Menantu Yang Tidak Diinginkan sebuah cerita yang dialami seorang wanita yang tidak diinginkan oleh mertuanya
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Siti Asiseh, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
22
“Siapa juga yang mau makan kue setiap saat” ucap Sinta
“Ya kamu sayang, kamukan peminat kue jadi pasti tidak akan bosan kalau makan kue terus”
“Ya tidak setiap saat juga mas, yang ada berat badan aku naik drastis dan juga bisa diabetes kalau makan yang manis-manis terus” omel Sinta
“Aku selalu lihat yang manis-manis dan memakannya tidak pernah gemuk tuh”
“Memang kamu makan apa?” tanya Sinta penasaran karna biasanya Aryo tidak terlalu suka makanan yang terlalu manis
“Makan kamu” Aryo tertawa dan langsung pergi meninggalkan Sinta
“Mas Aryo!” teriak Sinta
Sinta kesal karna sang suami menggodanya, beruntung tidak ada orang jadi tak ada yang mendengarnya.
Suara tawa Aryo masih terdengar oleh Sinta meskipun sudah ada di dalam kamar.
Aryo dan Sinta hanya tinggal berdua, namun ada dua asisten rumah tangganya yang mengurus rumah dan juga satu supir untuk mengantarkan Sinta jika akan bepergian.
Semenjak kehilangan anaknya, Sinta tak pernah bisa merasa senang. Hari-harinya selalu memikirkan tentang anaknya yang tidak tahu di mana, apalagi hubungannya dengan orang tuanya tidak baik.
Sinta tidak pernah lagi bertemu dengan orang tuanya semenjak Sinta memilih Aryo menjadi suaminya. Hubungannya dengan kedua orang tuanya seperti terputus, semua itu tentu bukanlah keinginan Sinta.
Flash back on
“Kalau kamu memilih laki-laki itu jangan pernah kamu injakkan kaki kamu ke rumah ini” teriak Fandi
“Dari sekian banyak pria yang mamah kenalkan dengan kamu kenapa kamu pilih dia Sinta?!” Luna memijat pelipisnya
“Tapi aku mencintainya pah, mah, dia baik dan bertanggung jawab meski dia tidak kaya aku yakin dia bisa membuat aku bahagia” jawab Sinta
Fandi semakin murka mendengar jawaban Sinta, bukan apa-apa Fandi selalu memilih untuk menjadi menantunya.
“Halah omong kosong, kamu tidak akan bis bahagia jika kamu tidak punya uang. Hidup kamu tidak akan bahagia jika kamu memang mau hidup dengan laki-laki itu jangan pernah berharap akan mendapatkan harta dari kami sedikitpun karna aku tidak sudi memberikannya dan kamu jangan pernah datang ke sini apalagi hanya untuk meminjam uang!” teriak Fandi
“Kalau papah mau seperti itu, aku tidak akan pernah datang lagi ke sini. Papah sama mamah jaga kesehatan ya asal kalian tahu aku sangat menyayangi kalian. Aku pergi dulu mah, pah semoga kita bisa berkumpul lagi suatu hari nanti dan kalian bisa dibukakan mata hatinya, bahwa harta bukanlah jaminan untuk hidup bahagia” Sinta pun keluar dari rumahnya dengan berlinang air mata
Sungguh dari lubuk hatinya yang paling dalam Sinta tak pernah menginginkan semua ini tapi kedua orang tuanya sangatlah keras kepala. Tak ada cara lain untuk Sinta selain melakukan semua ini, harapan untuk bisa berkumpul kembali masih ada tapi semua sudah ia pasrahkan pada sang kuasa. Jika memang Fandi dan Luna sadar bahwa segalanya tidak selalu tentang harta.
Flash back off
Sinta menghela nafasnya, ia yakin hilangnya sang anak pasti ada campur tangan dari orang tuanya namun Sinta tidak punya bukti untuk menanyakan hal itu.
Untuk bertemu dengan mereka saja Sinta masih enggan karna mereka sendirilah yang sudah mengusir dirinya dan tidak mengharapkan kehadirannya lagi.
Sebagai seorang anak, Sinta tak pernah mau menyimpan kerinduan pada orang tuanya apalagi mereka masih ada, tapi Sinta masih takut untuk menemui mereka. Sampai saat ini pun Sinta hanya bisa bertanya kabar dari sang kakak.
Beruntung sang kakak masih peduli dengannya, ia diam-diam membantu Sinta ketika susah dulu tanpa sepengetahuan Fandi dan Luna. Sampai sekarang pun Hardi sang kakak masih sering berkomunikasi dengan Sinta walau hanya untuk menanyakan kabar.
Hardi sempat meminta Sinta untuk pulang, namun Sinta tidak mau ia masih takut Fandi dan Luna tidak menerima Aryo karna Sinta tidak akan pulang dan kembali jika tidak dengan Aryo.
“Semoga saja kita masih bisa berkumpul lagi” ucap Sinta lirih
Selain merindukan kedua orang tuanya, Sinta juga merindukan sang putri tercinta. Sinta tidak pernah hamil lagi setelah melahirkan putri pertamanya, padahal ia sangat menginginkan kehadiran seorang anak di tengah-tengah keluarga kecilnya. Namun sayang sang pencipta belum memberikan kepercayaan untuknya memiliki seorang anak lagi.
*
Surya baru saja sampai di rumah sakit, ia membawakan makanan untuk ibunya dan juga Fifi. Surya bergegas masuk ke kamar rawat Fifi.
“Ibu” ucap Surya
Dara menoleh dan melihat ke arah Surya.
“Surya, kamu sudah pulang?” tanya Dara
“Iya bu, ini aku bawakan makanan ibu pasti belum makan” Surya memberikan dua bungkus makanan
“Kamu sudah makan?”
“Sudah bu, Fifi tidur ya bu?”
“Baru saja dia istirahat jadi biar dulu saja tadi juga sudah makan sedikit”
Surya mengangguk dan duduk di sofa. Dara menyusul Surya untuk memakan makanan yang dibawa Surya.
“Nita sudah pulang dari tadi bu?”
“Iya” Dara mengunyah makanannya
Karna melihat Dara sedang makan, Surya tak melanjutkan obrolannya. Ia menyandarkan tubuhnya yang terasa sedikit lelah.
“Kamu menginap di sini atau pulang?” tanya Dara
“Aku pulang nanti bu, ibu tidak apa-apa kan kalo nanti aku libur aku temani ibu di sini” jawab Surya
“Tidak apa-apa kok, kamu kan harus istirahat”
“Oh iya kapan Fifi boleh pulang bu?”
“Ibu belum tanya ke dokter, tapi kata dokter keadaannya semakin membaik mungkin beberapa hari lagi boleh pulang”
Surya mengangguk dan Dara pergi ingin ke toliet.
Tiba-tiba Fifi memanggil Surya “Mas Surya” ucap Fifi dengan suara seraknya yang baru saja bangun tidur
“Iya ada Fi” Surya menghampiri Fifi dan duduk di sampingnya
“Mas Surya baru datang?” tanya Fifi
“Iya, aku langsung ke sini tadi” jawab Surya
Kreek
Pintu toliet terbuka, Dara keluar dari toilet dan menghampiri Fifi karna melihat Fifi sudah bangun.
“Sudah bangun Fi?” tanya Dara
“Iya tan, terus aku lihat seperti mas Surya yang duduk jadi aku coba panggil untuk memastikan” ujar Fifi
“Ya sudah kalian ngobrol dulu ya” ucap Dara
“Memang ibu mau ke mana?” tanya Surya
“Ibu mau beli sesuatu ke depan sebentar” jawab Dara
“Ya sudah hati-hati bu, kalo ada apa-apa langsung telepon Surya” ujar Surya
“Iya” Dara pun keluar meninggalkan Surya dan Fifi berdua
Entah Dara sengaja atau tidak, Surya sebenarnya merasa tidak nyaman hanya berdua walaupun Fifi sedang sakit. Surya mencoba menatap ke arah lain agar Fifi tidak merasa salah paham walau Surya tahu Fifi tidak mungkin menyukainya karna dirinya sudah punya istri, pikir Surya.
Mungkin tingkat kepekaan seorang laki-laki berkurang atau memang tidak berfungsi, padahal sudah jelas-jelas ada perempuan yang menyukainya tapi ia juga tak sadar.