Maha Rani Larasati rela menikah dengan Daniel Nur Indra seorang duda ber anak satu tapi jauh dari kata bahagia.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Trisubarti, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Part 22
3 jam kemudian Bambang dan Rani sampai tujuan. Bambang menghentikan laju mobilnya.
Ia menoleh ke belakang Rani masih tenggelam dalam mimpinya.
"Mbak e...mbak..."Bambang terpaksa membangunkan Rani.
"ugghhh Rani menggeliat. "Mbak e bangun..."
Rani membuka matanya ia menoleh kesana kemari bingung saat ini berada di mana karena tidurnya cukup lama.
"Mbak e, kita sudah sampai tujuan, hanya tinggal mencari alamat." Tutur Bambang.
Rani baru sadar ketika menatap Bambang.
"Ya Allah saya ketiduran lama sekali ya bang?" Ucap Rani merasa tidak enak dengan Bambang.
"Ndak apa-apa Mbak e, mendingan kita cari Masjid dulu ya, belum shalat dzuhur loh."
"Okay...
Bambang melipir mencari Masjid, setelah menemukan masjid, mereka shalat. "Kruik..kruik..."Perut Bambang berbunyi.
"Hehehe..abang lapar ya?" Tanya Rani. Bambang nyengir malu, karena perutnya berbunyi.
"Iya Mbak e, kita cari makan dulu ya.." Ujar Bambang.
"Okay..."Jawab Rani. Rani saat ini sudah agak santai ngobrol dengan Bambang, tidak terlalu formal, karena intensitas pertemuannya hampir setiap hari.
"kita makan di mana Mbak e?" Tanya Bambang tanpa menoleh sebab sedang nyetir.
"Terserah abang saya ngikut aja."
Bambang parkir di depan lesehan seafood. Rupanya Bambang walaupun orang kaya tidak pilih-pilih makanan. Mereka duduk lesehan.
"Mau pesan apa Mbak?" Tanya Bambang melihat menu.
"Ikan gurame bakar bang." jawab Rani. Bambang memesan menu yang sama. Derrr..derrr..handphone Bambang berbunyi.
"Mbak sebentar ya, saya angkat telepon." Rani mengangguk.
Bambang keluar mengamati siapa yang telepon. Ternyata adiknya Ayu Wandira.
"Assalamualaikum.."
"Waalaikumsalam"
"Mas Wibi kemana sih? showroom lagi rami nih! nggak tanggung jawab!"
Omel Dira di seberang telepon.
"Iya...iya... sorry! adikku yang cantik...aku lagi di Ciamis nih...hari ini Mas nggak bisa bantu." Tut! Dira mematikan ponselnya sepihak. Bambang menarik nafas panjang. Merasa bersalah dengan adiknya. Bambang kembali dan duduk lesehan di depan Rani. Tenyata makanan sudah siap.
"Kok belum di makan to Mbak e?"
"Tunggu abang lah!" Jawab Rani.
Mereka akhirnya makan. Melihat ikan gurame bakar dengan sambal. Rani ingat Daniel ketika mereka sedang makan pertama kali dengannya. Daniel tidak suka pedas dan tidak biasa makan lesehan. Air matanya luruh tidak bisa di pungkiri kalau Rani saat ini merindukan suaminya. Rani menyeka air matanya. Dan semua itu tidak luput dari perhatian Bambang.
"Loh kok masih utuh to Mbak e." Bambang menatap Rani. "Loh kok malah nangis?" Bambang bingung harus berbuat apa untuk menghibur Rani.
Rani menghapus air matanya. "Nggak apa-apa kok bang, hanya ingat Bapak di kampung." Rani beralasan. Tapi tidak sepenuhnya berbohong. Karena setiap bertemu Bapaknya, selalu memberikan pencerahan untuk dirinya.
"Mbak e, kalau boleh saya kasih pendapat sedikit, tapi nuwon sewo."
"Apa tidak sebaiknya Mbak pulang kerumah, bicara dengan suami Mbak, cari jalan keluar."
"Nuwon sewo loh nih, kalau Mbak kurang berkenan, bicara berdua akan lebih baik dari pada lari dari kenyataan dan menghindari masalah." Tutur Bambang bijak.
Rani menatap Bambang, baru saja rindu Bapaknya tapi Bambang memberikan petuah seperti Bapak.
Selama berhari-hari bersama Bambang baru kali ini, Rani menatap Bambang seksama. Rani tidak menjawab pertanyaan Bambang.
Bambang dan Rani selesai makan, tapi Rani hanya makan sedikit.
Akhirnya mereka melanjutkan perjalanan.
Ternyata mencari alamat bu Kokom tidak sulit. Sampai dirumah sederhana milik Bu Kokom. Di sekeliling rumah Bu Kokom di tanamami bonsai.
Tok tok tok
"Assalamualaikum.."
"Waalaikumsalam."
Keluar seorang Ibu muda kira - kira berusia 40 tahun.
Wanita itu memandangi Rani dari atas sampai bawah.
"Bu, ingat nggak sama saya?" Tanya Rani menatap Ibu Kokom sambil tersenyum.
"Atuh ingat neng! tapi kok si eneng gering pisan?"Tanya Bu Kokom heran sebab dulu pertama bertemu pipinya Rani cabi.
"Atuh ini Pamajikan atau bogohna neng mani kasep pisan?" (Ini suaminya atau pacarnya kok ganteng banget?" Tanya Bu Kokom.
"Oh kenalkan bu, nama saya Bambang sopir taksi. Jawab Bambang menyalami Bu Kokom.
"Saha bu" Laki-laki setengah baya keluar. " Ini Bah awe We nu geulies yang saya ceritakan kemarin." Tutur Bu Kokom. Si Abah Edi adalah suaminya Bu Kokom.
Mereka ngobrol. Rani menceritakan niat baiknya mengajak Bu Kokom, membantunya Jualan. Bu Kokom senang sebab saat ini ia menganggur.
Padahal masih membiayai dua anaknya si Ujang SMK dan Titin SMP. Jualan di kampung rambutan dulu di usir sama petugas.
Sore harinya Rani dan Bambang pamit pulang. Sementara Bu Kokom dan Pak Edi besok baru akan berangkat dengan bus. Setelah menitipkan kedua anaknya ke orang tuanya Bu Kokom.
*****
Sementara di kantor Daniel. Sherly sedang mengamuk di ruang resepsionis karena tidak di izinkan masuk keruangan Daniel. Tapi bukan Sherly namanya kalau sampai tidak bisa menerobos masuk.
Di lantai 5 Daniel berkutat dengan pekerjaannya. Sesekali merenggangkan otot. Dia terpuruk berhari-hari memikirkan Rani dan buah hatinya. Karena Icha memutuskan untuk tinggal di rumah Utinya. Daniel akhirnya mengalah.
"Prok prok prok..Seorang wanita masuk ke dalam ruangan Daniel. Membuat Daniel terkejut. Pasalnya Daniel sudah mewanti-wanti kepada security agar tidak mengizinkan Sherly masuk. Tapi kenyataannya, Sherly sudah sampai di depannya.
"Mas Daniel, ini loh aku bawa makanan, aku masak sendiri loh." Tutur Sherly cari perhatian. Sherly saat ini merasa di awang-awang karena bisa menyingkirkan Rani. Dan sekarang saatnya untuk terus mendekati Daniel.
"Sudah makan!" Jawab Daniel dingin tanpa menatapnya.
"Tapi enak loh Mas! coba deh sedikit saja" Kata Sherly sambil membuka makanan yang ia bawa.
Daniel tetap diam tidak menggubris kata-kata Sherly. Sherly berdiri mendekati Daniel, menyingkirkan berkas. Kemudian duduk di pangkuan Daniel. Sherly membuka dua kancing bajunya sendiri. Daniel menatap leher Sherly terbelalak. Bukan karena terhipnotis oleh gunung kembar Sherly yang sudah menonjol. Tapi Daniel melihat kalung dan liontin inisial dirinya dan Almira terpasang di leher Sherly. Sherly tersenyum menggoda ia pikir Daniel sudah bergairah akan kemolekan tubuhnya.
Tangan Sherly keatas memegangi dagu Daniel. Daniel semakin terkejut Sherly mengenakan gelang milik Almira. Spontan Daniel menjatuhkan tubuh Sherly hingga tersungkur di lantai.
"Aaahhh..sakit Mas.." Sherly duduk memegangi lututnya.
Daniel menarik kerah Sherly dengan tatapan membunuh. Sekarang Daniel sadar ternyata Sherly biang keladi di balik hilangnya perhiasan Almira.
"Plak! ini hadiah buat loe! karena loe, sudah membuat gue menuduh istri gue"
"Plak! ini hadiah yang kedua buat loe! karena loe! gue sudah memfitnah yang kejam kepada istri gue"
"Plak! dan ini hadiah yang ketiga karena loe! sudah membuat istri yang gue cintai pergi entah kemana?
Sekarang ceritakan! bagaimana loe bisa maling di rumah gue!" " Cepat!!" atau gue akan bunuh loe!"
Daniel berkali-kali menampar Sherly. Sekejam kejamnya Daniel, belum pernah Daniel memukul wanita. Tetapi entah Setan apa yang sudah merasuki Daniel saat ini.
lumayan buat nambah penghasilan tambahan 🙏😭😭😭