Ariana tak sengaja membaca catatan hati suaminya di laptopnya. Dari catatan itu, Ariana baru tahu kalau sebenarnya suaminya tidak pernah mencintai dirinya. Sebaliknya, ia masih mencintai cinta pertamanya.
Awalnya Ariana merasa dikhianati, tapi saat ia tahu kalau dirinya lah orang ketiga dalam hubungan suaminya dengan cinta pertamanya, membuat Ariana sadar dan bertekad melepaskan suaminya. Untuk apa juga bertahan bila cinta suaminya tak pernah ada untuknya.
Lantas, bagaimana kehidupan Ariana setelah melepaskan suaminya?
Dan akankah suaminya bahagia setelah Ariana benar-benar melepaskannya sesuai harapannya selama ini?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon D'wie, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Keputusan tepat
Danang mondar-mandir di ruang tamu. Ponselnya menempel di telinga, menanti panggilannya diangkat Ariana. Akan tetapi, meskipun sudah berulang kali ia melakukan panggilan, panggilan itu tak kunjung Ariana angkat. Ia meremas ponselnya kesal. Ingin ia lemparkan ponsel itu, tapi tak jadi. Mungkin takut hancur. Sayang kalau mau beli lagi.
Danang meremas rambutnya. Karena kepikiran dengan surat cinta dari pengadilan yang Ariana layangkan, ia sampai lupa kalau ia sedang ditunggu Monalisa di rumahnya.
"Aaargh, ayo angkat Ana! Kamu kemana sih?" kesal Danang.
Beberapa waktu lalu lalu, saat ia baru saja melihat amplop coklat tersebut, Danang seakan-akan tersambar petir. Ia benar-benar tidak menyangka kalau Ariana akan menggugat cerainya secepat itu. Ia pikir Ariana tidak akan sampai bertindak sejauh ini. Ia pun masih berpikir positif kalau Ariana pergi untuk menenangkan diri. Tapi melihat amplop coklat berlogo pengadilan agama di tangannya membuat pikiran positifnya langsung ambyar. Ia terkejut bukan main. Panik melanda. Karena itu, ia sampai lupa kalau Monalisa pun sedang menunggu kedatangannya.
Sementara itu, di kediaman Monalisa , perempuan itu pun tampak duduk dengan gelisah. Tangannya memencet-mencet tombol di remote televisi. Dari tadi chanelnya sudah berganti sampai puluhan kali, tapi Monalisa tak kunjung menemukan siaran yang pas. Sekalinya jarinya berhenti menekan tombol remote, siaran berhenti di chanel ikan terbang yang menayangkan cerita berjudul Azab Wanita Perebut Suami Orang.
Brakkk ...
Monalisa sontak melemparkan remote ke layar segiempat yang menempel di dinding hingga layarnya retak dan menggelap.
"Sialan! Film apaan ini? Mana ada azab kayak gitu. Kalo pun ada, aku nggak termasuk. Lah aku nggak merebut suami orang kok. Emang dia sudah jadi kekasihku bahkan sebelum menikah," serunya bersungut-sungut. Entah kenapa ia tiba-tiba marah. Ia seakan tersentil dengan judul film tersebut.
Karena mendengar keributan itu, ibu Monalisa yang tadinya sedang rebahan di kamar sampai berlarian menuju ruang tamu untuk melihat apa yang terjadi.
"Lisa, apa yang kau lakukan, hah?" sentak ibu Monalisa. Lalu pandangannya tanpa sengaja teralih ke layar segi empat yang menggantung di dinding. Matanya seketika melotot. "Lisa, kenapa tv mama layarnya pecah? Astaga, apa kau sudah gila? Kau tau kan, tv ini masih baru. Bahkan cicilannya pun baru jalan beberapa bulan. Aaargh ... " teriak ibu Monalisa kesal.
"Udahlah, Ma, nggak usah pake teriak-teriak, berisik. Nanti aku ganti dengan yang lebih bagus."
"Uang dari mana? Gajimu aja selalu aja pas-pasan."
"Entar aku minta sama Mas Danang lah."
"Ya sudah, berserah. Pokoknya, awas kalau nggak kamu ganti. Nanti ponsel kamu yang mama sita terus jual untuk gantinya!" ancam mama Monalisa.
"Iya, iya. Bawel banget sih. Nggak tau apa aku lagi kesal."
"Kesal kenapa lagi?" dengus mama Monalisa.
"Itu, Mas Danang kok nggak datang-datang sih! Kesel banget aku tuh."
"Coba telepon lagi!" Sang ibu mengambil tempat duduk di seberang Monalisa.
"Udah berkali-kali, tapi sibuk melulu. Kalo pun tersambung, langsung diriject. Ah, nyebelin banget sih!" Monalisa mengacak rambutnya kesal.
"Jangan-jangan dia sedang sama istrinya?"
"Istrinya kan udah pergi, Ma."
"Bisa aja dia kembali lagi. Takut kalau Danang lebih memilih kamu."
"Nggak. Pokoknya itu nggak boleh terjadi. Awas saja kalau itu terjadi!"
"Ya, kamu nggak boleh ngalah. Cukup mama dulu yang kalah, kamu nggak boleh," ucap Mama Monalisa dengan tatapan sinis dan bibir menyeringai.
...***...
"Hai, Bro, apa kabar?" seorang laki-laki menepuk pundak Giandra yang baru saja datang ke tempat tongkrongan mereka hari ini.
"Baik, Bro. Bang Ariq datang?"
"Ada. Tuh, dia lagi di sana ngobrol sama yang lain."
"Yuk, gabung!"
"Loe aja. Gue mau cabut dulu. Bini gue ngambek gara-gara gue yang diminta beliin dia martabak kok sampai sejam lebih nggak nyampe-nyampe." Laki-laki itu terkekeh. Giandra pun ikut terkekeh.
"Ayoloh, Bang, entar nggak dapat jatah, tau rasa!"
"Eh, anak kecil pake bilang jatah segala," ejek laki-laki itu sambil mengenakan helm.
"Iya, anak kecil yang kalo nikah udah bisa bikin anak kecil juga," jawab Giandra membuat laki-laki itu tergelak. Setelah laki-laki itu berpamitan, Giandra pun ikut bergabung dengan teman-temannya.
"Kenapa muka loe kusut banget? Udah kayak cucian di papan penggilasan aja," ledek Athariq membuat Giandra memutar bola matanya malas.
"Gue lagi marah, Bang. Gue lagi emosi."
"Lah, tumben loe bisa marah. Marah sama siapa? Sama cowok yang nikung calon pacar loe?"
"Yeay, calon pacar dari mana? Mana ada. Aku mau fokus kuliah dulu la, Bang. Terus kerja, baru deh langsung cari bini. Nggak pake pacar-pacaran kalau perlu. Takut dosa."
"Cie ile, bahasannya." Athariq tergelak. "Kalo bukan karena itu, terus loe marah sama siapa? Dan kenapa?" Giandra menoleh ke sekitar. Untung saja teman mereka yang lain sedang melipir ke penjual bakso keliling. Jadi aman saja kalau ia bercerita dengan Athariq.
"Gue lagi marah sama kakak ipar gue."
"Kakak ipar? Suaminya kakak perempuan loe itu?"
Giandra mengangguk.
"Kenapa?" Entah kenapa jiwa kepo ibunya bisa menular ke Athariq. Padahal biasanya ia paling masa bodoh dengan urusan orang.
"Ternyata bener dugaan gue selama ini, Bang, kalo kakak ipar gue itu selingkuh. Bangsaat banget emang. Ternyata diam-diam dia masih jalin hubungan dengan pacarnya. Kalau memang dia masih punya pacar, kenapa pake nikahin kakak gue? Gimana gue nggak marah, coba?" Rahang Giandra mengeras. Sorot matanya menajam. Ia benar-benar marah saat ini. Seandainya ia tidak sibuk mengerjakan skripsinya akhir-akhir ini, ia pasti sudah akan mendatangi Danang dan memberikan pelajaran tidak terlupakan padanya.
Mendengar penuturan Giandra, Athariq shock bukan main. Ia tidak menyangka perempuan sebaik Ariana bisa mendapatkan pengkhianatan dari suaminya. Diam-diam, Athariq mengepalkan tangannya.
"Loe nggak sedang salah paham doang kan? Kan bisa aja, loe salah paham. Atau bisa aja apa yang loe dengar itu sekedar fitnah." Athariq tidak ingin langsung menghakimi seseorang sebelum ada bukti.
"Mau bukti apa lagi, Bang, lah ayah sendiri punya rekaman dia sama selingkuhannya. Mana selingkuhannya kerja sebagai perawat di Husada juga. Kak Ana pun ternyata sudah lama tahu. Aaargh, gue bener-bener marah sama dia. Sejak awal aku sebenarnya udah nggak setuju sama dia, Bang. Tapi ya gimana, gue kan adik, liat kakak gue bahagia, gue nggak bisa berbuat apa-apa. Seandainya gue tau semua bakal berakhir kayak gini, gue pasti akan minta Kak Ana menolak lamaran bajingaan itu. Tapi mau gimana lagi, nasi udah jadi bubur. Yang penting sekarang kak Ana sudah mengambil keputusan tepat."
"Keputusan tepat?"
"Ya. Kak Ana sudah mengajukan gugatan cerai ke bajingaan brengsekkk itu. Semoga setelah ini Kak Ana bisa menemukan kembali pasangan yang tepat dan yang pasti mencintai Kak Ana lahir batin dan mampu membahagiakannya."
"Aamiin." Hanya satu kata itu yang mampu Athariq ucapkan. Entah mengapa, rasa marah yang tadi sempat membuncah kini seketika meredam setelah mengetahui keputusan yang akan Ariana ambil.
...***...
...Happy reading 🥰🥰🥰...
Soale kan kandungan nya emang udah lemah ditambah pula,sekarang makin stress gitu ngadepin mantannya Wira
bukannya berpikir dari kesalahan
kalou hatinya tersakiti cinta akan memudar & yg ada hanya kebencian...