"Kamu harus menikah dengan Seno!"
Alea tetap diam dengan wajah datarnya, ia tidak merespon ucapan pria paruh baya di depannya.
"Kenapa kamu hanya diam Alea Adeeva?"
hardiknya keras.
Alea mendongak. "Lalu aku harus apa selain diam, apa aku punya hak untuk menolak?"
***
Terlahir akibat kesalahan, membuat Alea Adeeva tersisihkan di tengah-tengah keluarga ayah kandungnya, keberadaannya seperti makhluk tak kasat mata dan hanya tampak ketika ia dibutuhkan!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Favreaa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 7
Arka memijat pelipisnya yang berdenyut sejak tadi, rasa frustasi yang sudah beberapa hari ini ia rasakan membuat kepalanya nyeri.
"Pak!" panggil wanita berpakaian seksi yang berjalan sembari melenggak-lenggokkan tubuhnya.
Arka mendongak, menyambut wanita yang hendak duduk ke pangkuannya.
"Ada tas keluaran terbaru dari merk favoritku, aku sudah mendapatkannya."
Arka menghela nafas panjang. "Bayar pakai uangmu sendiri, Bella! ... Kondisi keuanganku sedang buruk karena utang perusahaan yang semakin banyak."
Bella, sekretaris sekaligus selingkuhan Arka di kantor mengerucutkan bibirnya cemberut. Dia turun dari pangkuan Arka dan melangkahkan kakinya keluar dari ruang.
Arka tak peduli jika Bella merajuk, dia sudah punya Sella sebagai calon gundiknya yang baru. Wajah Sella yang manis juga postur tubuhnya yang tak kalah indah dari mantan-mantan wanita selingkuhannya. Apalagi ia tak perlu mengeluarkan banyak uang untuk menyenangkan dan merayu Sella.
Selama ini tidak ada yang tahu tindak-tanduk Arka di luar rumah yang memiliki wanita simpanan silih berganti, ia berlagak baik, bodoh dan penurut.
Ketika Arka sedang melamun, pintu ruang kerjanya kembali terbuka dan menampilkan wajah Bella yang cemberut.
"Pak, Pak Emir dari Perusahaan Ravindra ada di lobi, beliau berkata ingin bertemu," lapor Bella.
Arka mengurutkan alisnya bingung. "Sepertinya Perusahaan kita tidak terlibat kontrak kerjasama apapun dengan perusahaan mereka."
Bella mengangkat bahunya pertanda bahwa dirinya juga tidak tahu.
"Keperluan apa yang membawanya ke sini?" gumamnya. "Apa aku pernah menyinggung mereka?" tanyanya pada diri sendiri dengan suara pelan yang lebih terdengar seperti gumaman.
"Kalau Bapak penasaran, tidak ada salahnya Bapak menerima kedatangannya dan menemuinya langsung," usul Bella.
Arka mengangguk sembari berujar."Kamu benar, jemput dia ke lobi lalu bawa ke ruanganku!"
Bella mengangguk malas, ia lalu keluar dan turun menuju lobi.
Dari kejauhan, wanita yang berjaga di meja resepsionis menggerakkan kepala seolah memberi kode pada Bella bahwa tamu mereka sedang menunggu ruang tunggu. Bella yang paham lantas membelokkan langkahnya menuju ke tempat Paman Emir berada.
"Selamat siang, Pak Emir?"
Paman Emir berdiri kala wanita cantik nan seksi berdiri di hadapannya dan menyapanya dengan sopan. "Benar."
Bella tersenyum. "Saya Bella sekretaris Pak Arka. Beliau sudah menunggu Anda di ruangannya, mari silakan ikuti saya!"
Paman Emir mengangguk lalu mengikuti langkah Bella yang sudah berjalan lebih dulu. Sesekali Bella menoleh memastikan tamunya berjalan di tempat yang seharusnya.
Tok! Tok! Tok!
Bella mengetuk pintunya tiga kali lalu membukanya setelah suara Arka terdengar memerintahkannya masuk.
"Silahkan, Pak!" ujar Bella sopan dengan gesture tangan terangkat.
Paman Emir mengangguk lalu masuk, sedangkan Bella keluar lagi dari ruangan setelah menutup pintu. Meski menjadi simpanan Arka, Bella bekerja secara profesional dan tidak mencampur adukkan masalah pribadi dengan pekerjaan.
Arka berdiri lalu melangkah menyambut tamu tak terduga yang datang tanpa atur janji.
"Selamat siang, Pak Arka. Maaf jika kedatangan saya mengganggu waktu anda karena tidak membuat janji temu lebih dulu," ujar Paman Emir mengulurkan tangan ke arah Arka.
"Tidak apa-apa, Pak. Tidak apa-apa, mari silahkan duduk!" balas Arka yang juga menjabat uluran tangan Paman Emir. Ia berusaha bersikap baik pada salah satu anggota keluarga Ravindra.
Keduanya lalu duduk berhadapan di sofa yang ada di dalam ruangan Arka.
"Sejujurnya saya sedikit terkejut saat sekretaris saya memberitahukan kedatangan Anda." Arka memulai obrolan.
Bella kembali masuk dengan dua buah cangkir kopi di tangannya. "Silakan diminum, Pak!"
Paman Emir mengangguk. "Terima kasih!"
Bella balas mengangguk lalu pamit undur diri.
"Begini Pak Arka, saya tidak pandai berbasa-basi. Jadi, apakah saya bisa langsung ke intinya saja?"
Jantung Arka tiba-tiba berdebar tak beraturan tanpa alasan yang jelas. Ketakutan dan kecemasan datang tanpa sebab. "Apa saya pernah menyinggung keluarga Ravindra?" tanya Arka dengan perasaan was-was.
"Bukan!" sangkal Paman Emir cepat.
"Lalu, apa--?" Arka bertanya penasaran dan wajahnya kentara bingung.
"Kedatangan saya ke sini sedikit banyaknya berkaitan dengan perusahaan anda juga kehidupan pribadi."
Arka tertegun lalu mengerutkan keningnya tak mengerti. "Perusahaan? ... Urusan pribadi?" pikir Arka bertanya-tanya dengan perasaan tak nyaman.
Untuk menutupi rasa cemas, Arka mencoba tertawa walau terpaksa. "Saya tidak mengerti, jika Pak Emir berkenan mohon beri saya penjelasan!"
Paman Emir memperbaiki posisi duduknya agar lebih nyaman, ia menegakkan tubuhnya dan menatap Arka serius.
"Saya ingin menanam saham di perusahaan Pak Arka untuk menyelamatkan dari kebangkrutan!"
Arka berbinar mendengarnya, menganggap pertolongan datang tepat pada waktunya.
"Tapi, dengan satu syarat."
"Syarat apa Pak Emir?" tanya Arka.
"Aku ingin putrimu menikah dengan satu-satunya keponakanku!"
Deg!
Arka tercengang, tak menyangka Paman Emir meminta syarat seperti itu.
'Keponakan satu-satunya?... Jika iya, bukankah dia pria lumpuh akibat kecelakaan 5 tahun yang lalu?' batin Arka gelisah.
"Dia lumpuh, wajahnya cacat dan sedikit buruk," jelas Paman Emir sesuai permintaan Seno.
Arka semakin terkejut, ia tidak yakin Bianca akan mau menerima perjodohan ini di saat banyak pria tampan mengantri untuk kekasihnya, tapi jika ia menolak perusahaan terancam bangkrut. Arka termenung dengan pikirannya sendiri.
"Bagaimana, Pak Arka?... Jika Anda tidak bisa memutuskannya sendiri, Anda boleh bernegosiasi dengan keluarga Anda lebih dulu."
Arka tersentak. 'Benar, mungkin aku harus membicarakan ini dengan Mama dan Raya. Aku bisa memberi mereka alasan jika aku telah ditipu atau salah satu karyawan kantor kabur membawa uang perusahaan. Ya, seperti itu' batin Arka mulai menyusun rencana.
"Baik, Pak Emir. Tolong beri saya waktu sehari, saya harus diskusi dengan keluarga dan anak saya."
"Baik, kabari saya jika Anda sudah mendapatkan jawabannya. Ingat, saya tidak dua kali menawarkan bantuan!" ucap Paman Emir sedikit memberi Arka tekanan.
"Saya mengerti. Lalu kemana saya harus menghubungi Anda besok?"
Paman Emir merogoh kartu nama dari saku jasnya, ia lalu menyodorkannya pada Arka.
"Anda boleh menghubungi di nomor yang tertera di kartu nama itu. Dia asisten keluarga Ravindra!" terangnya.
Arka mengangguk dan menerimanya, ia lalu membaca nama yang tertera, Ilyas.
"Kalau begitu saya permisi Pak Arka. Saya harap Anda mengambil keputusan terbaik dan tidak mengecewakan kami!" ujar Paman Emir sembari mengulurkan tangan untuk berjabat tangan sebelum pamit pergi.
Arka hanya tersenyum dengan kepala mengangguk.
Sepeninggalan Paman Emir, Adam memanggil Bella.
"Atur kembali jadwalku untuk hari ini, Bel. Saya harus pulang sekarang!" Arka tak ingin menunda-nunda, ingin segera membicarakan hal ini dengan keluarganya.
Bella hanya mengangguk pasrah dan tak mengatakan apa-apa.
Baru saja Arka memarkirkan mobilnya di depan rumah, ia langsung disambut pertanyaan oleh Nyonya Camelia yang kebetulan sedang duduk bersantai untuk berjemur matahari pagi di taman kecil sebelah rumah.
"Kenapa balik lagi, Ka?"
Arka yang mendengar suara ibunya, lekas menghampiri wanita itu. "Ma, ada hal penting yang harus kita bicarakan. Ayo kita masuk, Ma!"
Nyonya Camelia menghela nafas kesal, waktu berjemurnya harus terganggu. Namun, ia juga penasaran apa yang ingin dibicarakan Arka sampai menganggapnya sebagai hal penting. Untuk itu, ia mengikuti Arka masuk ke dalam rumah.
"Mama tunggu di sini, aku mau ke atas dulu panggil Raya!"
Nyonya Camelia mengangguk dan mendudukkan dirinya di sofa ruang tamu.
"Yangg! Sayangg!" panggil Arka sembari membuka pintu kamarnya.
"Ada apa, Mas. Kenapa jam segini kamu sudah pulang?" tanya Raya yang baru keluar dari kamar mandi.
"Ada yang penting yang ingin aku bicarakan. Mama sudah menunggu kita di bawah, ayo turun!"
Melihat ekspresi Arka yang serius, Raya tak lagi bertanya dan hanya mengikuti Arka menuju lantai bawah untuk bergabung dengan ibunya di ruang tamu.
"Ada apa, Ka?" tanya Nyonya Camelia tak sabar.
Kini ketiganya sudah duduk di ruang tamu, tak ada Bianca maupun Alea karena keduanya sudah pergi kuliah.
"Begini, Sayang, Ma," ucapan sembari menatap Raya dan nyonya Camelia bergantian.
"Aku mengalami penipuan 4 bulan yang lalu dan salah satu karyawanku menggelapkan dana perusahaan. Sekarang perusahaanku hampir bangkrut!"
"Kamu gila, Ka? ... Itu perusahaan peninggalan Papamu, bagaimana bisa kamu membuatnya bangkrut, kita juga hanya bertahan dari hasil perusahaan untuk bertahan hidup!" bentak Nyonya Camelia murka.
"Tenang dulu, Ma. Aku belum selesai!" keluh Arka kesal.
Nyonya Camelia membuang nafasnya kasar lalu meminta Arka melanjutkan.
"Tadi pagi salah satu keluarga Ravindra mendatangiku dan ingin berinvestasi untuk menyelamatkan perusahaan!"
Nyonya Camelia dan Raya terbelalak.
"Bukankah itu bagus, Ka? ... Dengan begitu citra perusahaan kita akan semakin naik, jika kabar tentang keluarga Ravindra yang menanam saham di perusahaan kita tersiar lalu terdengar hingga ke telinga perusahaan-perusahaan lain!"
"Benar, Ma. Tapi ada syarat yang diberikan pihak keluarga Ravindra jika ingin mereka menanam sahamnya di perusahaanku!" tutur Arka lagi.
"Apa syaratnya?" tanya Nyonya Camelia. Sedangkan Raya sedari tadi hanya diam menyimak.
Arka menelan ludahnya gugup. Nyonya Camelia dan Raya menatapnya intens menunggu jawaban darinya.
"Keluarga Ravindra, meminta Bianca menikah dengan Seno, cucu kandung keluarga Ravindra yang terlibat kecelakaan 5 tahun yang lalu bersama kedua orang tuanya !"