Anyelir adalah salah satu nama apartemen mewah yang terletak di sudut kota metropolitan. Suatu hari terjadi pembunuhan pada seorang wanita muda yang tinggal di apartemen anyelir 01. Pembunuhnya hanya meninggalkan setangkai bunga anyelir putih di atas tubuh bersimbah darah itu.
Lisa Amelia Sitarus harus pergi kesana untuk menyelidiki tragedi yang terjadi karena sudah terlanjur terikat kontrak dengan wanita misterius yang ia ditemui di alun-alun kota. Tapi, pada kenyataan nya ia harus terjebak dalam permainan kematian yang diciptakan oleh sang dalang. Ia juga berkerjasama dengan pewaris kerajaan bisnis The farrow grup, Rafan syahdan Farrow.
Apa yang terjadi di apartemen tersebut? Dan permainan apakah yang harus mereka selesaikan? Yuk, ikutin kisahnya disini.
*
Cerita ini murni ide dari author mohon jangan melakukan plagiat. Yuk! sama-sama menghargai dalam berkarya.
follow juga ig aku : @aca_0325
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mapple_Aurora, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 25
Ruang bawah tanah itu ternyata setinggi tiga setengah meter, jika di lihat lebih jelas lantainya terbuat dari keramik putih mengkilap. Lisa berjongkok sebentar, mengulurkan telunjuknya menyentuh lantai. Lantai itu bersih, dan tidak berdebu yang menandakan bahwa tempat ini sering di bersihkan. Siapapun orang gila itu, selain gila membunuh dia jelas seorang penggila kebersihan juga.
Selain letaknya yang di bawah tanah, ruangan ini tidak jauh berbeda dari ruangan sebelumnya. Luas dan berbentuk memanjang, dengan pintu-pintu yang berjejer saling berhadapan mirip dengan apartemen kelas menengah. Setiap pintu memiliki nomor.
Setelah menginjakkan kaki di lantai, Lisa berpindah posisi ke sebelah Rafan. Cahaya lilin itu tidak cukup besar untuk bisa menerangi seluruh lantai itu. Jadi mereka harus menyusuri lantai tersebut dengan hati-hati. Suasana sepi yang aneh menimbulkan perasaan tidak enak yang mencekam.
"Kita mulai dari sini," Kata Rafan mengulurkan tangannya yang memegang lilin ke depan salah satu pintu, tertulis nomor tujuh belas disana.
Lisa mengangguk, dibuka pintu itu dengan sangat pelan dan jantung berdegup kencang. Perasaan takut dan penasaran bercampur kacau dalam dirinya, takut dengan apa yang hendak dilihatnya dibalik daun pintu cokelat tua itu, juga penasaran apa yang akan ia temukan didalam sana.
Pintu terbuka. Rafan melewati ambang pintu dengan tangan terulur kedepan, tempat tidur, lemari, meja rias, cermin dan lampu gantung di tata sedemikian rupa, rapi dan bersih.
Lisa meraba sekitar dinding, mencari saklar lampu, tapi apakah ada aliran listrik disini? Mungkin tidak, karena tadi malam bahkan tidak ada yang berinisiatif menghidupkan lampu. Tapi, kalau tidak ada listrik untuk apa lampu itu dipasang disini?
"Lisa, kemarilah, aku menemukan sesuatu!"
Lisa baru sadar Rafan sudah tidak lagi di sebelahnya, pria itu sudah berpindah ke dekat ranjang, lebih tepatnya sedang memperhatikan meja rias yang terletak tepat di sebelah kanan kepala tempat tidur.
"Ada apa?"Tanya Lisa.
"Ini,"Untuk sesaat matanya terpaku pada selembar kertas yang di pegang oleh Rafan. Kertas tersebut sudah menguning dengan tinta yang sudah memudar. Kertas itu jelas di robek dari sebuah buku, terbukti dengan bekas sobekan yang sedikit menyimpang ke tulisannya.
Mr. Caldwell here-Lisa mengeja kata yang bisa dia baca. Alisnya mengerut bingung," menurutmu ini kertas apa?"tanyanya mendongak, matanya bertemu dengan mata hitam tajam Rafan yang juga sedang menatapnya.
"Ekhm..."Rafan berdehem sebentar lalu berkata,"catatan tamu yang hadir mungkin,"
"Tamu apa?"
"Aku tidak tahu. Kamu pikir aku bisa langsung tahu hanya dengan selembar kertas usang yang sebagian besar tulisannya sudah tidak terbaca."Kata Rafan datar, menyerahkan kertas tersebut pada Lisa, kemudian dia memeriksa lemari di sudut ruangan.
"Oh,Shit!!" Rafan tidak bisa tidak mengumpat, tepat saat pintu lemari terbuka sebuah tengkorak menggelinding jatuh, berhenti tepat di ujung kakinya.
"Oh my God! Te-tengkorak!"Seru Lisa kaget, menunjuk benda putih pucat itu dengan jari gemetaran.
" Jangan diam saja disana. Bantu aku menyenternya!"Kata Rafan kesal, dia kaget dan tentu tidak bisa dipungkiri bahwa dia juga takut, tapi, sebagai laki-laki Rafan tidak ingin terlihat lemah. Melihat Lisa yang lebih banyak diam dan bahkan bisa dikatakan tidak membantu apa-apa membuat Rafan Kesal.
"Maaf. Aku kaget,"ujar Lisa membela diri, diambil lilin dari tangan Rafan kemudian mendekatkan pada tengkorak tersebut. Rafan menelisik tanpa berkedip, pada rongga matanya terselip kertas yang sudah dilipat kecil. Dengan wajah agak jijik Rafan mengulurkan tangan dan mengambil kertas tersebut.
Lipatan kertas dibuka. Edisi sabtu 17 Desember 2017-kompas.com
" Mungkinkah kita harus mencari koran dan membacanya?"Gumam Lisa. Isi kertas itu merujuk pada sebuah surat kabar yang memuat berita pada tanggal dan tahun yang di cantumkan.
"Atau setidaknya kita harus tahu berita apa yang viral pada saat itu," kata Rafan setelah diam cukup lama. Tapi, tahun 2017 sudah tujuh tahun yang lalu, dan Rafan tidak bisa mengingat berita apa yang viral pada tahun itu karena pada saat itu Rafan masih menjadi mahasiswa di luar negeri.
"Aku pun tidak sempat untuk sekedar menonton atau membaca berita saat itu." ucap Lisa. Maklum saja hidup Lisa hanya tentang kerja dan kerja. Sekarang dia agak menyesalinya kenapa dulu tidak pernah menanggapi atau mendengar gosip-gosip hangat yang dibawakan Vanya.
Ngomong-ngomong soal Vanya, gadis itu senang sekali membaca dan menonton berita. Apapun itu pasti dibahas oleh Vanya saat di meja makan yang berakhir dengan kekesalan Lisa. Ah, sekarang Lisa jadi merindukan adiknya itu.
"kamu mau bengong disitu sampai kapan?" Tanya Rafan heran, dia sudah hendak keluar tapi Lisa bahkan tidak mengikutinya, gadis itu berdiri diam didekat lemari seperti patung, entah apa yang di pikirkannya.
"Aku hanya merindukan adikku." kata Lisa sembari menyusul Rafan keluar.
Bruk...
"Aduuhh... Raf, kenapa berhenti sih?!" Keluh Lisa yang baru saja menabrak punggung Rafan karena pria itu yang tiba-tiba berhenti.
Rafan diam saja dengan mata fokus ke depan. Didepan pintu nomor tujuh belas ada pintu nomor dua puluh satu,
Pintu yang tadinya tertutup sekarang terbuka lebar. Mengandalkan cahaya lilin yang tidak terlalu terang Rafan melihat di dalam sana berdiri seseorang. Orang itu membelakangi pintu, namun dari rambutnya yang tergerai panjang dapat dipastikan bahwa dia perempuan.
Dia siapa?
...***...
jangan lupa like, komen dan subscribe