Evan Dinata Dan Anggita sudah menikah satu tahun. Sesuai kesepakatan mereka akan bercerai jika kakek Martin kakek dari Evan meninggal. Kakek Martin masih hidup, Evan sudah tidak sabar untuk menjemput kebahagiaan dengan wanita lain.
Tidak ingin anaknya menjadi penghambat kebahagiaan suaminya akhirnya Anggita
rela mengorbankan anak dalam kandungan demi kebahagiaan suaminya dengan wanita lain. Anggita, wanita cantik itu melakukan hal itu dengan terpaksa.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Linda manik, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Keselamatan Anggita
"Pa, aku ke toilet sebentar," kata Anita kepada Rendra. Rendra hanya menganggukkan kepalanya.
Anita berjalan meninggalkan keluarganya menuju toilet yang ada di ujung ruangan dan dekat tangga darurat. Anita memang masuk ke dalam toilet tersebut. Setelah keluar dari toilet, Anita menuju tangga darurat. Setelah kakinya menuruni tangga. Mama Anita menarik nafas lega karena Rendra tidak melihat dirinya tadi menuju tangga.
Mama Anita mengambil ponselnya dari tas dan menghubungi seseorang yang ingin dia jumpai saat ini.
Pesannya sangat cepat mendapat balasan. Mama Anita berjalan cepat menuju ruangan Adelia yang ternyata juga dirawat di rumah sakit itu.
"Bagaimanapun kabar kamu?" tanya mama Anita datar setelah dirinya berdiri di sisi bed tempat Adelia berbaring.
"Seperti yang tante lihat sendiri," jawab Adelia sambil meringis. Bekas jahitan yang terdapat di bibirnya menimbulkan rasa sakit yang luar biasa. Sebagai calon menantu yang baik Adelia menahan rasa sakit itu demi menjawab pertanyaan mama Anita yang diartikan Adelia sebagai perhatian yang tulus.
Mama Anita merasa ngilu melihat luka luka yang ada di sekujur tubuh Adelia. Tapi itu hanya sebentar. Sekarang wanita itu tertawa dalam hati melihat kondisi Adelia yang menderita karena perbuatannya sendiri.
"Adelia, ada hal penting yang ingin bicarakan dengan kamu."
Adelia hanya menatap mama Anita menunggu wanita itu berbicara. Untuk bertanya, Adelia merasa tidak sanggup karena tidak ingin merasakan sakit di bibirnya. Selain itu, Adelia bisa menangkap jika sikap calon mama mertuanya saat ini sangat berbeda dengan hari hari sebelumnya.
"Anggita hamil."
Tentu saja Adelia tidak terkejut dengan informasi yang baru saja dia dengar. Dirinya berada di rumah sakit itu karena usaha yang gagal untuk membuat Anggita keguguran.
"Lalu, perceraian mereka akan diundur setelah wanita itu melahirkan."
Adelia mencoba menebak apa yang terjadi antara Evan dan Anggita setelah kehamilan itu terungkap. Inilah hal yang tidak diinginkan wanita itu. Dia tidak ingin menunggu terlalu lama lagi. Adelia merasa jika pengorbanannya selama satu tahun sudah cukup untuk rumah tangga Evan dan Adelia.
"Tidak," kata mama Anita cepat sambil menggelengkan kepalanya.
"Lalu."
"Tinggalkan Evan," kata mama Anita membuat Adelia tersentak. Dia menatap mama Anita dengan perasaan yang campur aduk.
"Apa maksud tante?" tanya Adelia bingung dan tidak terima akan permintaan mama Anita. Sorot matanya tidak bersahabat lagi menatap mama Anita.
"Tinggalkan Evan," ulang mama Anita dengan suara yang keras.
"Tidak tante, tidak. Aku tidak akan pernah meninggalkan Evan. Kami saling mencintai. Yang seharusnya meninggalkan Evan adalah Anggita bukan aku," jawab Adelia dengan lantang. Adelia tidak merasakan sakit lagi ketika melawan mama Anita. Rasa marah membuat dirinya seakan mati rasa.
"Baiklah, kalau kamu tidak bersedia meninggalkan Evan. Maka Evan yang akan meninggalkan kamu," ancam mama Anita tidak main main.
"Aku sangat yakin Evan tidak akan pernah meninggalkan aku. Jika karena kehamilan Anggita membuat kami menunda pernikahan aku bisa berterima. Tapi untuk berpisah, aku tidak rela. Ke ujung dunia sekalipun Evan lari. Aku pastikan akan bisa menemukannya. Seharusnya tante mengingat bagaimana pengorbanan aku untuk Evan. Aku bahkan memberikan darahku untuk Evan. Dia hidupku. Dia cintaku. Dan selamanya seperti itu," kata Adelia mengungkit perbuatan baiknya kepada Evan di Masa lalu.
"Jangan terlalu tinggi menghayal Adelia. Kasihan kamu jika terjatuh nantinya. Mama Anita menatap Adelia dengan sinis. Dia tidak sama sekali terpengaruh atas pengorbanan Adelia di Masa lalu.
"Ada apa dengan kamu tante. Mengapa kamu berubah jahat kepada aku?" tanya Adelia pelan. Dia sudah menduga sendiri jawaban dari pertanyaannya itu karena adanya calon cucu Anita di dalam rahim Anggita. Adelia semakin membenci Anggita dan janinnya.
Mama Anita tidak menjawab. Dia pergi dari kamar perawatan itu tanpa pamit kepada Adelia.
Bukan tanpa sebab dia berubah tidak menyukai sikap Adelia. Melihat dengan Mata kepala sendiri jika Adelia berusaha mendorong Anggita. Mama Anita sudah menilai Adelia sangat jahat. Mama Anita berpikir Adelia pasti bisa lebih jahat dari itu dan bisa saja dirinya dan Evan menjadi korban berikutnya. Mama Anita tidak ingin putranya jatuh ke pelukan wanita jahat seperti Adelia.
Tidak ada seorang ibu menginginkan putranya mendapatkan pasangan yang jahat. Itulah yang dirasakan oleh mama Anita saat ini. Anggita saja yang dia curigai sebagai wanita yang gila harta tidak mendapatkan restu dari dirinya apalagi wanita yang mempunyai darah pembunuh. Kesalahan Adelia sangat fatal baginya.
Menolak Adelia bukan berarti mama Anita menerima Anggita. Penilaianya terhadap Anggita masih tetap sama. Dia sangat membenci dan cemburu kepada Anggita.
Sementara di depan ruangan kakek Martin dirawat. Evan terlihat menatap ponselnya. Panggilan masuk dari nomor kontak bernama Adelia dia abaikan. Tapi pesan yang masuk ke ponselnya membuat Evan hampir tidak bisa bernafas.
Adelia mengancam akan menyakiti dirinya sendiri jika Anggita tidak datang meminta maaf kepadanya. Evan tidak bisa berkutik. Dia mendekati Anggita yang duduk dengan Tante Tiara dan juga nenek Rieta.
"Ikut aku," kata Evan sambil menarik tangan Anggita. Anggita ingin bertanya. Tapi Evan sudah menatapnya dengan tajam
Tidak ingin yang lain melihat dirinya berdebat dengan Evan akhirnya Anggita beranjak dari tempat duduknya. Berkaca dari Hal sebelumnya, Anggita sangat yakin jika Ada hal penting yang ingin dibicarakan oleh suaminya.
Anggita ingin marah kepada Evan setelah menyadari jika dirinya akan dibawa ke ruangan rawab inap.
"Minta maaflah kepada dia," kata Evan sambil mengambil botol air meniral dari atas nakas. Dia memberikan air meneral itu kepada Adelia. Melihat perhatian Evan kepada Adelia, Anggita menjerit di dalam hati. Adelia ternyata sangat berarti dalam hidup suaminya melebihi darah dagingnya sendiri.
Anggita menatap Evan dengan kecewa. Pria itu lebih memilih mengajak dirinya untuk meminta maaf kepada Adelia daripada menunggui Kakek.
"Tolong tinggalkan kami berdua Evan," kata Adelia. Pria itu menurut. Dia keluar dari ruangan itu. Dia ingin memberikan kebebasan berbicara untuk Adelia dan Anggita. Dia sangat yakin jika Adelia hanya menginginkan permohonan maaf dari Anggita.
"Mbak Adelia, ternyata lidah kamu sangat tajam untuk memutarkan balikkan fakta. Lihat lah dirimu. Niat hati ingin mencelakai aku tapi kamu yang celaka. Apa aku perlu minta maaf atas perbuatan yang tidak aku lakukan."
"Sangat perlu. Jika kamu pintar. Harusnya dirimu sangat sadar. Jika aku terluka seperti ini karena adanya dirimu. Tidak kah kamu berpikir jika kamu tidak Ada. Maka aku juga tidak Ada di rumah sakit ini?"
"Baiklah aku minta maaf. Tapi aku minta maaf karena keadaan kamu yang mengenaskan kan ini. Aku minta maaf karena sudah menjadi istri dari pria yang sangat kamu cintai," kata Anggita tenang. Dia mengulurkan tangannya untuk berjabat tangan dengan wanita pujaan dari suaminya itu.
Tangan Anggita yang terulur tidak mendapatkan balasan. Anggita hendak nenarik tangannya tapi satu pukulan keras mendarat di perut Anggita membuat Anggita terjatuh di lantai dengan posisi terduduk.
Anggita terjatuh dengan kuat di lantai. Akibat dorongan yang kuat membuat Anggita meringis menahan sakit yang kini terasa di perutnya.
"Kita lihat, apakah Evan perduli dengan kamu atau diriku?" kata Adelia pelan sambil turun dari bed. Setelah dirinya berada di lantai, Adelia membuat posisi seakan akan di terjatuh karena ditarik oleh Anggita.
"Evan," panggil Adelia.
Pintu ruangan terbuka dan Evan setengah berlari menuju tempat Adelia. Sangat jelas terlihat kekhawatiran di wajahnya.
"Kenapa seperti ini?" tanya Evan sambil membantu Adelia untuk duduk di atas bed. Dia tidak melihat jika istrinya juga sedang duduk di lantai dengan kesakitan yang luar biasa di perutnya.
"Dia menarik aku. Aku Dan dia sama sama terjatuh," kata Adelia sambil menunjuk Anggita. Di saat itulah Evan langsung menoleh ke Anggita. Dia juga seketika panik melihat wajah Anggita yang sudah pucat dan keringat dingin menetes dari pelipisnya.
"Kamu kenapa?" tanya Evan sambil memegang tubuh istrinya.
"Sakit." Hanya itu yang keluar dari mulut Anggita. Mendengar itu, Evan berteriak memanggil dokter. Evan menggendong Anggita dan meletakkan wanita itu di sofa.
Dokter akhirnya datang dan memeriksa Anggita. Dan untuk melakukan tindakan medis akhirnya dokter menyuruh Anggita dipindahkan dari ruangan itu.
"Janinnya hampir tidak dapat diselamatkan karena benturan keras di perut istri anda," kata dokter kepada Evan setelah berada di ruangan yang berbeda dengan ruangan Adelia.
Mendengar itu tubuh Evan lemas. Dia melihat Anggita yang tergolek di bed.
"Dokter, ini sakit sekali. Aku tidak sanggup untuk mengandung janin ini lagi. Tolong utamakan keselamatan Saya," kata Anggita sambil meringis kesakitan.
tapi di ending bikin Sad
senggol dong
tapi mengemis no.