seorang CEO cantik, seksi, dan galak, yang terjebak dalam dinamika dunia kerja dan cinta. Dia harus menghadapi tantangan dari mantan suaminya, mantan pacar Tanier, dan berbagai karakter wanita seksi lainnya yang muncul dalam hidupnya. Tanier, karyawan Lieka yang tampan, sabar, dan kocak, berjuang untuk memenangkan hati Lieka dan membantu perusahaan mereka bertahan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon tanier alfaruq, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 34: Ancaman yang Mengintai
Tanier mematikan ponselnya, meletakkannya di meja, dan menghela napas panjang. Sundari adalah bagian dari masa lalunya yang selalu dia hindari, tapi entah mengapa, wanita itu selalu berhasil muncul kembali di saat yang paling tidak diharapkan. Dia tahu bahwa Sundari tidak main-main. Ancaman Sundari bisa berarti masalah besar, tidak hanya untuknya, tetapi juga untuk Lieka dan perusahaan.
Di tengah pikirannya yang kacau, Tanier mendapati dirinya memikirkan Lieka lagi. Wanita itu terlalu kuat untuk menunjukkan kelemahan, tapi Tanier tahu bahwa di balik sikap galak dan tegasnya, ada banyak hal yang membebani pikirannya. Perusahaan, mantan suami, dan kini hubungan yang mulai terjalin di antara mereka.
Sementara itu, di ruangannya, Lieka merasakan sesuatu yang berbeda. Setelah perbincangan intens dengan Tanier tadi, dia merasa hatinya mulai terbuka untuk pria itu. Ada kehangatan yang dirasakannya setiap kali mereka berdua bersama, meskipun ia sering mencoba menyangkalnya. Namun, ancaman dari masa lalu, khususnya kembalinya Sugi dan kini Sundari yang ikut campur, membuatnya ragu untuk melangkah lebih jauh.
Tiba-tiba, suara notifikasi dari emailnya memecah lamunannya. Lieka membuka email tersebut, dan matanya membelalak saat melihat nama pengirimnya—Sugi.
"Kita perlu bicara. Segera."
Pesan singkat namun penuh dengan ancaman tersirat. Lieka bisa merasakan tekanan yang kembali menghantamnya. Dia tahu bahwa Sugi bukan hanya akan membahas hal pribadi, tapi mungkin juga urusan bisnis. Setelah perceraiannya dengan Sugi, lelaki itu tetap memiliki saham kecil di perusahaan, yang cukup untuk membuat situasi semakin rumit.
Lieka menggenggam kursinya erat. Masalah semakin bertumpuk—dan dia perlu segera mengambil kendali.
***
Keesokan harinya, di ruang rapat, Lieka berdiri di depan semua petinggi perusahaan untuk memimpin pertemuan penting terkait proyek besar yang sedang berjalan. Tanier duduk di salah satu sisi ruangan, memperhatikan dengan cermat setiap langkah dan keputusan yang diambil Lieka. Meski tampak tenang dan profesional di luar, Tanier tahu bahwa Lieka sedang menghadapi tekanan luar biasa.
Saat rapat berjalan, pintu ruang rapat tiba-tiba terbuka. Semua orang menoleh, dan di sanalah berdiri Sugi, mantan suami Lieka, dengan senyum yang penuh kemenangan di wajahnya. Beberapa eksekutif tampak bingung, karena Sugi bukan lagi bagian dari tim inti perusahaan.
Lieka mengepalkan tangannya di bawah meja, berusaha untuk tetap tenang. "Sugi, apa yang kamu lakukan di sini?" tanyanya dengan nada dingin, berusaha tetap profesional di depan semua orang.
Sugi tersenyum licik. "Oh, aku hanya datang untuk melihat bagaimana kamu menjalankan perusahaan ini, Lieka. Lagipula, aku masih memiliki kepentingan di sini, bukan?"
Semua mata kini tertuju pada Lieka, menunggu responsnya. Tanier bisa merasakan ketegangan yang melanda ruangan itu. Dia tahu ini adalah momen krusial bagi Lieka, dan meski dia ingin membantu, ini adalah sesuatu yang harus dihadapi oleh Lieka sendiri—setidaknya untuk saat ini.
Lieka menarik napas dalam-dalam sebelum berbicara lagi. "Kamu mungkin punya sedikit saham di sini, Sugi. Tapi itu tidak memberimu hak untuk ikut campur dalam operasi perusahaan. Jika kamu ingin berbicara tentang kepentinganmu, kita bisa membicarakannya nanti, secara pribadi."
Sugi tertawa pelan, tatapannya menyapu seluruh ruangan sebelum kembali menatap Lieka. "Baiklah, kalau itu maumu. Tapi ingat, Lieka, aku akan selalu berada di sekitar, mengawasi. Jangan pikir aku akan membiarkanmu berjalan dengan mudah."
Dengan pernyataan itu, Sugi berbalik dan meninggalkan ruang rapat, meninggalkan kesunyian yang berat di belakangnya. Lieka tetap berdiri tegak, meskipun hatinya bergejolak. Setelah beberapa detik yang tampak seperti selamanya, dia melanjutkan rapat seolah tidak terjadi apa-apa, tapi Tanier bisa melihat bahwa ancaman dari Sugi telah mengguncangnya.
Setelah rapat selesai, Lieka menghilang ke kantornya. Tanier merasa perlu berbicara dengannya, untuk memastikan dia baik-baik saja. Dia mengetuk pintu kantor Lieka dengan pelan, dan setelah mendengar persetujuannya, Tanier masuk.
Lieka duduk di belakang mejanya, tampak lebih lelah daripada biasanya. Tanier mendekat dan menatapnya dengan penuh perhatian. "Kamu baik-baik saja?"
Lieka mengangguk, meski jelas terlihat bahwa dia sedang berusaha keras untuk tetap kuat. "Aku baik-baik saja. Ini hanya... terlalu banyak yang terjadi sekaligus."
Tanier mendekat sedikit lagi, kali ini tanpa ragu. "Aku di sini, Lieka. Apapun yang terjadi, aku ada buat kamu."
Kata-kata sederhana itu seakan melepaskan beban yang ditanggung Lieka selama ini. Dia menatap Tanier dengan mata yang penuh emosi, sebelum akhirnya membiarkan dirinya jatuh ke dalam pelukan pria itu. Meski hanya sesaat, kehangatan yang dia rasakan dari Tanier membuatnya merasa sedikit lebih kuat.
Setelah momen hening di antara mereka, Lieka melepaskan diri dari pelukan Tanier. Ada kehangatan yang terasa, tetapi dia cepat-cepaT mengembalikan sikap profesionalnya. Dia tak bisa memperlihatkan kelemahan, terutama di hadapan salah satu karyawannya. Namun, Tanier selalu punya cara membuatnya merasa nyaman, bahkan dalam situasi sesulit apa pun.
"Terima kasih, Tanier," ujar Lieka dengan suara lembut, sambil duduk kembali di kursi di belakang meja kerjanya. "Tapi aku harus tetap fokus. Sugi bukan orang yang mudah dihadapi, dan kita punya banyak hal yang harus diselesaikan."
Tanier mengangguk, memahami bahwa Lieka sedang mencoba menegakkan diri. "Aku tahu. Tapi ingat, kamu nggak harus hadapi semuanya sendirian. Aku selalu siap membantu, kapan pun kamu butuh."
Lieka tersenyum kecil, meski matanya tampak berat karena beban yang harus ditanggungnya. "Aku tahu, Tanier. Aku menghargai semua bantuanmu."
Beberapa detik berlalu dalam keheningan sebelum Tanier angkat bicara lagi. "Jadi, langkah selanjutnya apa? Apakah kita perlu menyiapkan strategi untuk menghadapi ancaman dari Sugi?"
Lieka menghela napas panjang. "Untuk sekarang, aku harus fokus pada proyek besar yang sedang kita kerjakan. Itu prioritas utama. Sugi mungkin mencoba mengganggu, tapi aku tidak akan membiarkannya mempengaruhi perusahaan ini."
Tanier menyadari betapa keras kepala dan tegar Lieka dalam menghadapi masalah-masalah ini. "Baiklah. Kalau begitu, aku akan mengawasi perkembangan proyek dan memastikan tidak ada gangguan dari luar, termasuk dari Sugi atau siapa pun."
"Terima kasih," jawab Lieka singkat, tetapi penuh makna. Dia tahu bahwa Tanier tidak hanya berkata-kata, tapi benar-benar berkomitmen untuk membantu.
***
Di tempat lain, Sugi berjalan keluar dari gedung perkantoran dengan senyum licik di wajahnya. Kunjungannya bukan tanpa alasan, dan dia tahu betul bahwa Lieka merasa terancam. Itu hanya langkah pertama dalam rencana besarnya. Dia tidak akan menyerah untuk merebut kembali apa yang menurutnya adalah miliknya, baik itu perusahaan maupun Lieka.
Sugi menatap ponselnya, mengirim pesan ke seseorang yang namanya tidak tercantum di kontak. "Kita sudah mulai. Bersiaplah untuk langkah berikutnya."
Tak lama, balasan datang. "Semua sudah siap. Kita tunggu aba-aba darimu."
Dengan senyum yang lebih lebar, Sugi menaruh ponselnya di saku dan melangkah dengan percaya diri. Rencana besar yang dia susun mulai bergerak, dan kali ini dia yakin akan menang.
***
Kembali ke kantor, Lieka berusaha menenangkan diri. Meskipun dia tampil kuat di luar, ancaman dari Sugi dan tekanan yang datang bertubi-tubi mulai menggerogoti dirinya. Dia mengalihkan fokus pada pekerjaannya, tetapi pikirannya terus melayang ke permasalahan yang belum terselesaikan.
Sementara itu, Tanier keluar dari ruangan Lieka dengan banyak hal yang berkecamuk dalam pikirannya. Dia tahu Sugi bukan lawan yang bisa dianggap remeh, dan ancamannya mungkin lebih besar dari yang terlihat. Tetapi Tanier bertekad untuk tidak membiarkan pria itu menghancurkan Lieka atau perusahaan ini.
Saat Tanier berjalan melewati kantor, dia melihat Sundari berdiri di ujung lorong, menatapnya dengan senyuman yang tak menyenangkan. Senyuman yang membuatnya merasa tidak nyaman.
Sundari melangkah mendekatinya, dengan gaya yang anggun dan penuh percaya diri. "Tanier, lama nggak ketemu," suaranya terdengar manis, tetapi Tanier tahu ada sesuatu yang berbahaya di baliknya.
Tanier menghela napas, berusaha tetap tenang. "Apa yang kamu inginkan, Sundari?"
Sundari menyeringai, matanya menyelidik. "Aku? Oh, aku hanya ingin memastikan bahwa kamu baik-baik saja di sini, di bawah kendali wanita itu." Nada sindiran jelas terdengar dalam ucapannya.
Tanier mendekat, menatap Sundari dengan serius. "Jangan ikut campur urusan yang bukan kepentinganmu, Sundari."
Sundari tertawa pelan. "Kamu pikir aku cuma akan berdiri di samping dan membiarkan semuanya berjalan begitu saja? Oh, Tanier, kamu salah besar. Aku sudah punya rencana sendiri, dan kamu mungkin tidak akan suka bagaimana hasilnya."
Tanier merasakan ketegangan meningkat lagi. Sundari dan Sugi—dua sosok dari masa lalu yang tiba-tiba muncul dan mengancam semuanya. Namun, dia tahu satu hal: dia tidak akan membiarkan siapa pun menghancurkan Lieka atau hubungan yang sedang berkembang di antara mereka.
"Kalau kamu mau bermain, Sundari, aku siap. Tapi jangan harap kamu bisa memenangkan permainan ini," jawab Tanier dengan penuh tekad.
Sundari menyipitkan mata, lalu dengan angkuh berbalik dan pergi. "Kita lihat saja nanti, Tanier. Kita lihat siapa yang akan menang pada akhirnya."
Tanier menatap punggung Sundari yang menghilang di balik pintu lift, lalu dia mengalihkan perhatiannya kembali pada Lieka. Apa pun yang terjadi, dia akan berada di sisinya, melindunginya dari segala ancaman, baik dari Sugi, Sundari, atau siapa pun yang mencoba menghancurkan hidup mereka.