Lahir, dan besar, di negara yang terkenal karena budaya tolong menolong terhadap sesama, tanpa sengaja Reina menolong seseorang yang sedang terluka, tepat ketika salju tengah turun, saat dirinya berkunjung ke negara asal ayah kandungnya.
Perbuatan baik, yang nantinya mungkin akan Reina sesali, atau mungkin justru disyukuri.
Karyaku yang kesekian kalinya, Jangan lupa mampir dan tinggalkan jejak.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon hermawati, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Interogasi
Reina, dan kedua putranya, saat ini berada di ruangan VIP, restoran yang beberapa saat lalu, mereka datangi.
Berbagai umpatan ingin rasanya, Reina lontarkan. Karena kini, dia dikelilingi oleh lelaki berbadan tinggi besar, dan sialnya salah satunya tak asing baginya.
Kenapa dari semua tempat di bumi yang amat sangat luas ini, dia harus kembali bertemu dengan lelaki yang tak ingin dia temui di sisa umurnya.
Sementara si kembar hanya bisa memegang erat ujung kaus dari mamanya, ini kali pertama mereka mengalaminya. Mereka takut, dan khawatir.
Walau rasanya Reina tengah dihinggapi rasa takut, tapi demi kedua buah hatinya, dia berusaha menguatkan dirinya.
Sudah lima menit berlalu, sejak mereka dibawa ke ruangan ini, hanya ada hening, tak ada satupun bersuara.
Para pria berbadan kekar itu, bagai manekin, yang hanya diam, tak bergerak sama sekali, tapi Reina tau tatapan mereka waspada akan pergerakannya.
Reina menghela nafas, dia menatap lelaki yang pernah dia temui hampir sembilan tahun lalu, lelaki yang membuatnya memiliki si kembar, "Maaf Tuan, saya membuat keributan, saya hanya minta agar dia," tunjuknya pada lelaki berambut pirang, dengan kemeja yang terkena noda kopi, "Meminta maaf pada putra saya, karena telah berkata tidak pantas," Reina membenarkan posisi kaca matanya, "Putra saya tidak sengaja menabrak, dan Putra saya juga sudah meminta maaf, lalu saya juga menyanggupi pembayaran ganti rugi," dia berusaha menjelaskan, "Hanya itu, jadi anda-anda ini, tidak perlu membawa saya dan anak-anak saya ke sini." Reina berbicara dengan bahasa internasional, meskipun tak apa menggunakan bahasa Jepang, karena dia tau lelaki di ujung meja, mengerti.
Lelaki dengan setelan formal serba hitam, dengan rambut tertata rapih itu, terlihat menyeringai. Lalu memberi kode kepada si rambut pirang, yang kemejanya ketumpahan kopi, untuk menuruti permintaan wanita berkaca mata itu.
Si pirang menghampiri Reina dan kedua bocah itu, lalu menundukkan kepalanya, seraya mengatakan kalimat permintaan maaf.
Reina bangkit, sambil membuka resleting Sling bag-nya, mengambil dua lembar uang merah, lalu menyodorkannya pada si pirang, "Ini untuk biaya cuci, maaf karena sempat menendang anda," dia menundukkan kepalanya, sebagai bentuk kesopanan.
Sayangnya, Lelaki pirang itu justru diam, dan menunduk. Reina yang sedari tadi menyodorkan tangannya, mulai merasa kesal, karena tak ditanggapi, lalu dia memasukkan uangnya ke dalam saku kemeja si pirang.
"Urusan kita selesai sampai di sini, jadi saya mohon undur diri," Reina berpamitan, seraya merangkul dua putranya, dan melangkah menuju pintu, sayangnya dua lelaki berbadan kekar menghalangi jalannya.
Reina berdecak, lalu menatap kedua putranya secara bergantian, dia bisa melihat si kembar tengah kebingungan.
Sepertinya urusannya, tak bisa selesai dengan cepat, apa yang harus dilakukannya?
Dia ingin segera keluar dari ruangan itu, dan mengajak anak-anaknya jalan-jalan, sesuai rencana awal.
"Sabar dulu ya, Nak, Mama mau ngomong sama om tadi," katanya pelan.
Reina berbalik, lalu melangkah menuju lelaki yang duduk di depan meja paling ujung, dia menunduk, sebagai tanda kesopanan, "Maaf Tuan, bisakah anda membiarkan saya, dan anak-anak saya keluar dari sini? Kami harus mengunjungi suatu tempat." pintanya.
Lelaki bersurai hitam itu berdiri, tepat di depan Reina, sambil memasukan kedua tangannya ke saku celana formalnya, dia memindai wanita didepannya, dari ujung rambut, hingga ujung kaki. Lalu menunduk, dan mengendus-endus aroma dari wanita berkaca mata itu.
Ryu memberikan kode pada seluruh orang-orangnya, agar meninggalkan ruangan. Lalu Reina mendengar si kembar memanggilnya, Reina berbalik, namun kedua putranya tengah digendong dua lelaki berbadan kekar, "Hey, Mau dibawa kemana anak gue?" teriaknya.
Namun langkahnya tertahan, Ryu memeluk pinggangnya erat, "Tenanglah, mereka akan mengurus anak-anak dengan baik, karena kita harus bicara, Reina Tanaka!" bisiknya dengan suara beratnya.
Bulu kuduk Reina merinding seketika, astaga dia sedang dalam masalah. Tapi meskipun begitu, dia harus tetap tenang.
Walau tak ada polisi, di sini adalah negaranya, lelaki jangkung yang masih betah merengkuh pinggangnya, tak punya kuasa apapun di sini.
"Tolong lepaskan saya, Tuan!" Reina berusaha melepaskan lilitan tangan besar itu, dari pinggangnya.
Tapi Ryu tentu tak akan membiarkan itu terjadi, setelah ditipu dua kali, tak akan ada yang ketiga kalinya, hancur sudah harga dirinya.
"Rei, bisakah kamu tenang, jangan memberontak, apa kamu mau, memberikan adik ada mereka?" yang dimaksud Ryu, tentu dua bocah tadi, Ryu yakin jika mereka adalah anaknya, hasil perbuatannya dulu.
Ryu sama sekali tak menyangka, jika perbuatannya membuahkan hasil. Dia ingat saat itu, tak ada pengaman di apartemennya, sehingga untuk pertama kalinya, dia menggauli perempuan, tanpa pengaman.
Bocah pirang tadi, mirip sekali dengan mendiang ibunya, dari rambut pirang, mata biru, dan mimik wajahnya, benar-benar nyaris sama. Lalu bocah berambut hitam legam itu, mungkin lebih mirip dengan keluarga dari Reina.
Benar-benar sebuah jackpot, tanpa dia sadari, dia memiliki dua orang putra. Ah ... Rasanya bahagia sekali.
Tubuh Reina menegang, seketika dia diam tak bergerak, apa Ryu sadar akan kedua putranya? Harus bagaimana dia sekarang?
Di rasa tak lagi memberontak, Ryu melepaskan Reina, dan mempersilahkannya duduk, mereka saling berhadapan.
"Banyak yang ingin aku tanyakan, tapi pertama-tama, Apa kabar kamu?" tanya Ryu.
Reina tak mungkin mengakui kalau dirinya adalah Rei yang pernah ditiduri, lelaki pemilik tato naga di pundak kirinya.
"Buruk, karena anda menahan saya di sini, dan memisahkan saya dan kedua putra saya." sahut Reina, tatapan matanya seolah tak gentar menghadapi lelaki dengan aura dominan yang begitu kuat.
"Jangan menipuku lagi, Rei! Aku tau kamu akan bersandiwara, seolah kita baru pertama kali bertemu," seru Ryu, "Tapi tidak untuk kali ini," dia menatap wanita berkaca mata itu, tajam.
"Siapa yang menipu? Saya baru bertemu anda, hari ini," Reina mati-matian menyembunyikan kegugupannya, "Asal anda tau, di dunia ini, ada tujuh orang berwajah sama,"
Ryu terkekeh, nyatanya wanita itu, bersikeras tidak mau mengaku. Dia mengambil ponselnya, "Ambil sampel dari kedua bocah itu, tes DNA-nya dengan ku, dan tolong tunjukkan cepat, hasilnya."
Mendengarnya, Reina melotot kaget, dia menggeleng tak terima, "Apa maksud anda? Anda tidak boleh melakukan itu, atau saya akan menuntut anda,"
"Tuntut saja, aku tak peduli," sahut Ryu santai, "Akan aku turuti semua mau kamu,"
Reina terdiam, dia berpikir keras, memikirkan cara untuk lepas dari lelaki itu. Reina tak ingin kehidupan damainya jadi kacau.
"Sebenarnya aku bisa saja dengan mudah, memastikan bahwa kamu adalah wanita yang pernah menolongku, hampir sembilan bulan lalu, tapi aku ingin mendengar pengakuan dari mulut kamu."
Reina menggeleng tak setuju, "Anda salah sangka Tuan." sangkalnya.
Ryu bangkit dari duduknya, lalu melangkah menghampiri Reina, dia duduk di meja, "Aku masih ingat, di mana saja letak tanda lahir kamu."
kak knp bukam Ryu aja yg ngidam biar tau rasa...
tp yaa sdhlah, Next kak💪🏻💪🏻🥰🥰