Di tengah-tengah kemelut perang, seorang gadis muda yang berbakat, Elena, tergabung dalam unit pasukan khusus. Dalam sebuah misi yang kritis, kesalahan bermanuver mengakibatkan kematian tragis.
Namun, alih-alih menemukan ketenangan di alam baka, jiwanya terbangun kembali dalam tubuh gadis polos bernama Lily, seorang siswi SMA yang kerap menjadi sasaran bully dari teman-temannya.
Dengan kecerdasan militer yang dimilikinya, Elena mencoba untuk memahami dan mengendalikan tubuh barunya. Namun, perbedaan antara kehidupan seorang prajurit dan remaja biasa menjadi penghalang yang sulit dia atasi.
Sementara Elena berusaha menyelaraskan identitasnya yang baru dengan lingkungan barunya, dia juga harus menghadapi konsekuensi dari masa lalunya yang kelam. Di sekolah, Lily mulai menunjukkan perubahan yang mengejutkan, dari menjadi korban bully menjadi sosok yang tegas dan berani.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Arlingga Panega, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kembali Ke Sekolah
Lily terdiam setelah mendengar ucapan Mona, sebenarnya dia tidak memiliki niat untuk membatalkan pernikahan dengan Damian, hanya ingin sedikit membalas perlakuan pemuda itu, karena selalu mengikuti keinginannya sendiri, tanpa bertanya kepada Lily.
"Ibu... Aku lapar." ucap Lily sambil mengelus perutnya yang rata. Sejak pagi tadi dia memang belum sarapan, sehingga wajar saja kalau merasa lapar.
Mona langsung berdiri, "Ibu akan membuat masakan yang lezat untuk hari ini!"
Lily menganggukkan kepala, setelah pintu kamar tertutup, gadis itu merenung, apakah yang dilakukannya ini sudah benar? Dia merasa sedikit tidak nyaman, karena walau bagaimanapun keluarga Aditya menyambutnya dengan sangat ramah. Bahkan mereka memperlakukan Lily seperti keluarga sendiri.
Ponsel Lily berdering, sederet nomor baru muncul di layar ponselnya. Gadis itu terdiam sesaat, namun tak lama kemudian, dia segera mengangkatnya.
📱"Halo.." ucap Lily, namun tak ada jawaban dari seberang panggilan.
📱"Apa kau bisu? Aku pikir kau hanya seorang pria cabul, tapi ternyata memang tak bisa bicara!" ucap Lily kembali.
Batuk!
Pria di seberang panggilan segera menyahut, suaranya terdengar sangat perlahan.
📱"Apa kau marah padaku? Benar-benar ingin memutuskan untuk berpisah?"
Lily mengerutkan keningnya, ada sesuatu yang tidak beres dengan Damian, walau bagaimanapun pria itu tidak pernah berbicara dengan nada yang seperti itu.
📱"Apa kau mabuk?" tanya Lily.
📱"Tidak!" jawab Damian datar.
📱"Hmm..." Lily langsung mematikan ponselnya, gadis itu memejamkan mata dan tertidur dengan sangat lelap, dia bahkan tidak mengetahui jika Nyonya Sherly mendatangi kediamannya dan berbicara secara terbuka dengan Mona tentang masa lalu Damian.
Sekitar pukul 16:00 Lily terbangun, dia bergegas membersihkan diri, kemudian duduk di ruang tengah bersama Mona dan juga Resti.
"Ibu, aku berniat untuk kembali ke sekolah." ucap Lily hingga membuat Mona dan Resti langsung tersentak kaget.
"Tidak, tidak, kau tidak perlu kembali ke sekolah, lagi pula untuk apa, nak? Kau memiliki ijazah SMA, untuk apa lagi ke sekolah? Ibu tidak akan mengizinkanmu," jawab Mona, dia akan selalu terlihat murung setiap kali diingatkan tentang sekolah.
Kejadian beberapa bulan yang lalu saat Lily masuk Rumah Sakit masih membekas dalam ingatannya, dia tidak ingin sesuatu hal yang buruk terjadi pada Lily. Bahkan Dany mengikuti homeschooling untuk mencegah kejadian serupa terjadi kembali.
"Ibu... Kau tidak perlu khawatir, putri kesayangan ibu ini tidak selemah dulu." ucap Lily, namun Mona kembali menggelengkan kepala.
"Tidak!" Mona berbicara dengan sangat datar, keputusannya tidak bisa di ganggu gugat. Lily bangkit dari kursinya kemudian berjalan menuju sungai, dia ingin menenangkan pikirannya.
Wajah Mona terlihat sangat pucat, saat Lily mengungkapkan keinginannya untuk kembali ke sekolah, dia benar-benar takut akan kehilangan putrinya, apalagi anak-anak yang dulu melakukan pembullyan terhadap Lily masih berada di sekolah yang sama.
"Bicarakan pada Damian, minta dia supaya mencarikan seseorang untuk menjaga Lily saat berada di lingkungan sekolah," ucap Resti. Mona terdiam sesaat, tak lama kemudian wanita itu merogoh ponselnya dan melakukan panggilan telepon.
Damian baru saja akan pergi ketika ponselnya bergetar. Mata tajamnya melihat nomor pemanggil yang tertera di layar, kemudian menerimanya.
📱"Ya...!" ucap Damian, tidak ada kelembutan sedikitpun pada nada bicaranya. Mona merenung sesaat, haruskah dia meminta bantuan kepada pemuda itu? Namun tak lama kemudian, Mona langsung memutuskan untuk meneruskan rencananya.
📱"Nak Damian, ini Mona, ibunya Lily."
📱"Ya bu, ada yang bisa saya bantu?"
📱"Lily baru saja memutuskan untuk kembali sekolah, tapi ibu benar-benar takut terjadi hal-hal yang tidak di inginkan nantinya. Bisakah nak Damian mencarikan seseorang untuk menjaga Lily?"
Damian terdiam sesaat, namun tak lama kemudian, dia menyanggupinya.
📱"Baik.."
Akhirnya Mona merasa sedikit tenang, Damian tidak mungkin akan berbuat sesuatu yang akan menyakiti putrinya.
.
.
.
Lily tersenyum manis, setelah perdebatan beberapa hari dengan Mona, akhirnya dia mendapatkan kembali kebebasannya, kembali ke sekolah dan menunjukkan power yang sebenarnya di hadapan orang-orang yang selama ini selalu menganggapnya sebagai gadis udik yang tidak pantas berada di lingkungan mereka.
"Mari kita lihat, apakah mereka masih memiliki keberanian untuk menggangguku?" ucap Lily. Dia baru saja kembali setelah berbelanja pakaian sekolah dan juga buku-buku baru.
Sebelumnya Mona telah membakar semua barang yang berhubungan dengan sekolah, karena rasa sakit hati yang tak berujung, ketika mendapati putrinya berada dalam celah antara hidup dan mati.
Lily hanya harus bersabar menunggu hari berganti, hingga dia bisa menginjakkan kembali kedua kakinya di lingkungan sekolah elit yang selama ini telah memberikan pemilik tubuh banyak kesakitan.
"Lily, kau harus berhati-hati. Nenek tidak ingin terjadi sesuatu padamu," ucap Resti sambil mendudukkan dirinya tepat di samping Lily.
Gadis itu tersenyum kemudian menjawab dengan sangat tenang. "Nenek, terkadang dunia ini tidak adil. Ada saatnya kita harus berjuang sendiri untuk mendapatkan keadilan!"
Resti menganggukkan kepalanya perlahan, "Orang yang dikirim Damian sudah tiba?"
Lily hanya menjawab dengan sebuah anggukan ringan, "Dia selalu berkeliaran tak jauh dariku, nenek."
"Itu bagus," ucap Resti, mata tuanya menatap ke depan.
"Andai saja ayahmu masih ada, mungkin kehidupan kita tidak akan sesulit ini."
Lily melirik ke arahnya, "Tidak masalah, aku memiliki banyak uang sekarang, nenek. Bahkan jika keluarga ini ingin pindah, aku masih mampu membelikan sebuah rumah besar untuk kalian semua." jawab Lily sambil memperlihatkan saldo tabungannya di depan Resti.
"Lily, ini, ini..." wanita tua itu tak tahu lagi harus mengatakan apa, cucunya sekarang telah berubah banyak, tidak hanya sifatnya, namun dia juga seringkali keluar bersama dengan orang-orang yang hebat.
"Aku bekerja sama dengan beberapa orang pengusaha untuk menghasilkan sedikit uang bagi keluarga kita, tapi untuk sementara, akan lebih baik jika tetap tinggal di rumah ini, agar tidak terlalu mencolok, sehingga keluarga kita terbebas dari pandangan buruk dan juga niat buruk orang-orang," ucap Lily. Resti hanya mengangguk sebagai jawaban.
.
.
.
Hari berlalu dengan sangat cepat, pagi ini Lily bangun sambil bersenandung ringan. Dia segera membersihkan diri dan berganti pakaian, seragam sekolah baru telah terpasang di tubuhnya, dia sengaja mengepang rambut dan mempergunakan kacamata tebal, sehingga penampilannya benar-benar tampak seperti seorang gadis yang culun.
Lily berangkat menggunakan ojek, dia tiba di sekolah setelah 15 menit perjalanan. Ribuan pasang mata mengarah padanya, bahkan terlihat dari kejauhan tiga orang gadis menunjukkan senyuman yang meremehkan.
"Hahaha... Si culun kembali ke sekolah, mari kita bully!" ucap Rossa yang langsung diangguki oleh teman-temannya.
Tap...
Tap...
Tap...
Lily melangkahkan kakinya dengan sangat tenang, namun sebuah seruan membuat gadis itu menghentikan langkahnya.
"Masih hidup? Aku pikir pelajaran terakhir yang kami berikan, akan membuat kamu mengerti akan tingginya langit dan rendahnya bumi,"ucap Leni sambil menyilangkan kedua tangannya di depan dada.
Lily berbalik, melemparkan senyuman manisnya. "Sayangnya sampah tetap akan menjadi sampah, meskipun dipelihara dalam rumah mewah, pada akhirnya akan tetap dibuang ke tempatnya!"
"Dasar gadis culun! Kau berani menjawab ucapanku?" mata Leni langsung melotot. Sedangkan Lily mengangkat ibu jarinya dan langsung membalikannya.
"Sampah!"
bukannya ada hal yg ingin dia selesaikan dg Lily
bukannya ada dendam kan yahh
trus ini mksudnya apa
malah kerja sama yah??