S 3
Jangan boom like/lompat baca /nabung bab
Diusahakan baca setiap kali update. 🙏🙏🙏
_________________________________________
Kehadiranmu dalam Takdirku adalah bagian dari skenario Tuhan. Aku tidak marah atau bahkan balas dendam kepadamu. Sebab aku tahu betul sebelum hari ini kau pernah menjadi penyebab bahagiaku. Sekarang mungkin waktunya saja yang telah usai. Perihal lukaku ini biar menjadi tanggung jawabku sendiri, sebab dari awal aku yang terlalu dalam menempatkanmu di hatiku. Doaku semoga hari-harimu bahagia tanpa aku. Dengan siapapun kamu semoga dia adalah wanita yang bisa memahamimu, menyayangimu dan membuatmu bahagia lebih dari apa yang pernah aku berikan untukmu." ~ Elmira...
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon syitahfadilah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 31. BICARA DARI HATI KE HATI SEBAGAI SESAMA WANITA
Farzan menatap langkah Elmira dan mamanya yang menaiki anak tangga menuju kamarnya, dengan tatapan memohon. Tapi mama Zana bersikap acuh, sedang Elmira tidak bisa berbuat apapun. Dia tidak berdaya untuk membantah perintah mama Zana.
Sesampainya di kamar Farzan, Elmira disambut dengan aroma maskulin yang sama persis dengan aroma tubuh sang pemilik kamar. Kedua netranya berkeliling mengindai seluruh penjuru kamar yang sangat luas itu. Semuanya benda tertata rapi dan dan serba lengkap. Namun, ada satu hal yang cukup menggelitik bagi Elmira. Yaitu, warna cat dindingnya. Biru yang dikombinasikan dengan warna pink. Elmira mati-matian menahan tawanya agar tak menyinggung mama Zana.
"Ketawa aja kalau mau ketawa. Tante juga suka ketawa kok kalau masuk kamar ini." Ujar mama Zana sambil terkekeh pelan. Membuat Elmira pun akhirnya kelepasan, wanita itu tertawa pelan namun dengan segera menutup mulut untuk meredam tawanya. Seharusnya ia tidak menertawakan dua warna ladies tersebut, mungkin Farzan memiliki alasan tersendiri memilih dua warna itu.
"Yang baru pertama melihat warna cat dinding kamar ini pasti mengira kalau Farzan itu gak gantle, karena memilih warna-warna yang lebih dominan untuk wanita. Tapi dibalik alasannya memilih dua warna ini ternyata memiliki makna tersendiri." Mama Zana melangkah menuju ranjang kemudian mendudukkan dirinya di tepi tempat tidur yang beralaskan sprei putih.
"Kata Farzan, warna pink itu melambangkan cinta. Menurutnya siapapun yang memasuki kamar ini akan merasa dicintai," Mama Zana melirik kearah Elmira, ucapannya barusan tentu ditujukan untuk calon menantunya itu. "Dan Biru, melambangkan ketenangan. Sentuhan warna biru membuat siapapun betah untuk berlama-lama tinggal di dalamnya. Sebab hanya dengan melihat warnanya saja, penghuninya akan langsung tunduk."
Elmira mengangguk pelan membenarkan. Terbukti, meskipun warna kamar itu lebih dominan untuk perempuan, tapi ia sudah merasa nyaman padahal belum merasakan empuknya ranjang berukuran besar milik bosnya itu. Ia benar-benar terkesan dengan apa yang dirasakannya sekarang, untuk yang pertama kali ia merasa dihargai sebagai orang yang tak berada. Namun, ketika mengingat satu hal, wajahnya tampak sayu. Ia tidak ingin terbuai dengan keindahan saat ini dan suatu hari nanti akan kembali terbuang.
"Ada apa, Mira? Apa kamu gak suka kamar ini?" Tanya mama Zana yang memperhatikan perubahan raut wajah Elmira.
Elmira menggeleng pelan, "Aku suka kok, Tante?" Jawabnya sambil tersenyum tipis.
"Lalu kenapa?" Tanya mama Zana lagi. Ia yakin pasti ada suatu hal yang sedang dipikirkan calon menantunya itu. Entah apa, tapi sepertinya cukup mengganggu bila melihat dari raut wajahnya yang terlihat sayu.
"Kalau ada sesuatu yang menganggu pikiranmu katakan saja, kita bisa bicara dari hati ke hati sebagai sesama wanita."
Elmira menghela nafasnya, ia merasa bingung harus mengatakannya bagaimana. Tapi jika tetap diam itu akan membuatnya tidak tenang sendiri.
"Kalau kamu merasa canggung, anggap saja Tante ini adalah Ibumu. Bukankah diantara anak dan ibu tidak pernah menyembunyikan apapun. Jadi sebagai Ibu, sekarang Tante mau kamu mengatakan apa yang sedang mengganggumu pikiranmu saat ini."
Elmira seketika berkaca-kaca, sebagai seorang anak yatim piatu yang merindukan sosok orang tua, ia sangat terharu mendengar ucapan mama Zana. Jika tidak malu dan ingat dimana ia saat ini, mungkin ia sudah menangis karena saking terharunya. Dengan memberanikan diri, ia pun perlahan melangkah ke arah mama Zana, ikut duduk di samping wanita baya yang kecantikannya tak lekang oleh usia.
"Sekarang katakan, ada apa?" Mama Zana mengusap punggung tangan Elmira agar wanita itu sedikit lebih tenang untuk menyampaikan keresahannya. Dan hal itu membuat Elmira semakin merasa terharu.
Elmira menghela nafasnya sebelum berbicara, "Tante, apa semua ini tidak terlalu berlebihan? Mengingat aku ini hanya orang asing disini. Aku sama sekali tidak pantas mendapatkan perlakuan istimewa sekecil apapun dari kalian. Yang pantas mendapatkan itu adalah wanita yang bisa membalas semua kebaikan kalian ini." Elmira menunduk setelahnya. Ia rasa mama Zana sudah cukup mengerti arah pembicaraannya.
Mama Zana terkekeh pelan, jadi itu yang menggangu pikiran calon menantunya.
"Jika kamu menyinggung soal perbedaan status sosial, dulu Tante juga sama seperti kamu. Tante juga berasal dari keluarga yang sederhana sebelum Tante tahu jati diri Tante sebenarnya. Dan keluarga ini menerima Tante dengan tangan terbuka tanpa melihat status sosial," Mama Zana tersenyum simpul, ia jadi teringat saat pertama kali datang ke rumah ini. Sama seperti Elmira, ia juga merasa canggung dan merasa tidak pantas.
"Dan tentang yang dikatakan mantan suamimu itu, apa kamu berpikir bahwa kami tidak bisa menerima hal itu?"
Elmira hanya mengangguk pelan sebagai jawaban.
"Kalau begitu kamu sudah salah besar. Kalau kami tidak bisa menerima hal itu, lalu untuk apa Tante memintamu untuk tinggal di sini? Tiap pasangan suami-istri itu memang selalu menantikan seorang anak dalam pernikahan mereka. Tapi jika Farzan saja tidak mempermasalahkan itu, Tante dan Om juga tidak ada alasan untuk tidak suka. Karena yang akan menjalaninya adalah Farzan sendiri dan kami sebagai orangtuanya hanya bisa mendoakan yang terbaik untuk kalian berdua. Soal anak, kan kalian bisa adopsi, atau program bayi tabung mungkin." Mama Zana tersenyum hangat setelahnya.
Elmira tidak bisa berkata-kata, yang dirasakannya sekarang sungguh perasaan haru luar biasa. Mungkin ia tidak akan menemukan keluarga di luar sana, seperti keluarga Farzan yang bisa menerima kekurangannya.
"Terimakasih, Tante." Setetes cairan bening berhasil lolos disudut mata Elmira.
"Sama-sama, tidak perlu merasa sungkan seperti itu. Tante tidak mau Kamu jadi tidak nyaman di sini. Kamu tahu, disisa usia Tante hanya ingin melihat kebahagiaan anak-anak Tante. Dan Farzan bahagia bersamamu jadi Tante mendukung penuh pilihannya. Sudah ya, jangan memikirkan apapun lagi. Sekarang dan seterusnya tinggallah dengan nyaman di sini."
Elmira kembali terdiam dengan sedikit menunduk, entah apa yang akan dikatakan oleh wanita baya didepannya ini jika tahu ia belum menerima pinangan putranya.
"Sekarang kamu istirahatlah, Tante keluar dulu."
Elmira mengangguk, ia mengantar mama Zana hingga ke depan pintu.
Sementara itu di ujung anak tangga. Arkan dan Fiona terus menarik kakaknya yang berusaha naik.
"Ayo Kak cepetan pergi, nanti Mama keluar dari kamar kakak terus lihat kakak masih di sini, entar dimarahin loh." Bujuk Fiona.
"Iya kak, ayo cepetan aku antarin ke apartemen. Nanti aku juga yang dimarahin sama Tante Zana kalau lihat kita masih di sini." Sahut Arkan dengan cemas, ia terus menoleh ke atas untuk memastikan jika tantenya itu tidak muncul dengan tiba-tiba.
"Kalian berdua ini apaan sih? Aku tuh cuma mau pamitan sama El!" Sentak Farzan sambil terus menarik tangannya yang tidak mau dilepas oleh dua adiknya itu.
"Alasan! Gak cukup apa tiga hari bareng kak Mira di desa? Ketemunya kan bisa besok lagi di kantor. Sekarang ayo cepetan kakak pergi."
"Sebentar aja Fio, udah pamitan kakak bakal langsung pergi kok, malah gak usah dianterin. Kakak bisa pergi sendiri dari sini." Tampang Farzan sudah bagai orang frustasi. Ia tidak hanya di usir oleh mamanya, tapi juga akan sulit bertemu Elmira jika sudah dibawa pengawasan sang mama. Jika tahu bakal begini kejadiannya, ia tidak akan menuruti keinginan mama Zana untuk membawa Elmira tinggal dirumahnya.
"Gak perlu pamitan!" Ujar mama Zana yang telah berdiri diatas tangga.
Arkan dan Fiona langsung menunduk dan melepas tangan Farzan. "Tuh kan, Mama datang." Fiona perlahan bergerak mundur, pun dengan Arkan yang menarik ujung baju adiknya itu.
"Elmira lagi istirahat, gak bisa diganggu. Kamu juga cepetan pergi ke apartemen terus istirahat di sana." Mama Zana menuruni anak tangga dengan ekspresi garang seperti biasanya.
"Mama beneran ngusir aku?"
"Iya!" Jawab mama Zana terdengar ketus, kemudian melewati putranya itu begitu saja.