Seorang gadis bernama Amira berusia 20 tahun baru di pecat dari pekerjaannya. Karena rekomendasi dari ibu kosnya akhirnya ia masuk ke yayasan pengasuh milik teman ibu kosnya itu. Tak lama ia pun mendapat majikan yang baik bernama nyonya Sarah. Amira sangat menyukai pekerjaannya itu.
Hampir dua tahun ia bekerja disana dan ia pun bukan hanya mengasuh satu anak namun dua sekaligus karena tak lama setelah Amira diterima menjadi pengasuh nyonya Sarah melahirkan anak keduanya. Perlakuan nyonya Sarah yang baik dan bahkan menganggapnya seperti saudara membuat Amira sangat menghormati dan menyayangi majikannya itu begitu juga dengan kedua anaknya.
Suatu hari saat Amira ikut berlibur bersama keluarga majikannya tiba-tiba terjadi suatu peristiwa yang sangat mencekam. Saat suami nyonya Sarah tiba-tiba harus pergi karena urusan kantor terjadi penyerangan terhadap nyonyanya. Dalam keadaan terluka nyonya Sarah menitipkan kedua anaknya pada Amira. Kini Amira harus berjuang menyelamatkan kedua anak majikannya itu...
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ye Sha, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Rasa
Sudah lama rumah megah itu sepi sejak tragedi yang menimpa pemiliknya. Namun pagi ini suasana mulai berubah sejak pagi para pegawai rumah sudah mulai sibuk dengan kegiatan rutin mereka termasuk Amira. Sejak pagi ia sudah menyiapkan pakaian untuk kedua anak asuhnya. Kemudian ia pun menyiapkan sarapan untuk mereka. Tampaknya ia masih terbiasa dengan rutinitasnya saat dalam pelarian. Setelah semuanya siap ia pun pergi ke kamar anak-anak. Dengan perlahan ia membuka pintu kamar, terlihat kedua bocah itu yang sedang terlelap.
Amira pun tersenyum ... lega rasanya karena semua sudah berakhir karena kedua bocah itu sudah kembali kerumah dan tidak lagi selalu dalam ketakutan. Dengan perlahan dibangunkannya kedua anak itu. Awalnya agak sulit karena kelihatannya kedua anak itu masih mengantuk. Namun saat Amira berkata bahwa mereka akan bertemu dengan mamanya keduanya pun langsung membuka mata lebar.
"Benar bunda hari ini kita akan ketemu mama?" tanya Anna sambil mengucek matanya yang masih lengket.
"Iya..." jawab Amira sambil merapikan selimut.
"Bunda ... Adit pengen ketemu mama sekalang..." rajuk Adit.
"Adit sama Anna mandi, lalu sarapan setelah itu kita jenguk mama..." sahut Amira.
"Oke..." kompak keduanya menjawab sambil memberi isyarat dengan tangannya.
Lalu keduanya pun pergi ke kamar mandi. Sejak Amira terluka keduanya memang sudah mandi sendiri sehingga Amira hanya menunggu diluar. Selesai mandi keduanya pun memakai pakaian sendiri dengan sedikit bantuan dari Amira. Kemudian mereka pun keluar menuju meja makan untuk sarapan. Karena sibuk mengurus kedua anak itu Amira tak menyadari bahwa sejak tadi ada sepasang mata yang mengawasi mereka.
Sesekali bibir orang itu tersenyum saat melihat Amira sangat telaten mengurus dua bocah itu.
"Sepertinya kamu sudah cocok untuk menjadi seorang ibu Ra..."
Kemudian ia pun ikut pergi ke ruang makan.
"Tuan sudah bangun?" tanya Amira saat dilihatnya tuan Sam berjalan ke meja makan.
"Ya.. " jawabnya singkat lalu ia langsung duduk di kursi paling ujung.
"Tuan ingin makan apa? Pagi ini ada nasi goreng juga roti selai tuan.." tawar Amira.
"Hm... nasi goreng saja..." jawab tuan Sam.
Lalu Amira pun mengambilkan nasi untuk tuan Sam baru kemudian ia mengambilkan juga untuk anak-anak dan juga dirinya. Tuan Sam pun tersenyum.
"Ah beginikah rasanya mempunyai istri dan anak-anak?" angannya dalam hati.
Saat ia merasakan nasi goreng itu rasanya sungguh enak membuatnya ingin tambah lagi.
"Tuan suka?" tanya Amira yang melihat tuannya ingin menambah nasi lagi dan dijawab dengan anggukan oleh tuan Sam.
Lalu Amira pun mengambilkan lagi nasi goreng untuk tuan Sam. Selesai makan kedua bocah itu sudah tidak sabar untuk menemui mamanya.
"Bunda cepeet..." tarik Adit saat mereka berjalan menuju ke mobil sedangkan Anna sudah berlari terlebih dahulu dan masuk kedalam mobil.
"Iya ... iya... jangan buru - buru nak..." sahut Amira sambil tersenyum.
Melihat itu tuan Sam kembali melengkungkan senyumnya .. lagi. Entah sudah berapa kali ia tersenyum pagi ini. Hal ini pun tak luput dari pengamatan Lukas yang baru datang untuk menjemput mereka. Dari balik kemudi Lukas bisa melihat jika tuannya itu sering kali melirik kebelakang melalui kaca spion sambil tersenyum simpul saat Amira bercanda dengan kedua bocah itu di kursi penumpang.
"Tuan .... tuan bisa bucin juga ... "gumamnya dalam hati.
"Kau kenapa?'' tanya tuan Sam tiba - tiba saat melihat Lukas menggeleng - gelengkan kepalanya sambil tersenyum.
"Ah ... tidak tuan... hanya teringat sesuatu" jawab Lukas .
"O... aku kira kau sedang membicarakan aku dalam hatimu"
"Hah... tentu saja tidak tuan" ujar Lukas cepat.
"Sial... tajam banget instingnya... baru juga diomongin dalam hati udah tau aja..." kata Lukas dalam hati.
Setelah sampai di rumah sakit mereka pun langsung turun dan menuju kamar nyonya Sarah. Begitu bertemu dengan nyonya Sarah kedua bocah itu pun langsung meminta untuk didudukkan di samping nyonya Sarah agar dapat memeluknya. Untung saja tempat tidur yang ada di ruang perawatan itu berukuran cukup besar sehingga dapat menampung mereka bertiga. Nyonya Sarah tampak bahagia melihat kedua buah hatinya selamat tak kurang suatu apa pun. Tak henti - hentinya kedua anak itu bercerita pada mamanya tentang apa yang keduanya alami bersama Amira. Nyonya Sarah pun mendengarkan dengan seksama terkadang ia tersenyum saat keduanya bercerita tentang hal konyol yang mereka alami namun ia juga akan terkejut dan cemas saat mendengar cerita saat - saat menegangkan yang juga dialami mereka saat dalam pelarian. Lelah bercerita keduanya pun tertidur mengapit nyonya Sarah. Melihat dua buah hatinya yang tidur dengan tentram disampingnya membuat nyonya Sarah menitikkan air mata bahagia karena bersyukur masih dapat berkumpul dengan keduanya.
Tak terasa hari ini adalah hari kepulangan nyonya Sarah karena sudah dinyatakan sehat. Tentang tuan Bram yang ada di dalam penjara pun sudah diketahuinya setelah tuan Sam menceritakan semuanya saat dirumah sakit karena nyonya Sarah yang terus mendesaknya. Setibanya dirumah seluruh pegawai rumah menyambut nyonyanya dengan gembira, mereka sangat bersyukur nyonya mereka dapat kembali selamat. Tuan Sam juga mengadakan syukuran atas kepulangan nyonya Sarah yang di hadiri oleh seluruh pegawai rumah dan anak-anak dari panti asuhan. Memang acara itu sengaja diadakan secara sederhana mengingat nyonya Sarah yang masih tidak boleh terlalu lelah. Anna pun sudah mulai masuk sekolah kembali setelah terputus selama hampir tiga bulan lebih. Sedang Adit juga akan segera masuk PAUD.
Suatu sore saat kedua anaknya sedang bermain di halaman nyonya Sarah berbincang dengan Amira sambil mengawasi keduanya. Saat itu lah nyonya Sarah curhat pada Amira soal tuan Bram.
"Aku tak tahu Ra ... apa aku bisa memaafkan mas Bram atas semua kesalahannya padaku...".
"Kakak..." ucap Amira prihatin dengan masalah nyonyanya itu.
"Menurutku sebaiknya kakak temui dulu tuan Bram dan bicarakanlah permasalahan kalian secara terbuka baru kemudian kakak putuskan apa yang menurut kakak yang terbaik..." usulnya.
"Makasih Ra.. udah mau mendengarkan curhatanku... kau memang sudah seperti adik bagiku..." kata nyonya Sarah sambil menggenggam tangan Amira.
"Seharusnya saya yang berterima kasih karena kakak mau menganggapku sebagai adik...".
"O iya Ra... terima kasih kau sudah menjaga anak - anak dengan baik bahkan kau juga rela bertaruh nyawa untuk keduanya. Aku tidak tahu dengan apa aku dapat membalas semua kebaikan dan pengorbananmu..." kata nyonya Amira sambil berkaca - kaca.
"Jangan begitu kak... dengan menganggapku adik sudah cukup bagiku untuk melakukan semuanya. Apalagi saat mereka memanggilku bunda rasanya seperti mereka itu anak kandungku sendiri..." ujar Amira tulus.
"Ra dari mana kau dapat uang untuk biaya saat itu? Bukankah kau tak sempat membawa apapun?" tanya nyonya Sarah.
"Itu..." jawab Amira menggantung.
Nyonya Sarah pun menatap Amira dalam, terlihat gadis itu seperti sedang berfikir. Lalu nyonya Sarah melihat tangan Amira yang saling meremas. Tampak disana jari - jari itu polos padahal seingatnya Amira memakai cincin kecil di jarinya. Fikirannya pun langsung terbuka.
"Apa kau menjual cincinmu?" tanyanya lagi.
"I ..iya.. kak... tapi tidak apa - apa cuma cincin kecil kak nanti aku bisa beli lagi..."
"Tapi bukankah kau pernah bilang jika itu pemberian orangtuamu ?"
"Iya.. tapi tidak apa - apa kak ... sungguh!".
Mendengar itu nyonya Sarah langsung memeluk Amira sambil mengucapkan terima kasih. Mereka tak tahu jika didekat mereka ada seseorang yang sedari tadi mendengarkan percakapan keduanya.
"Udah ah sedihnya..." ucap Amira sambil mengusap air matanya yang tadi sempat menetes.
Begitu juga dengan nyonya Sarah, lalu keduanya pun tertawa bersama.
"Eh Ra.. saat kau pergi apa kau pernah bertemu dengan seseorang yang spesial?" tanya nyonya Sarah sambil menaik turunkan alisnya.
"Maksud kakak?" tanya Amira tak mengerti.
"Ya .. mungkin saja saat kau berada dalam keadaan yang gawat tiba - tiba saja ada seorang pangeran berkuda putih yang datang menyelamatkanmu..." jelasnya sambil tersenyum jahil.
"Ah.. kakak ada - ada saja, mana mungkin ada yang seperti itu..." ujar Amira tersipu.
"Ya... mungkin saja kan? secara yang kau alami itu tidak semua orang mengalaminya Ra..." kata nyonya Sarah tak mau kalah.
Amira hanya bisa tersenyum melihat tingkah nyonyanya yang jadi kepo.
"Udah ah kaak.." kata Amira tak tahan dengan mimik nyonya Sarah yang menggodanya.
"Serius Ra... emang kamu ga pernah gitu merasakan jatuh cinta?"
Di tanya seperti itu Amira tertegun. Selama ini memang ia berusaha untuk tidak jatuh cinta agar hatinya tidak terluka. Ingatannya pun langsung kembali kemasa lalu saat dirinya baru masuk SMU. Saat itu rasa percaya dirinya masih tinggi karena sejak dari SD hingga SMP dia tidak pernah merasa dibedakan apalagi di bully oleh teman - teman sekolahnya. Teman masa kecilnya itu masih polos dan tak pernah berfikiran jahat terhadap sesamanya karena mereka tinggal di kampung. Berbeda dengan saat SMU dimana ia masuk di salah satu SMU favorit yang ada di kota karena mendapat beasiswa.
Di sana ia mengenal cinta pertamanya sekaligus mendapatkan penghianatan yang membuatnya tak lagi percaya pada mahluk yang bernama laki - laki. Ya di SMU itulah ia baru tahu bahwa cinta dan kesetiaan hanya diukur dengan kecantikan tubuh dan juga uang. Tak ada yang namanya cinta jika kau terlahir dengan fisik yang tak sempurna juga miskin. Hanya karena tubuhnya yang tambun dan juga miskin semua memandang rendah dirinya bahkan juga membullynya. Sehingga Amira mulai membentengi dirinya agar ia tak lagi direndahkan apalagi dari orang yang telah mengkhianatinya.
"Ra kamu melamun?" tanya nyonya Sarah saat ia melihat Amira terdiam.
"Pertanyaanku salah ya?" tanyanya lagi dengan nada penuh penyesalan .
"Tidak kak .. kakak tidak salah hanya saja aku sedang berfikir mana mungkin ada yang menyukaiku dengan badanku yang sebesar ini..." jawab Amira sambil terkekeh.
"Kau itu... jangan bicara seperti itu. Kau tahu sebenarnya kau itu cantik... sangat cantik malah karena kau punya hati yang baik dan tulus sedang tentang bentuk badanmu... itu tidak buruk. Karena tiap orang punya kelebihannya sendiri" ujar nyonya Sarah.
"Iya... kelebihan lemak..." sahut Amira.
"Ah kamu memang susah di kasih tahu..." kata nyonya Sarah memasang wajah cemberut.
"Iya... iya ...kakakku sayang..." ucap Amira sambil memeluk nyonya Sarah gemas.
Malam harinya saat Amira sudah berbaring diatas tempat tidurnya ia teringat dengan perkataan nyonya Sarah. Hal itu membuatnya jadi tak bisa tidur sebab kenangan masa lalunya kembali berkelebat didalam fikirannya.