Indah, seorang gadis dari kampung yang merantau ke kota demi bisa merubah perekonomian keluarganya.
Dikota, Indah bertemu dengan seorang pemuda tampan. Keduanya saling jatuh cinta, dan mereka pun berpacaran.
Hubungan yang semula sehat, berubah petaka, saat bisikan setan datang menggoda. Keduanya melakukan sesuatu yang seharusnya hanya boleh di lakukan oleh pasangan halal.
Naasnya, ketika apa yang mereka lakukan membuahkan benih yang tumbuh subur, sang kekasih hati justru ingkar dari tanggung-jawab.
Apa alasan pemuda tersebut?
Lalu bagaimana kehidupan Indah selanjutnya?
Akankah pelangi datang memberi warna dalam kehidupan indah yang kini gelap?
Ikuti kisahnya dalam
Ditolak Camer, Dinikahi MAJIKAN
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mama Mia, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
16. Drama tuan handoko
Jerry masih mondar-mandir di depan kamar papanya, hingga...
Ceklek...
Pintu kamar itu pun terbuka, menampilkan sosok Dokter Soni yang sedang tertunduk lemas.
"Bagaimana keadaan Papa, Om?!" kejar Jerry. Tak dipungkiri, dia benar-benar cemas akan kondisi papanya saat ini.
Dokter Soni menggeleng lemah. "Papamu tidak baik-baik saja. Dia terkena serangan jantung ringan. Untung fisik Papamu kuat; jika tidak, entah apa yang akan terjadi padanya!" ucap Dokter Soni memberikan keterangan palsu sesuai keinginan Tuan Handoko.
Keduanya lalu berjalan menjauh dari kamar Tuan Handoko, karena Dokter Soni harus segera kembali karena dia juga masih ada pasien lain.
"Tetapi, meskipun fisik Papamu kuat, usianya tak bisa dibohongi. Dan hal seperti tadi bisa saja terjadi lagi. Sekarang dia masih tidur. Om memberikannya obat penenang agar dia bisa istirahat. Dan Om minta, jangan buat dia berpikir terlalu berat, jangan berikan berita buruk atau apa pun, dan juga biarkan dia merasa tenang. Karena jika tidak, mungkin akan fatal akibatnya!" lanjut Dokter Soni. Dalam hatinya, dia tak setuju dengan siasat saudaranya, tetapi dia tidak punya pilihan lain.
"Baik, Om..." Jerry menjawabnya dengan lemas; kepalanya tertunduk dan bahu pun melorot. Jerry melangkah-langkah, lalu duduk di sofa yang ada di sana. Tidak tahu harus berbuat apa. Tidak pernah menyangka juga jika perdebatannya dengan papanya akan berakibat seperti ini.
"Dan satu lagi," Dokter Soni yang semula hendak pergi berbalik arah. "Entah ada apa dengan Papamu, tetapi Om merasa ada beban berat yang jadi pikirannya. Bicarakanlah dengan Papamu dari hati ke hati. Mudah-mudahan Papamu segera membaik!"
Lagi-lagi Jerry hanya bisa mengangguk. Dokter Soni menatapnya sekilas; dalam hati dia merasa kasihan dengan keponakannya itu, tetapi dia juga tak bisa berbuat apa-apa.
"Baiklah, kalau begitu Om pergi dulu!" ucap Dokter Soni. Jerry kembali berdiri dari duduknya untuk mengantarkan Dokter Soni ke depan, tetapi...
"Sudah, tidak usah mengantar Om. Om bisa sendiri. Lebih baik kau lihat saja Papamu!"
"Papa yang licik itu!" lanjutnya dalam hati. "Om pergi! Menemui pasien yang sesungguhnya, bukan pasien pura-pura!" Lagi-lagi hanya bisa melanjutkan ucapannya dalam hati.
"Semoga saja ini akan tetap menjadi sebatas sandiwaramu dan tak akan benar-benar terjadi padamu kelak di kemudian hari. Karena terkadang, kata-kata bisa berubah jadi doa!" Dokter Soni menggeleng-gelengkan kepalanya berkali-kali atas apa yang muncul dalam pemikirannya.
"Astaghfirullahaladzim..." ucapnya lalu meraup wajahnya.
"Pa... Bangun, Pa... Maafkan Jerry. Jerry tidak bermaksud membantah ucapan Papa, tetapi Jerry juga punya keinginan sendiri!" ucap Jerry sambil menggenggam jemari tangan papanya. Sudah satu jam lebih tertidur, dan papanya belum bangun.
Jerry tersentak ketika jemari dalam genggamannya perlahan bergerak.
"Pa... Papa sudah bangun...?" Jerry berdiri dari duduknya dan tangan kirinya mengusap kepala ayahnya, lalu membungkuk dan mencium kening papanya. Air matanya menetes; ada rasa bahagia Papanya telah bangun kembali.
"Jerry..." panggil Tuan Handoko lirih. "Jerry... Jangan pergi... Kembali, Jerry..."
Jerry menangis tergugu mendengar ucapan papanya. "Jerry di sini, Pa..." Jerry meraih tangan papanya dan meletakkannya di pipinya. Tuan Handoko mendongak.
"Jerry... Kamu sudah kembali...?" Tuan Handoko kembali berucap dengan suaranya yang lemah.
Wah... Wah... Piala Oscar pantas diberikan padanya.
"Jerry tidak pergi, Pa..., Jerry ada di sini bersama Papa!" ucap Jerry.
"Jerry, maafkan Papa. Setelah ini, Papa tidak akan bisa memberikan apa pun lagi padamu..." ucap Tuan Handoko dengan berlinang air mata.
"Apa maksud Papa...?"
"Papa akan jujur padamu, Jerry. Kenapa Papa ngotot menjodohkanmu dengan Nona Mia. Itu sebenarnya karena perusahaan kita sudah berada di ambang kehancuran!" Akhirnya, Tuan Handoko memilih berkata apa adanya, berharap dengan begitu Jerry tak lagi membantah keinginannya tentang rencana perjodohan itu.
"Apa...!!" Jerry tersentak kaget mendengar fakta itu.
"Maafkan Papa telah menyembunyikan masalah ini darimu, tetapi itulah yang sebenarnya terjadi, Jerry. Tuan Hartawan bersedia membantu perusahaan kita, dengan syarat kamu bersedia menerima perjodohan ini. Papa mohon, Jerry. Selama ini Papa tak pernah minta apa pun padamu. Ini mungkin permintaan terakhir Papa. Tolong selamatkan perusahaan kita!" Tuan Handoko berucap sendu.
"Apa tidak ada jalan lain, Pa?, Kenapa harus dengan perjodohan? Kenapa tidak dengan dihitung hutang saja, dan kita bisa mengembalikannya setelah perusahaan membaik?!" Jerry masih gusar dengan permintaan papanya.
"Tidak bisa, Jerry. Tuan Hartawan menolak ide itu. Satu-satunya syarat adalah kau menerima Nona Mia. Jika tidak, berarti kita harus siap menjadi gelandangan!"
Jerry terduduk mendengar itu; hatinya benar-benar kalut. Di satu sisi, dia ingin tetap mencari Indah, tetapi di sisi lain dia tak ingin perusahaan warisan turun-temurun itu hancur begitu saja.
"Tolonglah, Papa, Jerry..." pinta Tuan Handoko lagi.
"Tetapi, Jerry tidak menyukai Nona arogan dan manja itu, Pa!" Jerry masih berusaha untuk menolak.
"Kau hanya harus menikahinya, Jerry, tidak perlu mencintainya!"
"Lalu, pernikahan seperti apa, keluarga seperti apa yang akan Jerry miliki ke depannya?!" Jerry benar-benar tidak habis pikir dengan jalan pemikiran ayahnya.
"Jika begitu, berusahalah membuka hatimu untuknya. Nona Mia gadis yang cantik dan terpelajar, juga dari kalangan bangsawan; tidak akan sulit untuk jatuh cinta padanya!" tekan Tuan Handoko lagi.
"Akan Jerry pikirkan lagi, Pa!" ucap Jerry hendak beranjak; dia harus keluar dari ruangan itu. Terus berbicara dengan papanya membuat kepalanya terasa mau pecah.
"Ughh... Sssttt..." Akan tetapi, lagi-lagi, baru saja dia hendak membuka pintu, terdengar di telinganya Tuan Handoko, sang Papa, mendesis kesakitan. Jerry menoleh dan mendapati papanya sedang meringis kesakitan sambil memegangi dadanya.
"Papa..." Jerry berteriak dan berlari kembali ke tempat papanya berbaring. Dilihatnya kedua mata Papanya terpejam rapat; ada wajah penuh derita di sana.
"Pa... Tenang dulu, Pa..." Jerry meraih tangan papanya dan digenggamnya.
"Oke, Pa... Baik... Jerry akan menikah dengan Nona Mia!!" Akhirnya, Jerry tidak punya pilihan lain selain menuruti perkataan Papanya.
Jerry menatap sendu ke arah papanya. Mata Tuan Handoko masih terpejam, walau napasnya sudah teratur.
Tidak tahu saja Jerry, jika sekarang ini Tuan Handoko sedang tertawa penuh kemenangan. Jika saja tidak ada anaknya di sana, mungkin Tuan Handoko sudah melompat-lompat jingkrak-jingkrak.
Tinggal selangkah lagi,
Akhirnya impiannya berbesan dengan pengusaha ternama akan menjadi kenyataan. Tuan Hartawan tidak punya anak laki-laki. Jika Jerry menikah dengan Mia, otomatis Jerry yang akan memegang, walau pada awalnya masih atas nama Mia. Dan setelah itu, dia akan membuat Mia menyerahkan seluruh kekuasaan perusahaannya pada Jerry, putranya. Lalu, jika perusahaan itu sudah menjadi atas nama Jerry, apa yang susah jika hanya membalikkannya menjadi atas namanya? Rencana yang bagus, bukan???
keselek biji kedondong gak tuh/Smug//Smug/
In Syaa Allaah segala urusannya di lancarkan Moms.. sehat wal'afiat terus ttp semangat.. Love you bbyk² buat Momsay sekeluarga.. 😘😘😘💪🏻💪🏻💪🏻🥰🥰🥰