Kisah Cinta Putra Gus Atha dengan Salah satu santri di pesantren Sang Abi. cinta itu datang seusai pernikahan, pernikahan terjadi hanya karena persetujuan kedua mempelai. Perjodohan tanpa penolakan dan tanpa skandal apapun
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ana Al Qassam, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kencan Pertama
Sore menjelang malam ini Hafla membawa Seena ke mall terbesar daerah sana. Dia tidak ingin gadis itu memgatakan lagi tak memiliki nomornya. Itu alasan yang tidak biaa di benarkan oleh Hafla. Dalam perjalanan tak ada obrolan yang menjadi dasar.
Mereka berdua sangatlah kaku dalam hubungannya pernikahannya sendiri. Meskipun malam pertama mereka lewati tetap saja keakraban itu belum bisa di mulai dengan baik. Sesampainya di Mall Hafla menatap istrinya itu.
" Masih sakit atau sudah bisa berjalan sendiri?" tanya Hafla ambigu. Sebab sedari tadi Seena bukannya sudah berjalan sendiri.
" Ya? Kenapa mas ... " tanyanya agak sedikit bingung tepatnya.
" Bisa sendiri?" tanyanya balik.
" Oh ... Bisa mas," jawabnya sambil mengangguk.
" Oke ... Baiklah!" serunya kemudian turun dari mobilnya.
Hafla tetap Hafla meskipun raganya berada di samping istrinya tetap saja insting - nya tetap teringat akan tugas negara yang dia ampuh. Hafla menatap ponsel dan mengirimkan pesan pada Bripda Yofi.
Bagaimana dengan mereka?
Sedangkan derap langkah kaki itu melangkah tanpa melayangkan sebuah omongan. Sekedar menggandeng pun tidak. Sungguh tisak masuk akal karena masih saja canggung. Meskipun mereka berdua sudah sama-sama saling menikmati dan berbagi peluh. Namun realitanya masih cangggung.
Sesampainya di konter ...
" Pilihlah yang kamu suka!" perintah Hafla pada istrinya itu.
" Oke," jawabnya singkat aaja tanpa ada perdebatan lagi yang mendasar.
Sudah kami amankan pak! Untuk besok saya yang akan berjaga di kediaman bapak! Kami akan bergilir pak dalam penjagaan kediaman anda!
" Yang ini saja mas! Warnanya juga yang ini saja," ujar Seena. Hafla melirik sebentar dan tersenyum mengangguk saat istrinya itu menatap sebentar ke arahnya.
" Oke mbak! Ada lagi," tanya sang penjaga konternya.
" Kartunya mbak," jawabnya sambil menunjuk sebuah kartu di dalam etalase.
Seusai belanja ponsel dan teman- temannya. Hafla mengajak Seena Dinner di salah satu Cafe miliknya sendiri. Seena tidak tahu bahwa ayahnya itu seorang pebisnis yang hebat akan tetapi Seena menutup dirinya akan masa lalu.
" Seena ... Apakah aku boleh mengatakan sesuatu?" tanya Hafla sambil menatap istrinya.
" Hmmm ... Katakan saja mas," jawabnya sambil membuka kemasan ponsel untuk memasukkan kartunya.
" Apakah kamu sebenarnya sepolos ini tentang dunia luar?" tanya Hafla. Seena menggeleng perlahan.
" Tidak ... Aku lebih dari yang orang lain tahu. Tapi, Seena tidak ingin mengingat hal itu. Seena hanya ingin membentuk kebahagiaan Seena sendiri. Seena tidak ingin kembali pada masa Seena merasa sendiri," jawabnya masih sibuk mengotak - atik benda pipih yang dia pegang itu.
" Seandainya terjadi sesuatu pada mas," ujar Hafla. Seena langsung terhenti melakukan aktivitasnya dia menatap suaminya.
" Jangan mengatakan hal yang membuat Seena takut. Mas ... Menikah bukan untuk meninggalkan Seena bukan?" tanyanya balik. Hafla kini menatap Seena tanpa senyum di wajahnya.
" Jika sikapmu tidak bisa mas mengerti seperti ini bagaimana mas bisa bertahan di sisimu Seena? Setidaknya buanglah masa lalumu yang buruk itu. Biarkan kita bahagia," jawab Hafla.
" Apakah karena gadis di pernikahan itu?" Seena tak menjawab malah menyebutkan gadis lain. Hafla mengkerut mendapati hal itu.
" Gadis? Gadis yang mana Seen?" tanya Hafla memikirkan sesuatu.
" Dia yang mengatakan bahwa mas mencintai dia. Aku hanya membela diri saja waktu itu. Maaf jika seena mengatakan bahwa jika mas mencintai dia harusnya mas menikahi dia bukan seena," jawab Seena sambil menghela nafas dan melanjutkan memasukkan kartu itu.
Hafla segera memegang jemari istrinya dengan lembut. Seena berhenti dan menatap suaminya. Hafla pun tersenyum puas.
" Terima kasih ... Sudah percaya padaku," jawab Hafla dengan tatapan yang sangat romantis.
" Karena aku tidak akan membiarkan orang lain menatap suamiku dengan tatapan cinta. Aku tidak suka," jawab Seena membuat Hafla terkekeh.
Meskipun Seena terdengar sangat kaku setidaknya dia paham bagaimana harus memperlakukan hubungan mereka. Hafla hanya mengangguk menimpali perkataan istrinya.
Ada perhatian dari kalimat yang ambigu itu. Setidaknya meskipun Seena belum mencintaiku tapi dia tidak suka melihatku di lihat oleh perempuan lain. Itu bagus.
" Mas ... Ini kencan kita?" tiba - tiba seena membuat Hafla mengernyitkan alis.
" Why? Tidak suka ... " tanya Hafla. Seena menggeleng perlahan dan memakan steaknya.
" Tidak ... Tapi harusnya sebelum malam kemarin ini yang di lakukan terlebih dahulu pendekatan. Bukan main bobol sembarangan," jawabnya membuat Hafla melongo dengan ucapannya baru saja.
Dia marah atau suka? Atau protes ...
Likeeeeeeee yakkkkk maaciw.