Arunika seorang novelis khusus romansa terpaksa meninggalkan lelaki yang sudah 7 tahun menjalin cinta dengannya. Robin telah tega berselingkuh dengan temannya semasa kuliah, hal tersebut diketahuinya saat datang ke acara reuni kampus.
Merasa dikhianati, Arunikapun meninggalkan tempat reuni dalam keadaan sakit hati. Sepanjang jalan dia tak henti meratapi nasibnya, dia adalah novelis spesialis percintaan, sudah puluhan novel romantis yang ia tulis, dan semuanya best seller. Sementara itu, kehidupan percintaannya sendiri hancur, berbanding terbalik dengan karya yang ia tulis.
Malam kelabu yang ia jalani menuntunnya ke sebuah taman kota, tak sengaja dia berjumpa dengan remaja tampan yang masih mengenakan seragam sekolah di sana. Perjumpaannya yang tak sengaja, menimbulkan percikan cinta bagi Sandykala, remaja tampan berusia 18 tahun yang sedang mencari kesembuhan atas trauma percintaan masa lalunya. Akankah romansa akan terjalin antara keduanya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Asih Nurfitriani, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
PERMINTAAN TAK MASUK AKAL
Sepanjang jalan Viola hanya menangis terisak di dalam mobil. Hadiah ulang tahun yang telah disiapkan Hendra seolah percuma, sang adik enggan menerimanya, apalagi setelah tahu bahwa Hendra meminta bantuan Aruni untuk memilihkannya.
"Viola, sudah dong nangisnya!" ucap Hendra khawatir. Pandangannya bolak balik menatap ke arah jalan dan adiknya.
"Kenapa juga harus rekan kerja kakak yang dia suka?" tanyanya lemas. Dia mengambil tisu dalam tasnya dan menyeka air mata yang mengalir di sudut matanya.
"Kakak juga baru beberapa bulan kerja di kantor tersebut, dan hubungan dengan Bu Aruni sebatas rekan kerja saja di sana. Jadi masalah pribadi seperti itu bukan urusan kakak.." jawab Hendra. Tangannya mengelus lembut kepala adiknya.
"Kakak tahu kan,lelaki yang sering aku ceritakan itu adalah Sandy, aku tidak mau dengan yang lain. Aku maunya dia jadi pacarku..!" Ucap Viola manja.
"Kita tidak bisa memaksa perasaan orang lain untuk menyukai kita, jangan seperti itu..!" nasehat Hendra.
"Ulang tahunku tahun ini aku tidak mau apa-apa, aku hanya mau.Sandy menjadi kekasihku, itu kado yang aku mau!" ucap Viola penuh emosi.
"Viola, bukannya kamu sudah tahu barusan, jika Sandy sudah punya hubungan dengan Aruni, rekan kerja kakak di kantor, bagaimana bisa kamu..." ucapan Hendra terhenti.
Viola mencengkeram tangan Hendra, hingga dia menghentikan mobilnya tiba-tiba.
"Kakak kan bisa merebut Kak Aruni dari Sandy, lakukan itu demi aku Kak..!" pintanya penuh Harap. Air matanya tumpah lagi.
Hendra menarik nafas panjang. Dia tahu watak adiknya seperti apa. Terbiasa mendapatkan apapun yang dia inginkan, membuatnya menjadi anak manja. Namun dia juga merasa tidak enak jika harus terlibat dalam urusan asmara orang lain. Selama ini memang dia diam-diam mengamati Aruni. Bohong jika sebagai pria dewasa dia tidak tertarik dengannya. Aruni memang mendekati tipe idealnya, namun Hendra hanya bisa menyukainya secara sepihak. Apalagi setelah tahu bahwa Aruni sudah berpacaran dengan orang lain. Meskipun orang lain itu adalah anak belasan tahun, teman sekolah adiknya.
"Viola, jangan meminta yang seperti itu. Kakak jadi terbebani.." kata Hendra. Pikirannya kian kalut, adiknya terisak semakin keras.
"Apa susahnya buat kakak? Kakak juga tampan, coba saja dekati Kak Aruni. Aku yakin dia pasti berpaling, kenapa harus dengan yang lebih muda. Apa aku kurang cantik kak?" tanyanya lagi.
"Viola kamu tetap yang paling cantik. Hanya saja perasaan suka tidak bisa dipaksa.."Jawab Hendra bijak.
"Apa kakak tidak suka dengan Kak Aruni?" tanya Viola tiba-tiba.
"Apa maksudmu? bukannya tidak suka..!"
"Kalau begitu kakak menyukainya kan? Kenapa tidak mengatakannya?" tanya Viola lagi.
"Kita cukupkan sampai di sini, kakak capek dan ingin segera istirahat sampai rumah!" kata Hendra tegas. Dia pun menyalakan kembali mobilnya, dan melanjutkan perjalanan menuju ke rumah.
"Aku benci kakak!" teriak Viola sembari mencubit tangan kakaknya.
Hendra hanya geleng-geleng kepala melihat tingkah adik bungsunya.
*****
Semetara itu,
"Gimana motor kamu? Ditinggal di sekolah?" tanya Kevin.
"Biasanya juga seperti itu. Aku mau pulang dengan pacarku!" jawabnya singkat. Sejak tadi matanya tak henti memandang ke arahku.
"Lihatlah bajingan ini, sampai kapan kamu melihatnya terus?" omel Steve, dia merasa aneh dengan perubahan sikap Sandy.
"Aku salah menilaimu, aku kira kamu tipe yang jual mahal, ternyata bucin juga..!" imbuh Rendy.
"Kalian akan merasakan apa yang aku rasakan saat bertemu dengan wanita yang tepat..!" balas Sandy.
"Kalian ini sudah berdebatnya. Aku akan mengantar Sandy pulang, kalian duluan saja ya!" ucapku, aku harus mengakhiri hari ini. Pikiranku sedikit lelah, bukan! Lelah sekali.
"Baiklah Kak, tolong antarkan si bucin ini ke rumahnya, karena besok kami harus masuk sekolah..!" kata Steve. Kevin dan Rendy pun tertawa mendengar ucapannya.
"Siapa si Bucin? Sialan kalian!" maki Sandy, aku yang melihat tingkahnya seolah tak percaya bahwa dia adalah pacarku.
"Oke, kita pulang anak kecil, besok kamu harus sekolah!" ajakku. Mendengar aku memanggilnya anak kecil sontak saja Rendy, Kevin dan Steve tertawa terpingkal-pingkal.
"Sayaangg..kenapa anak kecil!" protes Sandy. Aku menggandengnya keluar, dan mereka bertiga semakin bahagia melihat Sandy emosi.
"Dadah anak kecil, besok ketemu di sekolah ya..hahahaa!" ucap Kevin diikuti tawa keras Steve dan Rendy.
"Sialan kalian bertiga!!" maki Sandy.
...*****...
"Ayo turun, sudah sampai depan rumah kamu..!" pintaku kepada Sandy. Selama perjalanan tak henti-hentinya dia mengomel.
"Iya, aku tahu kalau sudah sampai rumah!" jawabnya datar.
"Kenapa sih? Masih marah karena aku panggil anak kecil di depan teman-teman kamu?" tanyaku penasaran.
"Aku kan bukan anak kecil, aku pria jantan!" jawabnya. Aku gemas dibuatnya. Akupun melepas seatbeltku dan mengarahkan wajahnya ke arahku.
"Iya, kamu bukan anak kecil, kamu pria jantan, aku sudah membuktikannya! Oke..Cup!" kataku lalu akupun memberikan kecupan manis ke bibirnya yang tipis.
Dan tanpa basa-basi, Sandy pun membalas kecupanku dengan ciuman hangat. Bibir kami terpaut erat, sesekali lidahnya menggelitik rongga mulutku. Nafas yang tadinya pelan mendadak kian terpacu.
"Sann..Sandy!" ujarku perlahan. Dan itu membuat dia menghentikan aksinya.
"Kenapa?" tanyanya sedikit kecewa.
"Baiklah, kita lanjut besok ya! Kamu harus masuk dan istirahat, aku juga lelah..!" jawabku, aku mengelus pipinya dengan lembut.
"Janji ya kita lanjutkan besok.." katanya, lagi-lagi aku dibuat gila dengan sikapnya.
"Hahaha, iya sayang, sana masuk!" jawabku asal, kalau tidak aku iyakan, dia pasti enggan turun dari mobil.
"Baiklah, sampai jumpa besok, cup!" katanya sambil mengecup mesra bibirku.
"Bye Sayang!" pamitku. Aku melihatnya masuk ke dalam rumah. Sepanjang perjalanan hatiku senang, namun pesan masuk di ponselku membuyarkan semuanya.
Hah, kenapa juga dunia ini begitu sempit, batinku. Aku pun fokus melanjutkan perjalananku ke apartemen, sepertinya mandi air dingin bisa membuat kepalaku terasa segar. Aku ingin mengabari Jihan tentang kejadian hari ini yang membuatku seperti naik roller coaster.
...*****...
"Apa katamu? Kamu bertemu dengan teman-teman sekolah Sandykala, dan ternyata salah satu dari mereka adalah adiknya Pak Hendra?" tanya Jihan saat aku menceritakan kejadian sore tadi.
"Aku juga kaget Ji. Sore tadi Pak Hendra minta tolong untuk ditemani belanja, dia mau memberi kado ulang tahun untuk adiknya.."
"Jadi itu yang kamu lakukan sepulang kerja sore ini? Pergi belanja dengan Hendra Wijaya?" tanya Jihan penuh penekanan.
"Aku hanya sebatas membantu memilihkan Ji, itu saja!" jawabku singkat. Aku yakin Jihan akan mengorek lebih jauh.
"Lalu apa kamu janjian dengan Sandy di waktu yang sama? Kenapa kalian bisa bertemu?"
"Aku memang berencana untuk menonton film dengannya setelah selesai menemani Pak Hendra Ji. Aku juga tidak tahu kalau Sandy pergi dengan teman-temannya yang lain.." Jelasku, yang membuat aku kepikiran adalah sekarang bertambah orang yang mengetahui hubunganku dengan Sandykala.
"Dan adik Pak Hendra ternyata menyukai Sandykala?"
"Iya Ji, dia bahkan menuduh Sandy memintaku pura-pura jadi pacarnya. Padahal sudah berulang kali Sandy menolaknya.."
Jihan terdiam sejenak, sepertinya dia berusaha mencerna ceritaku.
"Ji, kamu masih di sana?" tanyaku, Jihan terdiam lumayan lama.
"Iyah, kepalaku turut pusing memikirkan alur cintamu.." jawab Jihan sedikit lemas.
"Aku bingung besok harus bagaimana kalau bertemu dengan Pak Hendra. Apalagi aku ikut terseret dalam kisah cinta adiknya yang berulang kali ditolak cintanya oleh pria yang dia suka. Sementara pria itu adalah Sandykala, pacarku Ji.." sepertinya kekhawatiranku sedikit berlebih, tapi aku harap Jihan bisa memberikan masukan yang membuatku sedikit lega.
"Ahh..lupakan saja kekhawatiranmu, anggap saja itu angin lalu. Bersikaplah seperti biasa, ini kan masalah pribadimu, Hendra Wijaya tidak perlu ikut campur, sekalipun adiknya ternyata menyukai pria yang sekarang menjadi kekasihmu.." ucap Jihan, Jihan memang sahabat yang bisa aku andalkan.
"Terima kasih Ji, aku sedikit lega karena sudah menceritakan kepadamu.."
"Jangan lupa traktir aku besok ya, masalah percintaanmu membuatku lapar lagi!" kata Jihan sambil tertawa.
"Apapun yang kamu mau, akan aku belikan Ji .."
"Baiklah, aku pegang omonganmu, aku tutup dulu ya, Adit sedari tadi menelponku. Kamu tahu kan, dia pacar keduaku, dan kamu pacar pertamaku...hahaha" Ucapnya mengakhiri pembicaraan kami.
Aku lega, setidaknya perasaan tidak nyaman karena Hendra Wijaya sudah hilang. Aku akan bersikap biasa saja, seperti tidak ada apa-apa. Sejak awal dia bekerja, kami hanya bicara seputar pekerjaan, tidak lebih. Bahkan tadi adalah pesan pertama yang dia kirimkan. Lamunanku terhenti karena ada pesan masuk.