Ganti judul: Bunda Rein-Menikah dengan Ayah sahabat ku
"Rein, pliss jadi bunda gue ya!!" Rengek Ami pada Rein sang sahabat.
"Gue nggak mau!" jawab Rein.
"Ayolah Rein, lo tega banget sama gue!"
"Bodo amat. Pokok nya, gue nggak mau!!" tukas Rein, lalu pergi meninggalkan Ami yang mencebik kesal.
"Pokoknya Lo harus jadi bunda gue, dan jadi istri daddy gue. Titik nggak pake koma!" ujarnya lalu menyusul Rein.
Ayo bacaa dan dukung karya iniii....
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mey(◕દ◕), isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Mulai berani?
“Sudah tidur rupanya,” gumamnya pelan, bibirnya menyunggingkan senyum kecil.
Masih bertelanjang dada, Davin mematikan televisi lalu mengangkat tubuh Rein dengan hati-hati. Ia membawanya ke kamar miliknya sendiri. Dengan lembut, ia meletakkan Rein di atas ranjang king size, lalu menyelimutinya.
Tanpa banyak suara, Davin masuk ke kamar mandi. Sudah sejak tadi ia menahan sesuatu.
“Ah... Re–Rein…” desah Davin tanpa sadar, saat mencapai puncak pelepasannya. Ia menutup mata, seakan menikmati sekaligus mengutuk pikirannya sendiri.
“Huft… Astaga. Kenapa malah menyebut namanya? Dia sahabat Ami!” gumamnya, mencoba menepis rasa bersalah. Ia mencuci wajahnya, lalu menyeka keringat di dahinya.
Keluar dari kamar mandi, Davin menghampiri ranjang. Ia duduk di sisi ranjang, memandang Rein yang masih tertidur dengan damai.
“Kenapa kamu bisa terlihat menggemaskan begini…” gumamnya pelan sambil membelai pipi Rein. Saat ia hendak beranjak, tangan Rein terjatuh tepat di atas perutnya.
“Dia kira aku guling?” bisik Davin, tertawa kecil.
Pelan-pelan, Rein bergeser dan tanpa sadar memeluk tubuh Davin erat.
Dan malam itu, Davin menghabiskan waktu tidurnya hanya untuk menatap wajah Rein yang tidur di sampingnya.
***********
06:40 Pagi
Tok tok tok.
“Rein, lo di dalam?” tanya Ami sambil mengetuk pintu kamar mandi.
Tak ada sahutan. Ia mendorong pintu perlahan—tidak dikunci.
“Lah, kemana nih anak? Pagi-pagi gini udah hilang aja,” gerutunya.
Ami langsung menuju dapur, berpikir sahabatnya itu mungkin sedang memasak seperti biasanya.
Namun dapur kosong.
“Jangan-jangan udah pulang? Tapi masa nggak pamit sih!” kesalnya.
Ami berjalan ke arah ruang makan dan disapa oleh seorang wanita paruh baya.
“Non Ami, mau makan sekarang?”
“Eh, bibi. Mau tanya, tadi waktu bibi datang, lihat teman Ami nggak?”
“Enggak, Non. Emang temannya nginap di sini?”
“Iya, tapi sekarang nggak ada. Ya sudah, Ami cek kamar Daddy dulu, siapa tahu dia di sana.”
Dengan hati-hati, Ami membuka pintu kamar ayahnya yang tak dikunci.
“Morning, Da—” ucapannya terhenti.
Mata Ami mengerjap beberapa kali. Tak lama, sudut bibirnya terangkat. “Apa gue bakal punya adik dalam waktu dekat?”
Ia mengeluarkan ponsel dan bersiap memotret.
Cekrek
“UPS!”
Blitz kamera menyala. Ami kaget dan hendak kabur, namun—
“Hoam... Lo ngapain?” suara serak Rein terdengar, menguap pelan. Ia belum sadar berada di kamar siapa.
“Pasti belum sadar… 3... 2... 1...” Ami menghitung mundur.
“Aaaaaakkk!!”
Bruk
“Om! Ngapain di kamar gue?!” teriak Rein panik, menggenggam selimut erat-erat saat melihat Davin yang masih bertelanjang dada.
Ami menyeringai melihat Davin yang jatuh dari tempat tidur karena tendangan Rein.
“Sakit, astaga!” gerutu Davin sambil mengelus pinggangnya.
“Om yang ngapain tidur di sini?!”
“Ini kamar saya, Rein!” balas Davin kesal.
Rein langsung melihat sekeliling dan menyadari situasi sebenarnya. “A-aku kenapa bisa di sini?!”
Ami melambaikan tangan sambil mundur. “Gue nggak ikutan!”
Ia kabur meninggalkan ayahnya yang masih kesakitan.
“Woi, tungguin gue!” Rein bangkit, hendak menyusul, tapi Davin menarik pergelangan tangannya.
“Mau ke mana? Pinggang saya sakit, kamu harus tanggung jawab!”
“Hehe... maaf om, tadi refleks,” Rein tertawa kikuk.
“Nggak bisa! Kamu harus rawat saya sampai sembuh.”
“Hah?! Mana ada begitu. Lagi pula om cuma jatuh sebentar!”
“Saya tetap sakit, dan kamu penyebabnya,” jawab Davin sambil cengar-cengir puas.
“Duh, faktor U tuh. Baru jatuh dikit langsung minta dirawat.”
Brak!
Rein meninggalkan ruangan dengan wajah merah padam. Davin hanya tertawa.
“Galak banget, kayak singa betina,” gumamnya.
**************
Beberapa Saat Kemudian
“Gue emang pengen lo jadi bunda gue, Rein. Tapi jangan buatin gue adik dulu, nikah dulu kek,” ujar Ami saat mereka menuruni tangga.
“Diem lo!” Rein mencubit pinggang Ami. “Kok bisa sih gue bisa nyasar ke kamar bokap lo?!”
Ami mengangkat bahu. “Ya siapa tahu bokap gue yang bawa.”
“Hah?”
“Udahlah, yang penting lo nggak diapain, kan?”
“Gue cubit lo, Mi!”
*****************
“Morning,” sapa Davin begitu melihat mereka tiba di ruang makan.
Cup
“Morning, Dad,” jawab Ami saat Davin mengecup keningnya.
“Kamu mau dicium juga?” goda Davin pada Rein.
“Nggak, om. Terima kasih,” jawab Rein cepat sambil duduk—lagi-lagi karena dipaksa Ami.
“Daddy, kenapa nggak makan?” tanya Ami heran.
“Pinggang saya sakit, ambilin nasi ya,” jawab Davin enteng.
Rein melirik tajam. “Kan yang sakit pinggang, bukan tangan!”
“Udah, ambilin aja,” dorong Ami.
Dengan enggan, Rein menyendok nasi dan meletakkannya di piring Davin.
“Gue juga dong, perkedel dua!” pinta Ami.
Rein mengambil perkedel dan menyerahkannya. Ami dan Davin saling tersenyum lebar.
“Cocok banget jadi bunda gue. Iya kan, Dad?”
Davin mengangguk mantap. Rein langsung batuk.
“Uhuk uhuk!”
“Pelan-pelan,” Davin menepuk punggung Rein sambil menyodorkan air.
“Mimpi apa gue semalem...” gumam Ami bahagia.
***************
“Aku selesai. Rein, nanti tolong temenin Daddy ya, gue duluan. Byee~”
“Eh! Nggak bisa gitu dong!” seru Rein.
“Mau ke mana? Saya antar,” ujar Davin, menahan Rein yang hendak beranjak.
“Ini semua salah om! Saya jadi ditinggal!” keluh Rein kesal.
Davin tertawa. “Kenapa kamu lucu banget sih?”
Cup!
Davin mencium bibir Rein sekilas lalu cepat-cepat berdiri. “Saya tunggu di mobil.”
Rein membeku. Beberapa detik kemudian...
“OM DAVINNN!!!”
Davin hanya meringis di luar mendengar teriakan keras yang membahana dari ruang makan.
bukanx tdi kata dokterx anak ke 1& 2 laki2, baru yg nomor 3 nya cewek.
lah terus knp ketika menyusui si Rein bilangx anak yg nomor 3 cowok .??!!??
Sungguh mantap 🌹🌹🌹🌹🌹
Terus berkarya dan sehat selalu ✌️