembut, "aku tidak ingin menjadi penghalang antara kamu dan keluargamu. Jika itu yang terbaik untukmu, aku akan tetap di sini, menunggumu. Kita bisa melewati ini bersama."

Pandu menatap Karin, ada ketegangan di wajahnya yang perlahan mencair mendengar kata-katanya. "Kamu tahu, kamu jauh lebih baik dari yang aku kira, Karin. Aku selalu berpikir kalau kita hanya akan melakukan ini secara profesional, tapi ternyata aku lebih bergantung padamu dari yang aku sadari."

Karin tersenyum kecil, meskipun hatinya terasa berat. "Kita melakukan ini bersama-sama, kan? Jika itu artinya kamu harus pulang dan mengurus keluargamu, aku akan tetap di sini mendukungmu. Tapi, kamu harus jujur dengan mereka. Jujur tentang apa yang kamu inginkan, dan jujur dengan dirimu sendiri."

Pandu terdiam sejenak, menatap ke dalam mata Karin. Dia tahu Karin benar. Dia tidak bisa terus lari dari tanggung jawabnya, dan dia tidak bisa terus-menerus hidup dalam ketakutan akan kehilangan kebebasannya. Dia harus menghadapi keluarganya dengan jujur.

"Aku tahu," kata Pandu akhirnya, suaranya terdengar lebih mantap. "Aku harus kembali, tapi kali ini aku akan melakukannya dengan caraku sendiri. Aku akan mencoba mencari jalan tengah agar semuanya bisa berjalan. Terutama... agar aku tidak kehilangan kamu."

Karin menelan ludahnya. Dia tidak pernah menyangka akan mendengar hal semacam itu keluar dari mulut Pandu. Hatinya berdebar, tapi dia mencoba untuk tetap rasional.

"Jadi kapan kamu akan pulang?" tanya Karin pelan.

"Besok," jawab Pandu singkat. "Aku harus menghadapi mereka secepat mungkin. Aku tidak ingin membiarkan ini berlarut-larut."

Karin mengangguk. Meskipun ada rasa cemas yang menggantung di dadanya, dia tahu ini adalah hal yang harus dilakukan Pandu.

Keesokan harinya, Pandu sudah siap untuk kembali ke rumah keluarganya. Karin menemaninya hingga ke pintu apartemen, dan mereka berdiri di sana dalam keheningan yang canggung.

"Aku akan kembali secepat mungkin," kata Pandu, berusaha menenangkan Karin.

Karin mengangguk dan tersenyum tipis. "Aku akan menunggu. Tapi, jangan terburu-buru. Pastikan semuanya baik-baik saja di rumah sebelum kamu kembali."

Pandu tersenyum dan meraih tangan Karin, menggenggamnya erat. "Terima kasih, Karin. Aku tahu ini tidak mudah bagimu. Tapi kamu sudah menjadi seseorang yang sangat penting bagiku."

Karin tersenyum dan mengangguk, meskipun hatinya terasa semakin berat. Setelah Pandu pergi, apartemen terasa begitu sepi dan dingin. Karin berjalan menuju jendela, menatap keluar dengan perasaan campur aduk. Dia tahu Pandu harus melakukan ini, tapi ketakutan akan masa depan mereka membuat hatinya terasa hampa.

Di rumah keluarga Pandu, suasana terasa tegang. Ibunya terbaring lemah di kamar tidur, dengan wajah pucat dan tubuh yang terlihat semakin rapuh. Pandu berdiri di samping tempat tidurnya, menatap ibunya dengan perasaan bersalah yang begitu dalam.

"Mama, aku di sini," bisik Pandu, suaranya hampir pecah.

Ibu Pandu membuka matanya perlahan, menatap putranya dengan senyum tipis yang dipaksakan. "Pandu... kamu akhirnya pulang," bisiknya dengan suara lemah. "Aku... aku selalu tahu kamu akan kembali."

Pandu merasa hatinya hancur. Dia tahu betapa pentingnya kehadirannya bagi ibunya, tapi dia juga tahu bahwa kembali ke rumah ini berarti dia harus menghadapi segala tekanan dan ekspektasi yang selama ini dia hindari.

"Kamu harus pulang, Nak," kata ayah Pandu yang berdiri di belakangnya. "Kamu harus mengambil alih bisnis ini, demi keluarga kita."

Pandu menggigit bibirnya, berusaha menahan emosi. "Ayah, aku ingin membantu. Tapi aku juga ingin menjalani hidupku sendiri. Aku tidak bisa terus-menerus hidup di bawah bayang-bayang ekspektasi kalian."

Ayahnya menatap Pandu dengan tatapan tegas. "Ini bukan hanya tentang kamu, Pandu. Ini tentang keluarga kita. Bisnis ini sudah diwariskan dari generasi ke generasi. Kamu tidak bisa meninggalkannya begitu saja."

Pandu merasa dadanya semakin sesak. Dia tahu ini adalah keputusan yang tidak bisa dia hindari lagi. Dia harus memilih antara menjalani hidupnya sendiri atau memenuhi tanggung jawab keluarga.

Tapi kali ini, dia tidak akan memilih hanya salah satu. Dia akan berusaha menemukan cara untuk menyeimbangkan keduanya. Meski berat, dia tahu bahwa ini adalah langkah yang harus dia ambil. Dan dia tidak akan melakukannya sendiri, dia akan melakukannya dengan Karin di sisinya.

1
Gus Surani26
seru nih
Gus Surani26
wahhh, kira2 gmn ya cara mereka melakukan nya
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!