Raisa memiliki prinsip untuk tidak memiliki anak setelah menikah. Awalnya Edgar, suaminya menerima prinsip Raisa itu. Tapi setelah 6 tahun pernikahan, Edgar mendapatkan tekanan dari keluarganya mengenai keturunan. Edgar pun goyah dan hubungan mereka berakhir dengan perceraian.
Tanpa disadari Raisa, ternyata dia mengandung setelah diceraikan. Segalanya tak lagi sama dengan prinsipnya. Dia menjadi single mother dari dua gadis kembarnya. Dia selalu bersembunyi dari keluarga Gautama karena merasa keluarga itu telah membenci dirinya.
Sampai suatu ketika, mereka dipertemukan lagi tanpa sengaja. Di saat itu, Edgar sadar kalau dirinya telah menjadi seorang ayah ketika ia sedang merencanakan pernikahan dengan kekasihnya yang baru.
Akankah kehadiran dua gadis kecil itu mampu mempersatukan mereka kembali?
Follow Ig : @yoyotaa_
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Yoyota, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Part 10
Pamela membawa si kembar ke tempat bermain. Dia berusaha untuk mengalihkan pikiran si kembar dengan membuat si kembar jadi bersenang-senang dengan teman seumurannya di taman bermain.
Selagi si kembar bermain, Pamela mencoba menelpon Raisa untuk menanyakan tentang apa yang dilakukan oleh Raisa ke si kembar. Tapi, karena tidak diangkat, Pamela pun akhirnya menyerah. Dia pun tak ingin Raisa teringat terus dengan Edgar.
Apa jangan-jangan selama ini Raisa selalu tersiksa karena si kembar menanyakan papi mereka terus? Ya Tuhan, kenapa kamu selalu berjuang sendirian Ra? Padahal kalau kamu belum siap, tidak usah ceritakan dulu siapa papi mereka.
Pamela jadi terus kepikiran tentang keadaan mental Raisa. Bagaimana tidak? Setelah dulu melahirkan si kembar saja, Raisa mengalami keadaan baby blues hampir dua bulan lamanya. Melihat mereka menangis, Raisa langsung kepikiran, dan beranggapan dirinya adalah ibu yang buruk.
Di saat tengah memikirkan Raisa, ponsel Pamela berdering. Orang yang menelponnya adalah Raisa.
"Kenapa La? Apa si kembar merepotkan kamu?" tanya Raisa.
"Nggak kok," jawab Pamela.
"Terus kenapa kamu tadi telepon aku? Mau ngomong apa?" tanya Raisa lagi.
"Lupakan saja, aku tidak jadi bertanya."
"Ah, begitu, ya sudah kalau begitu. Aku titip mereka sampai malam ya. Di restoran ada acara pertemuan orang penting."
"Tenang aja, mereka akan aman bersamaku. Apa aku boleh ajak mereka menginap di hotel?"
"Ya boleh, terserah kamu aja."
Saat telepon sudah berakhir, Pamela pun mencari hotel bintang lima dan memesan satu kamar untuk mereka.
*
*
"Kalian sudah dengar kan kalau nanti akan ada pertemuan penting di restoran ini! Jadi saya harap, kalian bisa menyiapkan menu terbaik untuk tamu penting itu. Rani! Kamu bagian untuk membuat dessert. Raisa bagian kamu membuat main course."
"Siap Chef!" jawab Rani dan Raisa bersamaan.
Karena pengalaman yang Raisa miliki dari bekerja berbagai restoran sebelumnya. Tangannya sudah terlatih dan ia sudah tahu takaran-takaran bumbu tanpa harus diukur lebih dulu. Disana pun, Raisa selalu jadi koki yang paling diandalkan oleh Chef Juno. Karena rasa masakan Raisa lah yang selalu disukai oleh para pelanggan.
Ketika sudah menyelesaikan tugasnya, Raisa pergi ke ruang terbuka karena lelah terus menggerakkan tangannya dan menghirup asap dapur terlalu lama. Raisa tak sendiri disana, ada Rani dan satu koki laki-laki lainnya yang namanya Kendra.
"Cape banget ya Mba. Rasanya aku pengen cepet pulang terus rebahan di kasur."
"Kata kamu, walaupun cape tapi lumayan uang lemburnya," ujar Raisa mengingatkan kembali perkataan Rani.
"Iya sih Mba. Cuma kan nggak sesering ini juga. Rasanya kaya kerja rodi. Mana kita udah kerja dari jam 8 pagi. Terus ini udah udah jam 6 kita masih disini juga."
"Ngeluh mulu bisanya," ujar Kendra yang ikut bicara.
"Diam deh, kamu Ken!" Rani malah memarahi Kendra.
"Dasar!" ucap Kendra ke Rani. "Oh iya Mba, gimana sama si kembar kalau jam segini Mba belum pulang?" tanya Kendra ke Raisa.
"Aman kok, mereka udah sama aunty nya. Makanya aku nggak khawatir sekarang."
"Syukur deh! Coba telpon dong Mba," pinta Kendra ke Raisa.
"Bentar ya, aku coba dulu."
Raisa pun mencoba menelpon Pamela supaya bisa melakukan panggilan video.
"Hai," sapa Pamela yang sedang tengkurap di kasur dengan si kembar yang ada di sampingnya.
"Mami!" panggil si kembar ke Raisa.
"Hai sayang, gimana sama Aunty Lala, dia nggak ngajarin kalian yang aneh-aneh kan?"
"Dih! Bisa-bisanya kamu berprasangka buruk sama Aunty tercinta si kembar."
"Kan orang nggak ada yang tahu, La."
Pamela langsung mendengus sebal.
"Nggak Mami. Kami malah diberikan service terbaik di hotel ini. Lihat Mi, jari-jari Mia cantik kan? Tadi aku sama Aunty habis manicure, hihi. Terus kita dipijat-pijat juga."
"Loh, Kia nggak ikut?" tanya Raisa.
"Ikut, tapi cuma bentar Mi. Dia nggak mau, katanya rasanya aneh."
"Emang aneh Mia! Kalau bisa sendiri bersihin jari, kenapa harus sama orang lain? Terus juga aku nggak suka disentuh-sentuh sama orang lain."
"Tuh kan, Mi. Dia mah aneh, padahal udah enak-enak dibantuin orang lain malah nggak mau. Kasian kan uang yang dikeluarkan Aunty Lala kalau tidak digunakan. Iya kan, Aunty?"
"Bener banget!" jawab Pamela.
Raisa cuma bisa geleng-geleng kepala. Mia adalah anaknya, tapi kenapa sifat dan karakternya lebih cocok ke Pamela, sahabatnya sendiri. Apa karena memang mereka sudah dekat sekali sejak Mia kecil?
"Jangan merepotkan Aunty Lala ya sayang. Jangan terlalu banyak juga menghabiskan uang Aunty Lala. Nanti Mami susah bayarnya."
"Kata Aunty nggak usah dibayar Mi," jawab Mia yang mendapatkan bisikan dari Pamela.
"Mi, Mami, tadi aku nonton film superhero, seru banget." Kini giliran Kia yang bercerita.
"Hah! Nggak seru! Membosankan! Lebih seru nonton Barbie!" bantah Mia.
"Stop!" Pamela menghentikan keduanya yang sudah mulai berdebat.
"Sayang, ada yang lagi rindu sama kalian."
"Siapa Mi?" tanya si kembar yang antusias dengan memperlihatkan wajah mereka dekat sekali dengan layar ponsel milik Pamela.
Raisa berjalan dan memperlihatkan Kendra dan Rani yang sedang duduk di kursi.
"Halo twins! Apa kabar?" sapa Rani dengan senyum manisnya.
"Halo Tante Rani, aku baik sekali," jawab Mia dengan senyum cerahnya juga.
"Baik Tan," jawab Kia yang memang selalu irit bicara.
"Kapan nih kalian berkunjung ke restoran tempat Mami kalian bekerja? Tante suntuk banget, nggak ada hiburan."
"Main dong Tan," sahut Kia.
"Gimana bisa main, kalau hampir tiap hari lembur!" jawab Rani dengan wajah yang ditekuk.
"Poor Tante Rani!"
"Iya, malang banget ini, makanya kalian main kesini ya."
"Boleh Mi?" tanya Kia ke Raisa untuk meminta izin.
"Boleh sayang, besok sepulang sekolah, minta Aunty Lala untuk antar kalian, sekalian makan siang di tempat Mami kerja."
"Hore!" teriak Mia dan Kia yang antusias.
"Masih ingat sama Om, kan?" tanya Kendra.
"Inget banget Om! Om kan yang waktu itu jatuh di depan kita. Hihi, mana jatuhnya posisinya lucu banget, iya kan, Kia?"
Si kembar tiba-tiba jadi tertawa mengingat pertemuan pertama mereka dengan Kendra ketika turun hujan dulu.
Kendra yang mendengar itu malah kesal. Di antara banyaknya kenangan, kenapa harus yang memalukan yang si kembar ingat?
"Tapi tenang aja Om, Om tetap ganteng kok meskipun wajah om lucu banget saat itu, hihi."
Lagi-lagi Mia meninggikan Kendra lalu menjatuhkannya ke jurang yang paling dasar.
"Nggak boleh gitu sayang, minta maaf ke Om Kendra."
"Maaf Om, kami tidak bermaksud menertawakan Om. Tapi emang Om Kendra tuh lucu."
"Iya deh, iya," jawab Kendra.
"Awas loh, kalau besok kalian nggak datang. Nanti Om nggak kasih permen lolipop."
"Wah, Mia mau Om!"
"Kia juga!"
Setelah puas mengobrol, sambungan panggilan video pun selesai.
"Harusnya kamu tidak usah janji begitu, Ken. Kamu tahu kan, kalau kamu tidak bisa menepati janji, si kembar pasti akan kecewa dan marah."
"Nggak papa, Mba. Aku juga tidak akan ingkar janji."
"Ya udah terserah deh."
Tiba-tiba Raisa dipanggil oleh managernya. Membuat Raisa jadi bingung, dan sedikit gelisah. Apa dia membaut kesalahan? Apa jangan-jangan makanan yang dibuatnya tidak disukai oleh tamu penting itu? Apa? Apa? Raisa terus bertanya-tanya sambil berjalan dengan penuh kegelisahan.
*
*
TBC