Jatuh cinta pas masih umur enam tahun itu mungkin nggak sih?
Bisa aja karena Veroya Vogt benar-benar mengalami jatuh cinta pas usianya enam tahun. Sayangnya, cinta Ve sama sekali nggak berbalas.
Dua puluh tahun kemudian, ketika ada kesempatan untuk bisa membuat Ve mendapatkan pria yang jadi cinta pertamanya, apa Ve akan memanfaatkannya dengan sebaik-baiknya?
Gimana perjuangan Ve, untuk mendapatkan cinta dari King Griffin A. Cassano?
" Bagaimana dengan membentuk aliansi pernikahan dengan ku? Bukankah tujuan mu akan tercapai? "
" Kau mabuk, ya? "
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon little ky, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Mengibarkan bendera putih
GILA...
Satu kata yang menggambarkan bagaimana Veroya dan Griffin yang menghabiskan malam pertama mereka di Paris, Prancis. Griffin benar-benar menggila selama semalaman. Veroya pun tak kalah gilanya, bahkan beberapa kali dia yang memimpin selama mereka bercinta.
Rasanya tidak dapat dipercaya, dua manusia berbeda sifat dan tidak pernah akur selama ini, menjadi sangat kompak saat sama-sama tenggelam dalam pusara gairah. Keduanya bahkan memiliki fantasi yang sama dalam hal bercinta, meski terkadang Veroya masih malu-malu.
Berbeda dengan Griffin yang bahkan tidak merasa malu sedikit pun saat dia menunjukkan bagaimana fantasinya. Griffin seperti bukan dirinya yang dingin dan pemarah saat di ranjang. Cenderung penyayang, perhatian, lembut walaupun terkadang ada kalanya dia akan sedikit kasar.
Tapi harus Veroya akui, Griffin adalah pria yang perkasa. Berjam-jam keduanya beradu gairah, tidak membuat Griffin tumbang. Sungguh idaman sekali prianya ini, sudah tampan, kaya raya berasal dari keluarga terpandang dan paling hebatnya lagi jago dalam urusan ranjang.
Pastinya, Veroya akan terus kekepin si Griffin ini agar jangan sampai kecantol ulat bulu burik di luaran sana. Enak saja, dia yang berjuang belasan tahun harus kehilangan pujaannya hanya karena ulat bulu.
Oh Tidak Bisa..
Tidak Boleh juga...
Griffin is mine..
Always mine..
Veroya memejamkan matanya, kembali membayangkan kegilaan mereka saat bercinta tadi. Saking gilanya mereka benar-benar bercinta di balkon sembari melihat gemerlap lampu dari Eiffel Tower.
Tidak sampai buka-bukaan sih. Griffin hanya menurunkan resleting celana bahannya saja, sedangkan Veroya mengangkat tinggi dress selututnya hingga ke perut. Meski begitu, sensasinya justru sangat mengesankan. Kalau boleh sih, Veroya ingin mengulang lagi.
Veroya menggelengkan kepalanya, " Aku benar-benar sudah tidak tertolong lagi. " kekehnya.
Ceklek..
Pintu kamar mandi terbuka, Griffin keluar dari sana hanya menggunakan handuk yang menutupi pinggangnya ke bawah. Terlihat begitu seksi, dengan rambutnya yang masih basah hingga tetesannya jatuh membasahi tubuh Griffin.
Owwhhh..
Veroya terlihat menelan ludahnya.
Seksi.. Mempesona.. Gagah.. Rrrraawwwrrrr
Tak..
" Aduh.. " pekik Veroya saat dahinya dijitak. Siapa lagi pelakunya kalau bukan suaminya sendiri.
" Eh.. Sudah pakai baju? " mata Veroya mengerjab lucu. Dirinya terheran sendiri, karena rasanya tadi baru saja melihat Griffin dengan tampilan seksinya tapi kini sudah pakai baju saja.
" Piktor.. " ejek Griffin yang tahu pasti apa yang ada dipikiran istrinya.
" Ngadi-ngadi.. Siapa juga yang piktor? " Veroya mengelak. Malu juga jika ketahuan dia yang memang membayangkan sesuatu yang besar berurat, tapi bukan bakso. Panjang dan keras tapi bukan tongkat pak satpam.
" Wajah mu sudah menjelaskan semua isi kepala mu, Ve.. " ujar Griffin apa adanya.
Melemparkan handuk kotor ke keranjang pakaian kotor, setelahnya Griffin bergabung dengan Veroya di atas ranjang. Dia masuk ke selimut yang sama dengan yang digunakan Veroya. Menarik tubuh istrinya yang kini sudah menjadi candu untuknya, ke dalam pelukannya.
Memang aneh ya..
Mulutnya tidak ada romantis-romantisnya sama sekali, bahkan terkesan sedikit kasar untuk ukuran suami yang bicara dengan istrinya. Tapi jangan ditanya bagaimana cara Griffin memperlakukan Veroya. Terlihat manis sekali, dan perhatian.
Lihat saja sekarang, Veroya sudah dipeluk erat olehnya. Rambut hitam bergelombang itu dielusnya dengan sayang. Griffin juga mengecup puncak kepala Veroya, menghirup wangi rambut Veroya yang harum sehabis keramas. Griffin sangat suka dengan wangi Veroya.
Aroma vanilla yang manis bercampur dengan aroma musk miliknya, begitu segar saat dihirup olehnya. Seolah bau tubuh keduanya menyatu menjadi sebuah aroma yang memabukkan dan menggairahkan.
" Kita ke pesta yang Jade katakan itu kapan, sih? " tanya Veroya. Dia memang tengah memejamkan matanya, tapi tidak tidur. Veroya hanya terlarut dalam kelembutan perlakuan Griffin padanya.
" Memangnya kenapa tanya-tanya? " Veroya langsung membuka matanya. Kepalanya dia tolak ke atas untuk melihat wajah suaminya.
" Ck.. Merusak momen saja. " decaknya malas.
Alis Griffin naik sebelah, " Momen apa? " tanyanya tak paham.
" Hadeuh... Bodo amat lah. " Veroya langsung memunggungi Griffin.
Melihat istrinya merajuk, Griffin pun tersenyum begitu manis sekali. Sayangnya Veroya yang tengah ngambek tidak melihat senyum langka Griffin ini. Coba saja Veroya melihatnya, sudah terbujur kaku tubuhnya karena spot jantung.
" Besok sore.. " ujar Griffin menjawab pertanyaan Veroya tadi.
" Trus.. Kita jalan-jalannya kapan dong? " Veroya membalik tubuhnya, kembali menghadap Griffin.
Murah sekali kau Ve, baru juga ngambek, dilembutin dikit sama Griffin langsung ilang ngambeknya.
" Jalan-jalan kemana? Memangnya kau tidak capek, apa? " tanya Griffin malas. Dia sebenarnya ingin diam saja di kamar, menghabiskan waktu berdua dengan Veroya dan kembali bercinta.
Eh..
Griffin pun terkejut dengan pemikirannya sendiri. Bagaimana bisa jadi begini, padahal dulunya dia selalu menghindar agar tidak satu ruangan dengan Veroya. Kok sekarang jadi kebalikannya ya. Apa karena Veroya sudah menjadi candunya??
" Banyak lah.. " jawab Veroya mengabaikan raut terkejut Griffin.
" Aku ingin ke Pont des Arts untuk memasang gembok cinta di sana.. Lalu ke Museum Louvre, kemudian jalan-jalan ke Champs Elysees, belanja ke Galeries Lafayette. Kemana lagi ya??? " Veroya menepuk-nepuk dagunya dengan telunjuknya.
" Aaahhh... Pokoknya masih banyak lagi.. Oh ya, Sungai Seine.. Aku ingin jalan-jalan sore di sana.. " Veroya nyengir.
Griffin merotasikan matanya, istrinya ini banyak. sekali maunya. Perasaan bukan sekali ini saja Veroya berlibur ke Paris. Kenapa seolah-olah, istrinya ini seperti orang yang baru saja datang kesini. Semuanya harus dijelajahi.
Griffin sendiri tidak terlalu tertarik jalan-jalan. Okelah kalau sekedar shopping, karena memang kaum hawa pastinya tak akan bisa lepas dari hal itu. Hanya saja kalau harus ke tempat lain, Griffin rasanya malas sekali.
" Besok lusa saja.. Besok pagi sampai sore aku ingin tidur saja. " Griffin putuskan saja seperti ini. Menolak keinginan Veroya juga pastinya akan ribet jadinya.
" Bener ya? " Griffin mengangguk.
" Tapi King.... " Veroya nampak ragu melanjutkan ucapannya.
" Apa? "
" Kau yakin besok kita hanya akan tidur? Kau yakin kau tidak akan menerkam ku seperti malam ini? " tanya Veroya dengan wajah yang benar-benar terlihat polos.
" Damn it.. " Griffin mengumpat kesal. Istrinya yang rada-rada ini berhasil membangkitkan sesuatu yang sudah susah payah dia tidurkan tadi.
" Kau!! " Griffin tak habis pikir, istrinya ini benar-benar membuatnya gila.
" KYAAAAA.. KING!! APA YANG KAU LAKUKAN?? " jerit Veroya kaget sekali saat tiba-tiba tubuh Griffin sudak mengungkungnya.
" KING!!... Aku lelah... " rengek Veroya. Rasanya untuk kembali bercinta, dirinya sudah tak sanggup lagi.
Griffin terlihat menyeringai, " Salah kan diri mu sendiri yang memancing ku, Ve. "
" Kapan?? Kapan aku memancing mu? Kau ini benar-benar ya.. " maki Veroya kesal.
" Siapa yang tadi bilang yakin hanya tidur saja.. Tidak yang lain? " Griffin menirukan cara bicara Veroya tadi.
Mata Veroya langsung melotot. Kenapa jadi seperti ini, padahal sungguh niatnya bukan seperti itu. Otaknya bahkan tak sampai ke sana sama sekali.
Veroya akhirnya hanya bisa merengek dan menangis karena Griffin kembali menguasai tubuhnya. Veroya sudah tidak lagi sanggup saat terus menerus diantarkan Griffin sampai ke puncaknya. Tak terhitung sudah berapa kali dirinya meraih puncak kenikmatan itu, tapi gilanya Griffin bahkan belum satu kali pun mencapai puncaknya.
' Sial.. Aku menyerah!! ' Veroya mengibarkan bendera putih.