Memiliki anak tanpa suami membuat nama Cinta tercoret dari hak waris. Saudara tirinya lah yang menggantikan dirinya mengelola perusahaan sang papa. Namun, cinta tidak peduli. Ia beralih menjadi seorang barista demi memenuhi kebutuhan Laura, putri kecilnya.
"Menikahlah denganku. Aku pastikan tidak akan ada lagi yang berani menyebut Laura anak haram." ~ Stev.
Yang tidak diketahui Cinta. Stev adalah seorang Direktur Utama di sebuah perusahaan besar yang menyamar menjadi barista demi mendekatinya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon syitahfadilah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 33~ SIAPA SEBENARNYA ORANG TUA LAURA?
Vano masih terpaku dengan kejutan besar yang baru saja ia dapatkan. Ia jelas bisa membedakan mana wanita yang sudah tersentuh dan mana yang belum.
"Bagaimana bisa kamu masih... ."
"Van, aku akan jelaskan nanti. Sekarang kamu butuh aku, kan? Tolong cepat selesaikan ini!" ucap Cinta dengan menekan suaranya sebab menahan perih di bagian sensitifnya.
Vano masih terdiam dalam beberapa saat. Kejutan yang ia dapatkan ini sungguh membuatnya seolah kehilangan akal sehat. Ia sudah membuktikan sendiri bahwa Laura adalah anak kandungnya melalui tes DNA, tapi sekarang ia mendapati bahwa dirinyalah yang pertama kali menyentuh Cinta.
"Van,"
Sentuhan di dadanya membuatnya terhenyak. Ia pun kembali mengecup kening istrinya dengan mesra. Sekarang hal yang paling penting adalah membebaskan dirinya dari rasa yang teramat menyiksa.
Suasana kamar pun kembali memanas. Vano begitu terhanyut akan kebersamaannya dengan Cinta. Apalagi suara manja yang keluar dari mulut istrinya semakin membuatnya lupa diri.
Hingga sampai pada titik dimana segalanya terasa melayang. Vano semakin mempercepat gerakannya yang membuat Cinta pun akhirnya tumbang.
Ketika benar-benar sampai pada puncaknya, Vano langsung menenggelamkan kepalanya pada ceruk leher sang istri dengan nafas memburu.
"Terima kasih, Honey," bisiknya pelan.
Cinta tak menyahut. Yang dilakukannya hanya mengatur nafasnya yang terengah-engah dengan mata terpejam.
Di sisi lain...
Indri benar-benar merasa kesal saat lagi-lagi rencananya gagal. Bisa-bisanya ia menurut begitu saja saat Vano memintanya mengambil air minum, kebetulan air minum di kamar Cinta habis sehingga ia harus turun ke dapur.
Saat kembali ke kamar, ia sudah tak mendapati Vano. Pria yang ia tinggalkan rebahan di tempat tidur itu menghilang entah kemana.
Padahal sedikit lagi rencananya berhasil. Mungkinkah Vano menyadari bahwa ia bukanlah Cinta, dan memintanya untuk mengambil air minum sebagai alasan untuk melarikan diri.
Kini semua barang-barang di dalam kamarnya menjadi sasaran kemarahannya. Benda-benda yang semula tersusun rapi itu berserakan di lantai karena ulahnya.
"Sial! Kenapa Vano selalu berhasil melarikan diri dari ku!" geramnya. Dulu, ia juga hampir berhasil menjebak Vano, tapi gagal saat ponselnya tiba-tiba berdering dan ia kehilangan jejaknya. Sekarang, ia pun kembali gagal karena kecerobohannya sendiri. Seharusnya ia mengunci pintu kamar dari luar saat akan ke dapur mengambil air minum.
Jika dulu ia aman-aman saja karena Vano belum sempat melihatnya. Tapi sekarang ia harus bersembunyi untuk menyelamatkan diri. Vano tak akan mengampuninya jika tahu semua kekacauan yang terjadi di hotel beberapa saat lalu juga adalah ulahnya untuk mempermulus rencananya.
Ia mengintai Jihan yang menjaga Laura. Saat wanita itu masuk ke kamar mandi, ia pun masuk ke kamar dan mengganggu Laura agar terbangun. Balita itupun merangkak ke pinggiran ranjang hingga akhirnya jatuh ke lantai. Saat semua orang panik, ia pun diam-diam masuk ke kamar pengantin dan mengambil ponsel Cinta.
Begitupun saat di rumah sakit. Ia yang sudah menabrak Vano dan menukar air mineralnya dengan air yang sudah ia masukkan obat perangsang menggunakan jarum suntik.
Dan di rumah, ia memberikan obat tidur pada mbok Darmi dan pak Amin, agar saat Vano datang mereka tidak memberitahu bahwa ia yang berada di kamarnya Cinta.
Rencananya nyaris sempurna. Tapi sial, keberuntungan belum berpihak padanya. Pria yang sudah sejak lama menjadi incarannya, lagi-lagi gagal untuk ia dapatkan.
.
.
.
Vano merasa tubuhnya lebih segar setelah mandi. Kini ia duduk di tepi ranjang dan menatap istrinya yang tertidur pulas karena kelelahan.
Kini ada banyak sekali pertanyaan yang bermunculan di benaknya. Siapakah sebenarnya ibu kandung Laura. Bagaimana Laura bisa ada bersama Cinta dan diakui sebagai anaknya. Jika bukan Cinta yang bersamanya saat itu, lalu bagaimana bisa KTP milik Cinta ia temukan di kamar hotel yang ia tempati setelah kejadian itu.
Hal tersebut sungguh membuatnya tak bisa berpikir jernih. Setelah bangun nanti, Cinta harus menjelaskan semuanya.
Namun, yang jelas sekarang ada hal lebih penting yang harus ia selesaikan lebih dulu.
"Indri, jangan harap aku akan mengampuni kamu!" Ia pun beranjak dari tempat duduknya. Mengambil ponselnya yang masih berada di dalam saku celana, setelahnya menuju balkon dan melakukan panggilan pada Sean.
Sean yang tengah tertidur itu harus terganggu oleh dering ponselnya. Ia pun harus bangun begitu melihat nama Vano di layar ponsel. Ia lantas duduk sembari mengusap wajah, kemudian menjawab panggilan itu.
"Van, bisa gak sih, teleponnya besok pagi aja?"
"Gak bisa, karena ini sangat darurat!" ucap Vano.
"Darurat apanya?" tanya Sean sambil sesekali menguap.
"Aku mau kamu ke ruang pengawas dan cek cctv bagian kamar yang aku tempati. Aku ingin lihat, bagaimana cara Indri bisa masuk ke sini dan mengambil hape Cinta."
"Huh?" Sean tercengang. "Maksudnya gimana sih?" Ia yang masih mengantuk itu tak dapat mencerna ucapan Vano dengan baik.
"Sean...!"
"Iya-iya, nanti aku ke ruang pengaw cctv," ucap Sean mengalah. Lalu merebahkan kembali tubuhnya.
"Sekarang!" titah Vano.
"Astaga." Sean meraup wajah dengan kasar. Tidak bisakah pengantin baru itu membiarkannya tidur dengan nyenyak semalam saja. Sebelumnya Cinta yang meminta tolong padanya untuk mencari Vano saat baru saja ia akan tidur. Dan sekarang Vano yang membangunkan dan meminta untuk mengecek cctv.
"Cepat!"
"Iya... !" Sean sampai berteriak saking kesalnya. Namun, ia tetap melaksanakan perintah Vano.
Hampir tiga jam lamanya Vano habiskan hanya dengan duduk di balkon. Ia pun masuk ke kamar saat udara semakin terasa dingin.
Bertepatan dengan itu Cinta baru saja keluar dari mandi. Istrinya itupun tampak segar setelah membersihkan diri. Tatapannya lekat memperhatikan langkah istrinya.
Cinta terpaku menatap suaminya, namun sesaat kemudian ia mengalihkan pandangannya. Tiba-tiba saja ia merasa gugup.
Vano pun mendekati istrinya. Memeluknya dari belakang dan menyadarkan kepala di pundaknya, menghirup aroma sabun yang terasa begitu menyegarkan.
"Sudah enakan badannya?" tanya Vano.
"Sudah, tapi... ." Cinta tak meneruskan kalimatnya. Ia merasa malu untuk mengatakan bahwa area pribadinya masih terasa perih. Bahkan rasanya seperti ada sesuatu yang tertinggal di dalam sana.
Vano mengulum senyum. Dari cara istrinya berjalan, ia tahu apa yang dirasakannya. Ia pun lantas mengurai pelukan kemudian menggendong tubuh istrinya dan mendudukkan di tepi ranjang.
"Biar aku ambilkan pakaianmu," ucapnya lalu membuka koper yang ada di samping ranjang. Setelah mengambil sepasang piyama tidur, ia pun memberikan pada istrinya.
"Mau aku bantu?" tawarnya.
Cinta menggeleng. "Gak usah, aku bisa sendiri." Ia pun segera kembali ke kamar mandi dan melangkah cepat sambil menahan perih.
Vano pun duduk di tepi ranjang menunggu istrinya. Tak berapa lama kemudian Cinta keluar dengan telah mengenakan piyama tidur.
"Ayo duduk sini," Vano menepuk bagian tepi ranjang di sebelahnya.
Cinta mengangguk, kemudian duduk si samping suaminya. Ia kembali meegan saat Vano menggenggam tangannya dan menatapnya dengan lekat. Sekarang, Vano pasti akan menuntut penjelasan mengenai Laura.
"Maukah kamu memberitahuku, siapa sebenarnya orang tua Laura? Kenapa kamu mengatakan kalau dia adalah anakmu sampai kamu rela dijauhi oleh keluargamu sendiri."
Cinta menunduk dengan mata terpejam. Menarik nafas dalam-dalam kemudian menceritakan pada suaminya.
#Flashback
EH... FLASHBACK NYA BESOK AJA YAKKK. MAU ANTAR SULUNG KU NGAJI DULU. 🙈🙈🙈
Waduh Vano mau ngomongin apa nih sama papa Haris apa soal Cinta yang sudah mendonorkan darahnya buat Indri 🫢🫢🫢
Van mau kamu apain mertua kamu