Ayu Lestari, seorang wanita yang harus rela pergi dari rumahnya saat warga mengetahui kehamilannya. Menghabiskan satu Malam dengan pria yang tidak di kenalnya, membawa petaka dan kemalangan pada Ayu, seorang wanita yang harus rela masa depannya terenggut.
Akankah Ayu menemukan siapa ayah bayi yang di kandungnya? bagaimana reaksinya saat mengetahui bahwa pria yang menghamilinya adalah seorang pria yang di kenal culun?
Penasaran kan? yuk ikuti terus kisahnya sampai akhir ya, jangan lupa tambahkan subscribe, like, coment dan vote nya. 🤗🥰
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Reni mardiana, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Karyawan sinting
Tibalah saatnya Ayu pergi dari rumah kedua orangtuanya, dia pergi dengan tangan kosong karena sebagaian banyak baju dan perlengkapannya ada di Panti asuhan. Tujuan utamanya adalah mansion Wiratma, disanalah mereka akan tinggal dan memulai hidup baru sebagai sepasang suami istri sekaligus keluarga kecil demi Raja.
Di dalam mobil.
Raja duduk di kursi belakang bersama kedua orangtuanya, dia di apit di kedua sisi Gibran dan Ayu. Pangeran kecil itu nampak berbunga karena ia bisa duduk di kursi mobil bersama kedua orangtuanya, impian dia dari dulu. Mata Gibran menangkap baju Raja di bagian pundaknya bolong, dia menduga kalau itu adalah gigitan tikus. Gibran membandingkannya dengan pakaian miliknya, walaupun terlihat culun semua pakaiannya merupakan pakaian bermerek. Ada rasa perih di hatinya, andai saja ia tahu lebih awal mungkin saja Raja tidak akan kesusahan, bahkan baju yang di kenakannya akan sama seperti kedua keponakannya yang selalu tampil cantik dan modis.
"Ke mall."Perintah Gibran pada supir di kursi depan.
Ayu yang tengah menatap kearah luar jendela mengalihkan pandangannya, dia mengernyit heran ketika mendengar Gibran meminta pergi ke Mall.
"Kenapa tidak pulang saja?" Tanya Ayu dengan tatapan bingungnya.
"Sebentar saja." Jawab Gibran tanpa mengalihkan pandangannya.
"Yeaaayyy, ke Mall! Ayah, apa kita akan bermain disana?" Pekik Raja dengan mengajukan pertanyaan pada Gibran, mata beningnya mengerjap beberapa kali di seetai senyuman manisnya.
"Bermainlah sepuasmu." Jawab Gibran tersenyum.
Ayu kembali diam, ada kecanggungan antara dirinya dan juga Gibran. Ayu merasa Gibran yang culun dan polos itu perlahan berubah, dia penuh dnegan kejutan, dari mulai membelanya dan Raja di hadapan Ghina. Sampai mengiyakan pernikahan yang tak pernah di bayangkan sebelumnya, Ayu jadi bertanya-tanya akan sikap Gibran, apakah memang pria culun di sampingnya ini sudah berubah.
Kalau berubah, berarti? Masa iya aku harus melayaninya d-di k-kas-sur? Eng-enggak, aduh kenapa sih pikiran ini selalu saja mikir yang terlalu kejauhan. Batin Ayu.
Ayu memukul-mukul kepalanya, tanpa dia sadari Raja dan Gibran sama-sama menatap heran sekaligus aneh.
"Ibu, apa kepala ibu sakit?" Tanya Raja.
"Hah?" Ayu tersadar dari lamunannya." G-gap papa kok sayang, Ibu hanya pusing saja." Jawab Ayu gelagapan.
"Jangan sering melamun, Ibu. Kata Kak Riska kalau kita banyak melamun itu tandanya banyak cicilan, apa Ibu punya cicilan? Kalau punya, biar Ayah yang bantu bayar ya Bu, Ayah kan banyak uangnya." Cerocos Raja.
Bola mata Ayu membulat sempurna, sedangkan Gibran menatap Ayu dengan satu alis terangkat. Ah, pasti Gibran mengira bahwa Ayu benar-benar memiliki cicilan, ia lantas menggelengkan kepalanya dengan pelan.
30 menit berlalu. Mobil yang di tumpangi Gibran sudah sampai di sebuah Mall yang besar dan megah, pemiliknya adalah ayahnya Gibran sendiri yaitu Wiratma. Tetapi pegawai disana tidak ada yang tahu bahwa Gibran merupana anak dari pemiliknya, jika pun Gibran mengantar Widya mereka pasti mengira Gibran adalah asisten atau pekerja yang menemani Widya berbelanja.
Begitu masuk, banyak sekali manusia berlalu lalang dengan penampilan yang berbeda-beda, dari usia muda sampai yang tua ada disana. Tujuan utama Gibran adalah toko pakaian anak kecil. Ia menggandeng tangan kecil Raja menuju toko pakaian, Raja berbinar melihat semua pakaian yang tertata rapih dengan berbagai model dan juga bermacam warna.
"Wah, bagus sekali." Ucap Raja dengan bola mata berbinar.
"Pilih baju yang kamu mau, nanti Ayah yang bayar semuanya." Ucap Gibran.
Raja menatap kearah Ayu, dia memberi isyarat sebagai permintaan persetujuan Ayu sebagai Ibunya. Karena sedari kecil Raja di didik untuk tidak menerima pemberian dari sembarang orang, jika pun ada yang memberi tidak boleh seenaknya ataupun serakah.
"Secukupnya saja." Ucap Ayu.
"Yeeaayy!" Pekik Raja.
Raja berlarian kesana kemari mencari pakaian yang dirasa cocok untuknya, salah seorang pelayan toko datang menghampiri Gibran dan Ayu. Tatapannya terlihat tidak suka kepada pasangan pasutri baru di hadapannya, bagaimana tidak. Jika biasanya yang berkunjung ke tokonya adalah orang-orang kaya dengan pakaian modis dan juga bermerk, berjas. Tetapi kini, hanya seorang wanita dengan pakaian yang sudah luntur warnanya, seorang pria yang terlihat kuno memakai celana jeans oversize, kemeja kotak-kotak merah dan juga kacamata bening yang bertengger di wajahnya.
"Cari apa ya?" Tanya karyawan itu dengan nada jutek.
"Apa begini caramu melayani pelanggan?" Tanya Gibran dengan nada tak suka.
"Ck, memangnya kenapa? Apa urusannya denganmu? Bos bukan, jika mau cari sumbangan silahkan kalian pergi dari sini. Kalau pun kalian ingin beli baju disini, memangnya kalian punya uang? Penampilan udah kayak gembel gini juga." Karyawan itu berdecak sambil memindai penampilan Gibran dan Ayu dari atas sampai ke bawah.
Gibran mengepalkan tangannya, Ayu seakan sudah terbiasa dengan cibiran bahkan hinaan paling menyakitkan pun tak memperdulikan ucapan karyawan tersebut. Ayu lebih memilih nyelonong masuk menyusul Raja sambil menarik tangan Gibran, karyawan tersebut mengekor di belakang Gibran takut Ayu maupun Gibran mencuri barang di tokonya.
Pukkk ..
"Jangan pegang-pegang, nanti bajunya kotor." Protes karyawan tersebut.
Gibran mengeluarkan black card dari dalam dompetnya, dia menunjukkannya pada karyawan tersebut sampai membuat si empu membelalakkan matanya. Tak hanya sampai di situ, Gibran memperlihatkan semua kartu sakti miliknya agar karyawan sombong itu tak lagi menghina.
"Jika aku yang kau sebut gembel? Lantas bagaimana dengan dirimu? Masih bekerja di bawah perintah orang saja sombongnya melebihi Bos, dengan apa yang aku miliki saja bisa membeli mulutmu yang lancang itu." Tukas Gibran dengan wajah memerah.
"Heleh, palingan juga hasil nyuri? ya kan." Sinis karyawan tersebut.
Gibran tak sudi lagi berdebat dengan karyawan tak tahu diri itu, dia memerintahkan Raja untuk berdiri di belakangnya begitupun dengan Ayu. Tangannya merogoh saku celananya, dia menghubungi seseorang yang mana membuat nyali si Karyawan menciut.
"Bagas! Cepat datang ke toko pakaian anak sekarang juga! Terlambat satu detik kau akan ku pecat." Ucap Gibran ketika sambungan telponnya langsung terhubung.
Tak berselang lama seorang pria tinggi, putih datang dengan nafas terengah-engah. Sorot mata Gibran menajam menatap kearahnya, dengan susah payah pria bernama Bagas itu menelan ludahnya.
Bagas berjalan kearah Gibran dengan wajah pucat pasi, Mall tempat ia bekerja memang milik Wiratma. Tetapi yang memegang kendali tetap Gibran, walaupun dia memantau dari rumah saja. Sorot wajah marah yang Gibran perlihatkan bukan satu kali ini saja Bagas lihat, melainkan ketiga kalinya tanpa banyak yang tahu.
"Kirimkan semua pakaian untuk anak usia 6 tahun, pakaian wanita untuk istriku juga." Titah Gibran seraya menatap kearah Ayu.
"Dan satu lagi, pecat wanita ini sekarang juga! Tidak ada pesangon ataupun gaji yang harus dia dapatkan, sebagai bayaran karena ucapannya yang semena-mena padaku dan juga anak istriku." Tegas Gibran menunjuk kearah wajah sang karyawan.
"What!! Anak istri!" Pekik Bagas.
Bagas tentunya sangat terkejut, Gibran sudah menikah bahkan memiliki anak sebesar Raja. Tanpa mendengarkan ocehan Bagas yang akan mencecarnya dengan berbagai pertanyaan, Gibran membawa Ayu dan Raja keluar dari Mall saat itu juga. Bagas merupakan orang terdekat Gibran, jadi tak heran jika pria itu cukup syok.
/Slight//Slight/