Enzio Alexander Pratama, pria 28 tahun dengan kekayaan dan status yang membuat iri banyak orang, ternyata menyimpan rahasia kelam—ia impoten.
Sebuah kecelakaan tragis di masa lalu merampas kehidupan normalnya, dan kini, tuntutan kedua orangtuanya untuk segera menikah membuat lelaki itu semakin tertekan.
Di tengah kebencian Enzio terhadap gadis-gadis miskin yang dianggapnya kampungan, muncul lah sosok Anna seorang anak pelayan yang berpenampilan dekil, ceroboh, dan jauh dari kata elegan.
Namun, kehadirannya yang tak terduga berhasil menggoyahkan tembok dingin yang dibangun Enzio apalagi setelah tahu kalau Anna adalah bagian dari masa lalunya dulu.
Bahkan, Anna adalah satu-satunya yang mampu membangkitkan gairah yang lama hilang dalam dirinya.
Apakah ini hanya kebetulan, atau takdir tengah memainkan perannya? Ketika ego, harga diri, dan cinta bertabrakan, mampukah Enzio menerima kenyataan bahwa cinta sejati sering kali datang dari tempat yang tak terduga?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Senja, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab. DuaPuluhSatu
Waktu sudah menunjukkan pukul sebelas malam, namun suasana di ruang keluarga kediaman keluarga Enzio justru semakin panas.
Adrian duduk di kursi utama dengan ekspresi tegang, sementara Kania di sampingnya tampak lebih tenang meski ada sedikit kekhawatiran di wajahnya.
Di hadapan mereka, Enzio berdiri dengan sikap santai—terlalu santai untuk seseorang yang baru saja ketahuan berada di dalam kamar seorang gadis di malam hari.
Sementara itu, Anna berdiri di sampingnya, tubuhnya menegang, wajahnya menunduk dengan air mata yang hampir jatuh.
Anna merasa seperti terdakwa dalam persidangan ini. Padahal… dia tidak melakukan kesalahan apa pun. Namun, tetap saja, kejadian tadi cukup untuk membuat Adrian murka.
“Jelaskan, Enzio!” seru Adrian. “Lusa kamu akan bertunangan dengan Viona, tapi kamu malah ketahuan berduaan dengan Anna di dalam kamar? Apa kamu sudah kehilangan akal sehatmu?!”
Enzio tidak menjawab. Matanya tetap menatap ke depan, tanpa ekspresi, seolah apa yang terjadi barusan bukanlah masalah besar baginya. Hal itu justru semakin membuat Adrian frustrasi.
“Lihat Papa dan jawab!” bentaknya lagi.
Masih tidak ada reaksi. Enzio hanya berdiri dengan rahang mengeras, sorot matanya dingin seperti biasanya.
Di sisi lain, Anna menggigit bibirnya, menahan diri agar air matanya tidak jatuh. Dia tahu jika dia tidak segera menjelaskan, maka semuanya akan semakin rumit.
“Tuan… Nyonya…” Anna akhirnya membuka suara. “Saya minta maaf… ini semua salah saya.”
Adrian menatapnya tajam. “Kalau begitu jelaskan, Anna.”
Anna mengangguk cepat, berusaha menenangkan dirinya.
“Saya tidak tahu kenapa Enzio masuk ke kamar saya malam ini. Saat saya sadar, dia sudah ada di sana. Saya berusaha mengusirnya, tapi dia tidak mau pergi,” ujarnya jujur, meski dalam hati ia tahu bahwa ucapannya akan semakin memperburuk keadaan.
“Enzio tidak melakukan apa-apa. Saya bersumpah,” lanjutnya, kali ini suaranya terdengar lebih memohon. Padahal, mereka hampir saja melewati batas jika Kania tidak segera masuk. “Tolong jangan salahkan dia, semua ini murni kesalahan saya karena tidak segera melaporkannya!”
Air mata akhirnya jatuh dari sudut matanya. Dia tidak tahu harus bagaimana lagi untuk menjelaskan bahwa ini semua hanyalah kesalahpahaman.
Anna juga tidak ingin melihat Enzio dipaksa bertunangan dengan Viona dalam keadaan seperti ini. Namun, melihat Adrian yang masih tampak ragu dan murka, Anna merasa semakin terhimpit.
Sementara itu, Kania menghela nafas panjang. Berbeda dengan suaminya, dia tidak merasa ini sebagai sebuah skandal yang perlu dibesar-besarkan.
Justru sebaliknya. Kania masih mengingat harapannya sejak dulu. Saat dia dan Adrian mengadopsi Anna, dia sudah berpikir bahwa suatu hari nanti, gadis itu akan menikah dengan Enzio.
Tapi siapa sangka, Enzio justru terjebak dengan Viona, gadis yang mendonorkan darahnya saat dia kritis di rumah sakit dulu.
Dan sekarang, ketika Enzio akhirnya menunjukkan perasaannya pada Anna, semuanya sudah terlambat.
Kania menatap suaminya dengan penuh harap. “Mas Adrian, mungkin kita harus mempertimbangkan kembali pertunangan ini,” katanya pelan namun tegas.
Adrian melirik Kania dengan ekspresi tajam. “Jangan mulai, Kania.”
“Tapi, Mas–”
“Pertunangan ini bukan hanya tentang Enzio dan Viona,” potong Adrian tegas. “Ini tentang keluarga kita. Nama baik kita. Harga diri kita.”
Kania menghela nafas panjang.
Dia tahu suaminya adalah pria yang menjunjung tinggi kehormatan keluarganya. Jika pertunangan dibatalkan, itu berarti Adrian harus menghadapi aib dan omongan dari keluarga besar mereka serta dunia bisnis.
Enzio masih diam. Matanya perlahan beralih ke arah Anna.
Air mata gadis itu terus mengalir, bahunya sedikit bergetar. Melihatnya seperti itu, ada sesuatu di dalam dada Enzio yang terasa sesak.
Enzio tidak tahan. Dia ingin menghapus air mata itu. Tapi di saat yang sama, dia juga tahu bahwa dia tidak bisa berbuat apa-apa. Dia tidak bisa menentang keputusan Adrian begitu saja.
Karena jika dia melakukannya, dia akan menyeret Anna ke dalam masalah yang lebih besar.
“Shit!!!” makinya dalam hati. Untuk pertama kalinya, Enzio merasa frustasi. Dan dia membenci perasaan ini.
Adrian mengalihkan tatapannya kembali pada Enzio.
“Papa akan bertanya untuk terakhir kalinya,” katanya tajam. “Apa kamu ingin membatalkan pertunangan mu dengan Viona demi Anna?”
Semua mata tertuju pada Enzio.
Ruangan terasa sunyi, seolah dunia menahan napas menunggu jawabannya. Tapi, Enzio tetap tidak mengatakan apa-apa.
Satu-satunya suara yang terdengar hanyalah isakan pelan dari Anna.
••••
••••
Anna duduk di tepi ranjang, tangannya gemetar saat melipat pakaian ke dalam koper. Air matanya terus mengalir tanpa bisa dikendalikan.
Diamnya Enzio tadi malam sudah membuktikan segalanya.
Pria itu tidak serius dengannya.
Jika memang Enzio mencintainya, seharusnya dia bisa mengatakan sesuatu, bukannya hanya diam seperti patung.
Tapi kenyataannya? Enzio membiarkan semuanya terjadi.
Membiarkan Adrian memutuskan pertunangannya dengan Viona tanpa sedikit pun mencoba melawan.
Dan sekarang, Anna harus menerima kenyataan bahwa dia tidak memiliki tempat dalam hidup pria itu. Dengan tangan gemetar, dia meraih koper dan menutupnya dengan nafas berat.
Besok dia akan pergi. Pergi dari kehidupan Enzio, meski hanya sementara. Tiba-tiba, suara langkah kaki terdengar di belakangnya.
Belum sempat Anna menoleh, sepasang lengan kokoh sudah melingkar di pinggangnya dari belakang. Anna terkejut, tubuhnya menegang.
“Jangan pergi,” suara Enzio terdengar rendah di telinganya.
Anna memejamkan mata, berusaha menahan emosinya.
“Zio, lepaskan aku,” katanya pelan, suaranya sedikit bergetar.
“Tidak.” Enzio semakin mengeratkan pelukannya, seolah takut kehilangan gadis itu.
“Aku akan menyelesaikan semuanya,” lanjutnya, suaranya penuh keyakinan. “Aku akan memastikan semuanya selesai dengan baik dan menikahimu.”
Anna menggeleng, tangannya mengepal di sisi tubuhnya.
“Kamu ingin menikahiku?” suaranya lirih, tapi penuh luka. “Tapi tadi malam kamu hanya diam. Kamu tidak melakukan apapun, Zio.”
Enzio terdiam.
Anna menarik napas dalam, lalu melepaskan tangan Enzio dari pinggangnya. Dia berbalik, menatap pria itu dengan mata merah karena menangis.
“Kamu tidak benar-benar menginginkanku, kan?” ujarnya pelan.
“Aku–”
“Diamnya kamu semalam sudah cukup membuktikan segalanya,” potong Anna, suaranya bergetar karena menahan tangis. “Kamu membiarkan semuanya terjadi. Kamu membiarkan mereka memutuskan masa depanmu tanpa sedikitpun berusaha melawan.”
Enzio mengepalkan tangan. “Aku hanya butuh waktu, Anna.”
“Untuk apa?” tanya Anna tajam.
“Ada sesuatu yang harus kupastikan tentang Viona,” jawab Enzio, matanya serius. “Aku tidak bisa membatalkan pertunangan ini tanpa tahu kebenarannya.”
Anna tersenyum kecut.
“Jadi, aku harus menunggumu sampai kamu memastikan sesuatu tentang Viona?” matanya berkaca-kaca. “Dan bagaimana jika ternyata kamu tidak bisa membatalkan pertunangan itu? Lalu semua orang menganggapku pelakor?”
“Anna–”
“Kumohon, lupakan aku,” lanjutnya pelan. “Aku tidak ingin menjadi orang yang terus menunggumu dalam ketidakpastian.”
Enzio tidak berkata apa-apa, hanya menatap gadis di hadapannya dengan perasaan kacau. Lalu, tanpa mengatakan apa pun lagi, Anna berbalik dan melanjutkan berkemas.
“Sial! Bagaimana caranya membuatmu agar tetap tinggal sampai pertunangan itu terjadi,” batinnya menggeram.
yg atu lagi up ya Thor
kasih vote buat babang Zio biar dia semangat ngejar cinta Anna 😍🥰❤️