Pertemuan yang tidak sengaja dengan orang yang sangat menyebalkan menjadi awal sebuah takdir yang baru untuk dr. Fakhira Shakira.
Bruukk
"Astaghfirullah." Desis Erfan, ia sudah menabrak seorang dokter yang berjalan di depannya tanpa sengaja karena terburu-buru. "Maaf dok, saya buru-buru," ucapnya dengan tulus. Kali ini Erfan bersikap lebih sopan karena memang ia yang salah, jalan tidak pakai mata. Ya iyalah jalan gak pakai mata, tapi pakai kaki, gimana sih.
"It's Okay. Lain kali hati-hati Pak. Jalannya pakai mata ya!" Erfan membulatkan bola matanya kesal, 'kan sudah dibilang kalau jalan menggunakan kaki bukan mata. Ia sudah minta maaf dengan sopan, menurunkan harga diri malah mendapatkan jawaban yang sangat tidak menyenangkan.
"Oke, sekali lagi maaf Bu Dokter jutek." Tekannya kesal, kemudian melenggang pergi. Puas rasanya sudah membuat dokter itu menghentakkan kaki karena kesal padanya. Erfan tersenyum tipis pada diri sendiri setelahnya.
Karena keegoisan seorang Erfan Bumi Wijaya yang menyebalkan, membuat Hira mengalami pelecehan. Sejak kejadian itu ia tak bisa jauh dari sang pria menyebalkan.
Rasa nyaman hadir tanpa diundang. Namun sayang sang pria sudah menjadi calon suami orang. Sampai pada kenyataan ia sudah dibeli seseorang.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Susilawati_2393, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
22
Erfan melanjutkan perbincangannya dengan Bilqis. Mengingat waktu persiapan pernikahan sangat terbatas. Semua mereka serahkan pada weeding organizer.
"Mas, itu tadi siapa?" Tanya Bilqis saat Hira seudah meninggalkan ruangan.
"Oh, itu orang yang mendampingiku mengurus kegiatan sosial beberapa hari ini, dr. Hira." Bilqis hanya manggut-manggut, Erfan mengernyitkan kening. "Kenapa?"
"Cuma nanya." Senyuman melengkung di bibir Bilqis.
"Yakin cuma nanya? Bukan cemburukan?" Goda Erfan, pipi Bilqis merona merah karena jalan pikirannya tertebak. "Cemburu apaan?" Elak Bilqis.
"Yaa, siapa tau ada yang cemburu gitu."
"Ngaco deh Mas, aku pulang dulu ya. Kasian temannya udah nungguin, biar aku yang handle WO."
"Oke Qis, thanks. Hati-hati ya." Bilqis mengangguk, Erfan mengantar Bilqis ke depan pintu. "Maaf gak bisa antar pulang."
"Aku bisa sendiri Mas." Bilqis tersenyum kemudian berpamitan pada Ressa dan Hira.
Hati Erfan masih terasa biasa walau katanya sudah belajar membuka hati. Perasaan memang sesulit itu untuk dikendalikan. Ia memang menikmati senyuman Bilqis tapi hatinya tidak.
Hira berusaha membuat hatinya tenang, sikap Erfan sulit untuk di prediksi.
"Setelah ini kita diminta ke rumah sakit. Kamu bawa mobil sendirikan?" Erfan memulai percakapan, Hira sudah selesai menyiapkan materi. "Ya," jawab Hira singkat, males bicara dengan Erfan.
"Jangan lupa bawa data kemaren." Erfan mengingatkan, Hira mengangguk pelan. Memulai sesi pemaparannya di depan peserta, kebetulan ia yang kebagian tugas. Setengah jam Hira lewati dengan mudah, yang lama itu menunggu peserta. Belum lagi embel-embel perdebatan dengan Erfan. Hira mengakhiri sesinya.
Setelah selesai satu sesi Erfan langsung menuju basemen begitu juga Hira, meninggalkan kegiatan itu pada panitia. Mereka berangkat menggunakan mobil masing-masing. Erfan jalan lebih dulu.
Baru seperempat jalan, ban mobil Hira pecah. Terpaksa Hira menepikan mobilnya, berkali-kali menghubungi Erfan tidak ada jawaban.
Huft, bakalan kena marah lagi nih, gumam Hira. Dari pada terlambat ia lebih memilih naik taksi, biarlah mobil urusan nanti.
Apesnya Hira, sudah menunggu selama sepuluh menit tidak ada taksi lewat. Ia memesan taksi online, dahlah kadung terlambat, mau apa lagi. Lima menit kemudian taksi onlinenya datang.
Hira menuju meeting room rumah sakit dengan setengah berlari, napasnya sudah ngos-ngosan. Sampai di ruangan semua orang sudah berkumpul. Erfan menatap Hira tajam, tenang Hira, tenang.
Erfan menarik tangan Hira keluar dari ruangan sebelum gadis itu duduk.
"Sakit Fan!" Hira menarik tangannya dari cengkraman Erfan, huhh panas. Hira mengibas tangannya yang terasa ngilu.
"Bisa gak kalau lo profesional dikit dan gak malu-maluin." Bentak Erfan, ia sudah tidak bisa mentoleransi Hira lagi. Gadis itu selalu nembuatnya naik pitam.
"Lo bisakan ngomong baik-baik Fan, gue udah usahain sampai sini dengan cepat." Hira masih berbicara dengan tenang, walau hatinya sudah ingin mengumpat.
"Gue gak peduli apapun alasan lo. Jangan lakukan kesalahan lagi." Tatapan tajam menghunus mata Hira, bukannya takut Hira jadi ikutan terpancing.
"Terus aja salahin gue, mending lo kerja sendiri aja, gak usah ajak gue lagi. Capek!"
"Kalau lo mau pulang, pulang aja. Mana data yang gue minta." Usir Erfan, ia sudah tidak butuh Hira. Sendiripun Erfan bisa menghandle semuanya.
"Astaghfirullah, ketinggalan di mobil." Hira menepuk jidatnya, gara-gara pecah ban jadi kelupaan.
"Ambil!!" Teriak Erfan geram, Hira memang senang membuatnya menjadi monster.
"Mobilnya di jalan dekat kantor lo. Mobil gue pecah ban." Cicit Hira, ia sudah tak bisa membela diri lagi karena memang salah dan malu juga.
"Gak usah bikin alasan hanya untuk menghindari kesalahan." Sarkas Erfan menyentil kening Hira keras, sampai Hira terhuyung mundur.
"Gue harus ngomong apa Fan, kenyataannya begitu." Bela-belain naik taksi, lari ngos-ngosan tetap kena maki juga. Hira mengusap kening, wajahnya tertunduk entah karena marah, malu atau sakit hati. "Ya udah, gue ambil dulu." Pasrah, Hira harus kembali. Sabar Hira sisa dua hari lagi, gak akan lama. Ia membalikkan badan, di belakangnya sudah ada Guntur.
"Eh, Guntur. Gue balik dulu ya ada yang ketinggalan." Kata Hira dengan cengirannya. Ia masih bisa menyembunyikan suasana hati yang ingin meledak-ledak ini.
"Gak usah Ra, itu urusan nanti. Ayo masuk." Untung selamat, Guntur selalu jadi penyelamat Hira. "Lo bisa, gak bersikap kasar sama perempuankan Fan, ini yang terakhir gue liat lo menyentuh Hira dengan kasar." Tegas Guntur sebelum membawa Hira masuk, Hira langsung kicep mendengar ucapan Guntur hanya untuk membelanya.
Hira mengusap keningnya, ingat kejadian tadi siang. Erfan begitu membencinya. Padahal Hira sudah tidak banyak bicara di depan pria itu. Beruntung Guntur selalu membelanya. Guntur juga mengantar Hira pulang dan mengurus mobilnya.
Mulai besok Hira harus menghindari Erfan, dekat-dekat dengan Guntur saja biar aman. Satu minggu terasa sangat lama berlalu bagi Hira.
Pagi harinya Guntur menjemput Hira, baru satu minggu kenal Guntur. Pria itu begitu baik memperlakukan Hira. Seperti biasa mereka bersenda gurau saat sedang berdua. Berbeda ketika Erfan sudah masuk dalam mobil, maka Hira akan diam menyimak pembicaraan dua lelaki itu.
Sesampainya di basemen mereka langsung menuju lantai dua puluh menggunakan lift, direktur perusahaan tersebut ingin bertemu. Erfan tau siapa orangnya, jadi langsung menyutujui.
Hira minta izin pada Guntur untuk pergi ke toilet sebentar, setelah selesai ia akan langsung menyusul ke ruang direktur. Pagi ini Hira merasa seperti kedatangan tamu jadi cepat-cepat menuju toilet. Untung ia selalu sedia roti tawar setiap saat. Hatinya lega setelah selesai melakukan misinya.
Ia keluar toilet lalu mencuci tangan di wastafel. Matanya membulat melihat pantulan di cermin. Laki-laki, otaknya langsung berpikir, ia salah masuk toilet. Oh no sangat memalukan. Hira bergegas menuju pintu keluar, tapi langkah kakinya semakin berat karena pinggangnya di tarik oleh lelaki itu.
Wajah lelaki itu tidak terlalu buruk, tapi seringaiannya sangat menjijikan. Pintu ditutup dengan keras. Tubuh Hira di dorong ke pintu dengan pelan, lalu ditahan oleh orang yang tidak dikenalnya.
"Hai cantik, beruntung sekali saya pagi ini bertemu bidadari." Ucap pria itu sambil tersenyum, Hira memberontak tapi tubuhnya kalah kuat. Allah, tolong Hira sekarang.
"Tenang Sayang, tenang. Morning kiss dulu." Lagi-lagi senyuman itu sangat mengerikan bagi Hira, bibir itu hampir menyentuh bibir Hira. Hira memiringkan wajahnya, tangannya memelintir perut bajingan itu lalu berteriak minta tolong.
"Diam! Tidak akan ada yang mendengar suara indahmu di sini." Pria itu membentak Hira, mulutnya semakin maju. Cubitan Hira tadi tak ada artinya apa-apa.
Hira meringis saat bibir bau rokok itu menyentuh pipinya. Ia kembali berteriak minta tolong, tangan pria itu semakin lancang menggagahi tubuhnya. Kedua tangan itu menangkup bagian tubuh Hira yang paling menonjol. Hira menjerit ketakutan air matanya menetes, tapi tak ada yang bisa menolongnya.
"Air matamu membuatku semakin bergairah cantik." Tubuh Hira tidak bisa bergerak, tangan pria itu semakin lancang masuk dalam kemejanya. Hira menggerak-gerakkan tubuhnya untuk mencari celah agar bisa kabur, tapi terlalu sulit.
udah untung suami mendukung pekerjaan nya,malah mau di bikinin tempat praktek sendiri, kurang apa coba si erfan