"Jamunya Mas," Suara merdu mendayu berjalan lenggak lenggok menawarkan Jamu yang Ia gendong setiap pagi. "Halo Sayang, biasa ya! Buat Mas. Jamu Kuat!" "Eits, Mr, Abang juga dong! Udah ga sabar nih! Jamunya satu ya!" "Marni Sayang, jadi Istri Aa aja ya Neng! Ga usah jualan jamu lagi!" Marni hanya membalas dengan senyuman setiap ratuan dan gombalan para pelanggannya yang setiap hari tak pernah absen menunggu kedatangan dirinya. "Ini, jamunya Mas, Abang, Aa, diminum cepet! Selagi hangat!" Tak lupa senyuman manis Marni yang menggoda membuat setiap pelanggannya yang mayoritas kaum berjakun dibuat meriang atas bawah.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Tiara Pradana Putri, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kedatangan Babeh Ali
"Santi! Apa-apaan ini!"
Semua mata kini tertuju pada suara menggelegar yang membuat semua terkejut.
"Abang." Umi Halimah terkejut meski wajahnya tetap tenang.
"A-Abang, kok Abang kesini?" Wajah Santi yang sejak tadi nyolot berubah jinak bahkan dibuat teduh sambil menghampiri Juragan Basir.
Semua mata yang melihat terlihat pura-pura tak memperhatikan namun enggan beranjak, seolah ingin mengetahui kelanjutan prahara yang begitu menarik dihadapan mata dan sayang untuk dilewatkan.
"Juragan, silahkan bawa kedua Istri Juragan keluar dari warung Saya. Sejak datang hanya buat rusuh saja." Marni tanpa ekspresi namun kata-kata yang dikeluarkan setajam silet.
Bahkan yang sedang mengerubungi Mereka menatap ngeri akan keberanian Marni dengan halus mengusir kedatangan Juragan Basir dan Kedua Istrinya.
"Ndok, ada apa?" Bude Sri yang baru tiba, dibuat terkejut dan mencoba memahami situasi yang kini ada dihadapannya.
"Mereka berdua Istri Juragan Basir Bude datang hanya membuat gaduh dan menuduh Marni macam-macam."
Bude Sri menarik nafas panjang, berjalan mendekati Marni kemudian mengusapi punggung Marni.
Bude Sri bisa melihat kemarahan di sorot mata Marni. Kali ini Bude Sri dibuat terkejut akan keberanian Marni meaki begitu apa yang Marni lakukan sudah benar.
"Juragan, Maaf, tapi benar apa yang dikatakan Marni, Saya jamin keponakan Saya tidak akan mencari gara-gara lebih dulu. Kami disini hanya cari makan Juragan. Jadi mohon pengertian Juragan." Bude Sri menatap kedua wanita disisi Juragan Basir yang berbeda ekspresi saat melihat Marni saat ini.
"Kalian berdua pulang. Masuk mobil!" wajah merah padam Juragan Basir terlihat jelas. Malu, kesal bahkan tak percaya, kedua Istrinya membuat onar dan akan menjadi buah bibir pedagang sepasar itu.
"Abang, tapi A-" Santi merajuk namun kata-katanya tak sampai dilanjutkan karena melihat wajah marah Juragan Basir.
"Masuk!"
"Ayo Santi. Mbak bilang Kita pulang saja." bujuk Halimah sambil menuntun tangan Santi.
"Tapi Mbak," Santi menghentikan kata-katanya melihat wajah serius Umi Halimah.
Sedangkan Santi yang masih dongkol dengan Marni tatapannya masih tajam dan menyiratkan bahwa "Kita belum selesai."
Juragan Basir menatap Marni dengan tatapan sulit diartikan.
Marni sendiri jengah, memilih mengalihkan pandangannya dari tatapan entah memiliki makna apa yang membuat Marni waspada.
"Hati-hati Juragan. Mari Saya antar." Jupri si Penjilat mengantar Juragan Basir keluar dari warung Marni.
"Yah, kirain bakal ada jambak-jambakan! Udah ah yuk bubar!" Begitulah netizen, jika tidak seru bubar jalan tak peduli perasaan Marni seperti apa.
Marni duduk disudut warungnya. Berbalik membelakangi semua orang yang mungkin saja masih ada di warungnya.
"Ndok," Bude Sri menepuk perlahan bahu Marni.
Marni berbalik, ia sekilas melihat, sudah sepi warungnya selain ia dan Bude Sri.
"Bude," lirih suara Marni sambil menunduk.
Berat sekali beban perasaan yanh Marni alami.
Bude Sri bisa merasakan bagaimana dilemanya Marni saat ini.
"Ndok. Duduk dulu yuk."
Marni mengikuti kata-kata Bude Sri. Keduanya duduk di sudut warung.
"Kamu sudah makan Ndok?" Tak ingin membahas dulu apa yang baru saja terjadi.
Gelengan Marni sesungguhnya membuat Bude Sri kembali menarik nafas.
"Makan dulu yuk. Bude belum makan. Kamu temani Bude ya."
Marni masih duduk termenung. Bukan mengabaikan ajakan Bude Sri namun tubuh Marni terasa lelah dan hati serta pikiran juga capek.
"Ndok,"
"Iya Bude."
"Makan dulu yuk. Temani Bude."
Akhirnya Marni mengikuti Bude Sri yang mengajaknya makan dulu.
Perlahan Bude Sri mulai bisa membuat Marni tersenyum. Meski sesekali terlihat Marni dengan tatapannya menerawang.
"Sudah ya Ndok. Jangan terlalu dipikirkan. Toh semua orang tahu Kamu gak salah. Mereka yanh keterlaluan. Sudah ya jangan murung terus, Bude sedih lihat Kamu murung begini."
"Bude. Marni sudah berusaha menjaga diri Marni, tapi kenapa harus seperti ini terus. Marni capek Bude. Marni capek disalahkan terus menerus."
"Iya Ndok. Bude ngerti. Kamu pasti sedih. Tapi Bude yakin Kamu kuat."
*
"Ndok Kamu ambil sekalian saja itu bahan-bahan Jamu, dipisahin takutnya kecampur sama pesanan orang lain, Bude takutnya lupa."
"Iya Bude. Sudah Marni pisahkan yang untuk Marni. Memang ini pesanan siapa? Banyak banget?" Marni melihat tumpukkan rempah yang sudah di masukkan plastik besar.
"Itu si Leha bilang, mau buat ngasih ke sodaranya. Nanti si Udin paling yang ngambil kesini. Ga usah diladenin kalo si Udin godain Kamu ya Ndok. Kalo gak biar Bude saja yang menghadapi kalo datang."
"Hai Neng Cantik! Ah gak rugi Abang pagi-pagi udah dimari kalo ketemu bidadari cantik yang ada dihadapan mata Abang." Udin dengan gaya tengil duduk mendekati Marni yang sedang memasukkan bahan-bahan untuk Jamu kedalam plasti merah.
"Loh Kamu sudah dateng aja Din! Ini sudah siap. Mau langsung dibawa?"
"Yaelah Bude. Baru sampe. Ngaso dulu kali. Neng Abang mau pesen kopi ada gak? Kok warungnya gak buka.
"Saya libur hari ini Bang. Lagian kalo mau kopi pesen aja di warung depan."
"Yah kok tutup si Neng, Beda dong kopi buatan Neng Marni sama yang lain. Kalo buatan Neng Marni rasanya ada manis-manisnya gitu!"
"Ehem!"
"Babeh Haji, monggo silahkan duduk." Bude Sri dengan sopan mempersilahkan Babeh Ali mertua Udin sekaligus yang bersengketa dengan Juragan Basir.
"Babeh, kok nyusul kesini?" Udin yang tidak tahu kedatangan Bapak Mertuanya kini tiba-tiba kikuk, mati gaya."
"Lu cepet bawa tuh pesenan Leha." Tatapan tak ramah bahkan cenderung kesal terlihat jelas dari wajah Babeh Ali.
"Bu Sri, ini pesanannya Leha jadi berapa? Belum dibayar kan?"
"Belum Beh, katanya mau ditransfer sama Leha."
"Ga usah, ini Saya aja yang bayar. Berapa semuanya?"
"Semuanya Dua Ratus Tujuh Puluh Lima Ribu. Ini Juragan kuitansinya. Rincian harganya juga ada disitu." Bude Sri memberikan kepada Babeh Ali.
"Din, bawa tuh. Kasih ke Leha. Die pasti nanyain itu. Lu jangan lupa bisa nyap-nyap nanti."
"Iya Beh. Babeh mau balik bareng Udin?"
"Lu balik duluan. Gua masih ada urusan. Cepet jangan banyak ngelancong kemana-mana."
"I-Iya Be. Kalo gitu Udin balik duluan ye." Udin menyalami Ayah Mertuanya.
Tentu saja tak ada dengan pamit sama Marni, mana berani Udin genit-genit di depan Bapak Mertuanya.
"Hati-hati Din, itu jangan sampe kececer. Ntar Leha malah repot nyarinya." Bude Sri memperingatkan Udin yang tampak grasak grusuk memasukkan semua pesanan Leha ke mobil.
"Sip Bude. Pamit Bude. Assalamualaikum."
"Waalaikumsalam. Beh pamit ye."
"Lu mau berapa kali cium tangan? Ntar yang ada tangan gue ketempelan jigong Lu!"
Udin memutar bola matanya meski segera ia tutupi dengan senyuman.
Tak mungkin Udin membalas Ayah Mertuanya. Udin masih butuh kenyamanan dan fasilitas sebagai Mertua dari Babeh Ali.
Kini Bude Sri dan Marni kembali saling tatapan, karena keberadaan Babeh Ali yang masih ada dan tak ada tanda untuk pergi.
"Kamu yang dilamar sama Basir buat jadi bini keempat? Mau?"
Ka othor ngikutin berita update 😁