Kehadiran sosok wanita cantik yang memasuki sebuah rumah mewah, tiba-tiba berubah menjadi teror yang sangat mengerikan bagi penghuninya dan beberapa pria yang tiba-tiba saja mati mengenaskan.
Sosok wanita cantik itu datang dengan membawa dendam kesumat pada pria tampan yang menghuni rumah mewah tersebut.
Siapakah sosok tersebut, ikuti kisah selanjutnya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Siti H, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Pov Dayanti
"Yanti, Dayanti, dimana kamu, Sayang?" panggil seorang pria tua berusia 65 tahun. Tubuh rentanya sudah tak sanggup lagi menapaki anak tangga yang berada dilantai dua. Akan tetapi ia khawatir akan kondisi puterinya yang beberapa hari ini tampak murung.
Ia berusaha menapaki anak tangga meskipun terkadang nafasnya tersengal. Ia sudah sakit-sakitan dan harus banyak memakan obat, sedangkan istrinya sudah terlebih dahulu meninggal dunia enam tahun yang lalu.
Ia tiba dilantai dua, dimana sebuah balkon yang menjadi tempat favorite bagi puterinya dalam menikmati kesendiriannya.
Usia puterinya sudah tidak muda lagi. Ia sudah berumur 35 tahun. Akan tetapi belum juga menemukan jodohnya. Kekayaan yang dimiliki orangtuanya, tak membuatnya dengan mudah mendapatkan tambatan hati, itu semua tak lain karena ia memiliki wajah yang sangat buruk rupa.
Selain itu, kulitnya mengalami gatal-gatal hingga berkudis, dan tentu saja ia terlihat sangat menjijikkan dimata orang lain.
Dahulunya ia adalah seorang gadis kecil yang sangat cantik, seiring bertambahnya usia, fisiknya mengalami perubahan drastis. Dimana perlahan penyakit aneh menyerangnya dan hingga orang-orang mengucilkannya serta tidak ada yang ingin berteman dengannya.
Tuan Wicaksono sudah berupaya mengobati penyakit aneh sang puteri. Segala perobatan medis dan non medis sudah dijalani, akan tetapi semuanya sia-sia, hingga akhirnya mereka berpasrah pada Sang Pencipta alam semesta.
Mentari pagi yang bersinar menerpa kulitnya, semakin membuat aroma anyir yang menguap diudara, dan luka kudis itu bagaikan terkelupas dengan mengeluarkan nanah yang sangat menjijikkan.
Hanya ayahnya yang tak pernah jijik untuk mendekatinya. Baginya puterinya adalah batu permata yang sangat berharga, meski orang kain menganggapnya batu sandungan.
Tatapan mata sang gadis tertuju pada seseorang diseberang rumahnya. Pria itu adalah kuli panggul diperkebunan kelapa sawit milik ayahnya. Pria terlihat begitu cekatan memasukkan janjangan kelapa sawit ke atas mobil dum truck yang mana nantinya akan dibawa kepabrik untuk dijual.
Diusianya yang sudah matang. Baru kali ini ia merasakan sangat begitu terpesona dengan sosok pria. Ya, pria itu sangat tampan, dengan kulit kecoklatan, rambut lurus dan hidung yang bangir, serta manik mata kecoklatan, disertai otot tubuhnya yang sangat kekar.
Sang gadis begitu sangat terpesona dengan ketampanan yang dimilki oleh sang pemuda. Akan tetapi ia tak memiliki keberanian untuk menyatakannya. Ia sadar akan siapa dirinya, yang merupakan sosok gadis dengan fisik menjijikkan.
"Yanti, kamu disini, Sayang," ucap Wicaksono dengan nafasnya yang masih tersengal. Ia berdiri sembari mengatur nafasnya terasa berat.
Sang gadis menoleh, lalu tersenyum simpul, dan kembali melihat sosok pria tampan yang terlihat bekerja keras untuk mendapatkan upah dari sang majikan, yang tak lain adalah ayah sang gadis.
Wicaksono memperhatikan reaksi sang gadis yang terkadang mengulas senyum sumringah tak kalah sedang memandang sosok pria diseberang sana.
Ia mengerti jika saat ini puteri satu-satunya sedang kasmaran, tetapi semua terhalang oleh keadaan yang sangat begitu menyakitkan.
Namun, bukan Wicaksono namanya jika tak mampu mewujudkan impian puterinya, semua akan ia lakukan demi membahagiakan buah hatinya tercinta.
"Kamu menyukainya?" tanya sang ayah dengan nada menggoda.
Dayanti terlihat tersenyum malu-malu dengan menundukkan kepalanya. Pertanyaan sang ayah membuatnya begitu sangat tersipu, dan tak sanggup untuk menjawabnya.
"Mahardika memang pemuda yang paling tampan didesa ini, dan ternyata seleramu sangat begitu bagus. Jika kamu menginginkannya, ayah akan mewujudkannya," janji pria tua itu dengan sangat yakin.
Seketika sang gadis menatap sang ayah. Bagaimana mungkin pria yang sangat menyayanginya itu dapat menebak apa yang ada didalam benaknya, bahkan berjanji untuk mewujudkan mimpinya yang tidak mungkin ia gapai, ia tau jika pria itu akan menolaknya, dan berharap sang ayah tidak perlu memikirkan perasaannya.
"Percayalah, sebelum ayah meninggal, ayah akan mewujudkan semua impianmu, dan apapun akan ayah lakukan demi melihatmu bahagia," janjinya, lalu mengusap lembut ujung kepala sang puteri tercintanya.
*****
Mahardika datang sangat pagi. Hari ini ia akan mengambil upah hasil kerjanya sebagai buruh kasar diperkebunan kelapa sawit hasil panen berlimpah dikebun juragan Wicaksono yang terkenal dengan baik hati, ramah dan juga tidak sombong.
Dayanti yang mengetahui pria itu datang kerumah, bergegas mengintai dibalik dijendela kamarnya dan merasakan deguban dijantungnya yang begitu sangat memburu
Pria itu memasuki ruangan khusus yang dijadikan kantor dirumah sang juragan. Otot lengannya begitu gempal, dan kulit kecoklatan yang terbakar sinar mentari, membuatnya semakin macho dimata sang gadis, sungguh pria itu adalah impiannya.
Pintu ruangan tertutup. Pria itu menghadap sang juragan, sembari membawa buku nota kecil berisi catatan hari kerjanya dan ia serahkan kepada sang pria tua.
Wicaksono memeriksa catatan tersebut, lalu memberikan upahnya pada sang pemuda.
Pria tampan itu meraih upahnya, dan berpamitan hendak pergi. "Tunggu, ada yang ingin ku bicarakan padamu," cegah sang pria tua.
"Ada apa, Juragan? Apakah ada pekerjaan tambahan?" tanyanya dengan penuh semangat.
"Duduklah dulu. Aku ingin menawarkan perjanjian padamu," ucapnya dengan begitu berwibawa.
Sang pemuda duduk kembali. Lalu merasakan rasa penasaran yang cukup kuat akan apa ingin dikatakan oleh sang juragan. Ia berfikir apakah ia memiliki sebuah kesalahan, sehingga harus dicegah oleh pria tua tersebut.
Wicaksono menarik nafasnya dengan berat, lalu menatap pada sang pemuda yang kini menunggu kalimat darinya.
"Maukah kau menikahi puteriku?" ucapnya dengan nada yang sangat berat. Akan tetapi terdengar seperti suatu pemaksaan.
Deeeegh....
Seketika jantung Mahardika seolah ingin lepas. Ia tak percaya dengan apa yang didengarnya. Ia bekerja selama ini karena ingin mewujudkan impiannya untuk mempersunting Ayu Sutini yang merupakan kembang desa dan kecantikannya juga terkenal hingga sekecamatan.
Akan tetapi, tiba-tiba ia mendapatkan tawaran untuk menikahi gadis buruk rupa dengan penyakit kulit yang sangat aneh dan menjijikkan.
Tentu saja hal ini akan membuatnya tidak setuju. Bagaimana mungkin ia melepaskan sang pujaan hatinya demi seorang gadis yang sangat begitu buruk.
"Tetapi aku akan menikah sebentar lagi, Juragan," tolaknya dengan halus.
Pria itu tahu jika Mahardika akan menolak puterinya, tetapi mewujudkan impian sang anak semata wayangnya adalah tugasnya. Ia juga ingin melihat puterinya menikah sebelum hari terakhirnya tiba.
"Aku akan menghadiahkan setengah perkebunan kelapa sawit untukmu, dan juga villa yang ada diujung desa," pria itu menawarkan sesuatu yang diluar perkiraannya.
Seketika Mahardika merasa ragu dan bimbang. Bayangan setengah perkebunan kelapa sawit yang ang mencapai puluhan hektar dan sebuah villa mewah diujung desa, membuatnya goyah. Bagaimana tidak, ia akan menjadi seorang jutawan dalam sekejap saja, dan tidak repot-repot bekerja, hanya bermodalkan sebuah pisang yang diinginkan oleh anak sang juragan, atau dengan istilahnya mokondo saja.
"Em, anu juragan, saya akan coba fikirkan itu, beri saya waktu," Mahardika tampak ragu akan keputusannya, menolak berarti membuang kesempatan menjadi orang kaya mendadak, dan menerima adalah musibah dengan memperistri wanita yang sangat mengerikan. Ia harus benar-benar memikirkannya dengan matang, karena tawaran yang diberikan oleh sang juragan tidak main-main, ia tidak boleh gegabah.
"Baiklah, aku hanya memberimu waktu satu hari saja, selebihnya aku tidak akan memintamu kembali," sang juragan menegaskan ucapannya.
Sesaat Mahardika terdiam. Ia menganggukkan kepalanya dan berpamitan pergi.
Saat akan keluar dari rumah sang juragan. Tanpa sengaja ia berpapasan dengan Dayanti yang hendak ke dalam ruangan. Sesaat ia melihat sang gadis tersenyum simpul dan merundukkan kepalanya dengan rasa malu-malu mau, lalu pergi dengan langkah yang begitu cepat.
Seketika Mahardika merasakan mual dan ingin muntah saat mengendus aroma anyir yang keluar dari luka kudis sang gadis yang bercampur nanah.
Ia bergegas keluar dan merasakan sesak dirongga dadanya. Ia menggelengkan kepalanya, dan membayangkan betapa mengerikannya jika hidup bersama gadis tersebut.