NovelToon NovelToon
Jejak Takdir Di Ujung Waktu

Jejak Takdir Di Ujung Waktu

Status: sedang berlangsung
Genre:Peran wanita dan peran pria sama-sama hebat / Konflik etika / Pengantin Pengganti / Diam-Diam Cinta / Cinta pada Pandangan Pertama / Kehidupan di Sekolah/Kampus
Popularitas:5.5k
Nilai: 5
Nama Author: Musim_Salju

Gus Zidan, anak pemilik pesantren, hidup dalam bayang-bayang harapan orang tuanya untuk menikah dengan Maya, wanita yang sudah dijodohkan sejak lama. Namun, hatinya mulai terpaut pada Zahra, seorang santriwati cantik dan pintar yang baru saja bergabung di pesantren. Meskipun Zidan merasa terikat oleh tradisi dan kewajiban, perasaan yang tumbuh untuk Zahra sulit dibendung. Di tengah situasi yang rumit, Zidan harus memilih antara mengikuti takdir yang sudah digariskan atau mengejar cinta yang datang dengan cara tak terduga.

Yuk ikuti cerita selanjutnya!

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Musim_Salju, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 1: Cahaya di Tengah Kerumitan

Pagi di pesantren Al-Falah selalu diawali dengan suara adzan Subuh yang menggema lembut, mengalun dari menara masjid. Angin pagi menyelinap melalui jendela kamar Gus Zidan, membuatnya menggeliat di atas sajadah yang sejak tadi ia bentangkan. Ia sudah terjaga sejak sebelum Subuh, namun pikiran yang menggelayut membuatnya sulit fokus berdoa.

Di depan sajadah, sebuah kitab kuning terbuka, tetapi pandangan Zidan kosong, melompati teks-teks Arab yang sudah akrab baginya. Pikirannya tidak ada di sana. Melainkan pada satu sosok yang baru beberapa hari hadir di pesantren ini, Zahra.

Zahra adalah santriwati baru yang datang dari kota. Wajahnya tenang, dengan sorot mata yang penuh keyakinan dan senyum yang menenangkan. Di hari pertama Zahra bergabung, Zidan sudah mendengar gumaman dari para santri dan ustazah tentang kecerdasannya. Dalam waktu singkat, Zahra menjadi pembicaraan karena caranya menghafal Al-Quran begitu cepat, dan tutur katanya selalu penuh hormat.

Namun, bagi Zidan, yang menarik bukan hanya kecerdasan Zahra, melainkan caranya membawa diri. Ada sesuatu dalam langkahnya yang anggun, sederhana, tapi penuh keyakinan. Zidan tak pernah merasa seperti ini sebelumnya—bukan pada Maya, wanita yang sudah dijodohkan dengannya sejak kecil.

Zidan mendesah panjang. Maya adalah putri dari sahabat ayahnya, Kiai Mahfud, seorang ulama terpandang yang memiliki pesantren besar di kota sebelah. Semua orang menganggap hubungan itu sebagai takdir. Gus Zidan, anak tunggal Kiai Idris, dan Maya, gadis cantik yang lembut, tampaknya adalah pasangan sempurna di mata masyarakat. Namun hati Zidan berkata lain.

“Zidan!” suara lembut namun tegas dari luar pintu membuyarkan lamunannya.

“Ya, Ummi,” jawab Zidan sambil bangkit.

Ibunya, Nyai Halimah, muncul di ambang pintu. “Sudah waktunya memimpin tadarus. Jangan lupa, Nak, santri-santri baru akan ikut hari ini.”

Zidan mengangguk, tetapi hatinya gelisah. Pasti Zahra akan berada di antara mereka. Ia harus menjaga sikapnya, jangan sampai ada yang melihat gejolak di hatinya.

Ruangan aula pesantren dipenuhi suara lantunan ayat-ayat suci Al-Quran. Zidan duduk di depan, memimpin tadarus dengan suara yang merdu dan tenang. Santri-santri duduk melingkar, termasuk Zahra yang berada di barisan wanita, beberapa meter darinya.

Zidan mencoba fokus. Namun sesekali, tanpa sengaja, pandangannya melirik ke arah Zahra. Gadis itu duduk tegak, dengan kepala tertunduk khusyuk. Kerudung putih sederhana yang dikenakannya memantulkan cahaya pagi, membuatnya tampak seperti sosok yang datang dari mimpi.

“Maa Syaa Allah,” gumam Zidan dalam hati. Tapi seketika ia menegur dirinya sendiri. Astaghfirullah. Jangan sampai hati ini tergelincir, Ya Allah.

Ketika tadarus selesai, Zahra mendekat bersama beberapa santriwati lain untuk bertanya tentang tajwid. Suaranya lembut, namun penuh rasa ingin tahu. “Gus, bolehkah saya bertanya tentang ayat tadi? Saya ingin memastikan apakah pelafalan saya sudah benar.”

Zidan mengangguk, mencoba menjaga ekspresi netral. “Tentu, silakan.”

Zahra membaca dengan lancar, tetapi ada sedikit kesalahan kecil yang langsung diperbaiki oleh Zidan. Setiap kali Zahra berbicara, Zidan merasa seperti mendengar musik yang indah, tenang, namun menenangkan.

Namun, perasaan itu segera tergantikan oleh rasa bersalah. Bagaimana mungkin ia merasa seperti ini, sementara Maya sudah dipersiapkan untuknya?

Malam itu, Zidan duduk di ruang kerja Kiai Idris, ayahnya. Kiai Idris memandang putranya dengan senyum bijak. “Zidan, bagaimana kesanmu tentang santri-santri baru kita?”

“Baik, Bi. Mereka terlihat sangat semangat belajar,” jawab Zidan hati-hati.

Kiai Idris mengangguk. “Termasuk Zahra, ya? Gadis itu punya potensi besar. Abi dengar dia sudah hafal tujuh juz Al-Quran sebelum datang ke sini.”

Zidan hanya tersenyum kecil, tidak berani berkomentar banyak.

“Abi juga ingin mengingatkanmu, Nak,” lanjut Kiai Idris, “tentang rencana pernikahanmu dengan Ning Maya. Keluarga Kiai Mahfud berharap kita segera menetapkan tanggal. Bagaimana menurutmu?”

Zidan merasa jantungnya berdegup kencang. Pertanyaan itu selalu menjadi momok baginya. Ia mencintai orang tuanya, menghormati tradisi, tetapi setiap kali membayangkan Maya, ia merasa ada sesuatu yang kurang.

“Yah, mungkin kita bisa menunggu sedikit lagi?” Zidan mencoba menjawab diplomatis.

Kiai Idris mengerutkan kening. “Zidan, Abi tahu ini bukan hal mudah. Tapi ini bukan hanya soal perasaan. Ini soal menjaga silaturahmi dan kehormatan keluarga.”

Zidan terdiam. Ia tahu betapa pentingnya hal itu bagi ayahnya, tetapi hatinya berkata lain.

Di sisi lain, Zahra juga mulai merasa bahwa pesantren ini membawa cerita yang berbeda dalam hidupnya. Malam itu, di asrama santriwati, ia duduk di tepi jendela, memandang langit malam yang penuh bintang.

Ia teringat pertemuan singkatnya dengan Zidan pagi tadi. Gus Zidan, meskipun tampak tenang dan berwibawa, memiliki sorot mata yang penuh misteri. Zahra tidak bisa menafsirkan apa yang ia lihat dalam mata itu.

Zahra menggeleng pelan, mencoba mengusir pikiran itu. Ia datang ke pesantren ini untuk belajar, bukan untuk terjebak dalam hal-hal yang membuat hatinya goyah. Namun, ada sesuatu tentang Zidan yang sulit diabaikan.

Malam semakin larut, tetapi Zidan tidak bisa memejamkan mata. Ia duduk di depan meja belajarnya, dengan kertas kosong di depannya. Di tangannya, pena yang tak kunjung bergerak.

Ia ingin menulis surat untuk ayahnya. Surat yang menjelaskan perasaannya, tentang Maya, tentang Zahra, tentang semuanya. Tetapi kata-kata terasa begitu sulit.

“Apa yang harus aku lakukan, Ya Allah?” bisiknya lirih.

Di tengah kebimbangan itu, bayangan Zahra kembali melintas. Senyumnya, ketenangannya, caranya berbicara tentang ilmu agama. Zidan tahu, jika ia mengikuti perasaannya, ia harus siap menghadapi konsekuensi yang berat.

Tetapi jika ia memilih untuk tetap berada di jalur yang sudah ditentukan, akankah ia bisa benar-benar bahagia?

Bab awal ini membahas pergulatan batin Gus Zidan. Di tengah tradisi yang mengikat, hadirnya Zahra menjadi ujian besar dalam hidupnya. Akankah ia memilih cinta, atau tetap setia pada jalan yang sudah digariskan?

To Be Continued...

1
Jumi Saddah
👍👍👍👍👍👍👍👍👍
Berlian Bakkarang
nyai siti istri seorang kiyai tp bermulut pedas krn menghina zahra katax orang muskin segala
Nanik Arifin
waoow, dalam pesantren ternyata seperti dunia bisnis. ada lobi", ada persekongkolan, ada perebutan kedudukan, intimidasi/tekanan dll
Nanik Arifin
kog jadi ada nama Kyai Ridwan sebagai ortu Ning Maya ? Kyai Mahfud apanya Ning Maya ?
kirain kemarin" tu Kyai Mahfud ortu Ning Maya 🤭
Nanik Arifin
seorang Ning ( putri kyai ) melakukan intimidasi demi seorang lali" atau bahkan demi sebuah keangkuhan, bahwa dirinya putri seorang kyai. waoow....
ingat Maya, Adab lebih tinggi dari ilmu. sebagai putri kyai pemilik pondok ilmumu tidak diragukan lagi. tapi adabmu ??
Musim_Salju: benar banget kak, adab lebih tinggi dari pada ilmu, dan minusnya sekarang banyak yang tidak memperhatikan adab itu sendiri
Musim_Salju: Dunia sekarang banyak yang seperti itu kak, hanya saja tertutup dengan kebaikan yang dilakukan di depan banyak orang. Pengalaman pribadi saya sebagai seorang pendidik, sikit menyikut dan menjatuhkan saja ada
total 2 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!