Cegil? itulah sebutan yang pantas untuk Chilla yang sering mengejar-ngejar Raja.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rrnsnti, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Sella
Di salah satu sudut sekolah, suasana cukup ramai. Siswa-siswi berlalu-lalang, beberapa duduk di bangku taman sekolah, ada pula yang sibuk bercengkerama di depan kelas. Namun, di antara mereka, satu pemandangan mencuri perhatian banyak mata. Sella, dengan gaya manjanya yang khas, melingkarkan lengannya di lengan Raja.
Wajah Sella terlihat berseri-seri. Matanya menatap Raja seolah pria itu adalah satu-satunya orang di dunia ini. Namun, berbeda dengan Sella, Raja terlihat dingin. Ekspresinya datar, dan pandangannya bahkan tak terarah pada Sella. Jelas, pikirannya melayang ke tempat lain.
"Raja, kamu kemana aja sih? Aku telepon kamu nggak pernah diangkat, aku chat juga nggak pernah dibales," keluh Sella, suaranya dibuat-buat agar terdengar menggemaskan.
Raja hanya meliriknya sekilas, kemudian menjawab singkat, "Lagi sibuk."
Jawaban Raja yang datar seharusnya membuat Sella sadar, tapi sayangnya, gadis itu terlalu sibuk dengan pikirannya sendiri. Ia tidak menyadari bahwa hubungan mereka mulai renggang.
Sementara itu, di sisi lain, Chilla dan sahabatnya, Peti, sedang berjalan menuju kantin. Saat melewati taman, Chilla secara tidak sengaja melihat pemandangan Sella yang bergelayut manja di lengan Raja. Entah kenapa, hatinya terasa sakit melihat orang yang dicintainya bersama wanita lain.
Tanpa menoleh langsung ke arah Sella dan Raja, Chilla menggumam dengan nada cukup keras, "Dasar monyet."
Komentar itu langsung membuat Peti menoleh. “Apa maksud lo, La?” tanya Peti, bingung.
Chilla hanya mengangkat bahu dengan santai. "Nggak apa-apa, tadi gue habis liat monyet," jawabnya dengan tenang, sambil terus melangkah.
Namun, ucapan itu berhasil memancing amarah Sella. Wajah gadis itu memerah, dan ia melepaskan lengannya dari Raja. "Lo ngatain gue monyet?!" bentak Sella, suaranya melengking dan membuat beberapa siswa di sekitar menoleh.
Chilla berhenti melangkah, lalu berbalik dengan tatapan polos. Senyum sinis muncul di sudut bibirnya. "Hah? Atas dasar apa lo nuduh gue gitu?" tanyanya dengan nada yang dibuat-buat senatural mungkin.
Sella melipat tangannya di dada, menatap Chilla dengan tajam. "Lo tadi lewat, terus tiba-tiba ngomong monyet," tuduhnya.
Chilla memasang wajah berpikir, lalu mengeluarkan ponselnya dari saku. Ia memperlihatkan wallpaper ponselnya yang bergambar seekor monyet kecil. "Oh, jadi lo ngerasa kaya monyet? Padahal gue cuma ngomongin wallpaper gue nih. Tapi kok lo ngerasa, ya?" balasnya dengan nada penuh ejekan.
Peti yang berdiri di samping Chilla langsung menahan tawa. Ia berusaha sekuat tenaga agar tidak tertawa terbahak-bahak, tapi wajahnya jelas menunjukkan betapa ia menikmati situasi ini. Wajah Sella semakin memerah. Kata-kata Chilla membuatnya kehilangan akal untuk membalas.
"Lo…" Sella menunjuk Chilla dengan gemetar. Tapi sebelum ia sempat melanjutkan, Chilla sudah kembali berbalik dan berjalan pergi.
Raja, yang sejak tadi diam, merasa ini adalah momen yang tepat untuk menghindar. Ia sudah cukup kesal dengan Sella, terutama setelah foto yang diterimanya kemarin. Foto itu memperlihatkan Sella sedang berciuman dengan pria lain di dalam mobil. Dia sudah muak dengan Sella, dia juga sadar selama ini Sella hanya memanfaatkan uangnya saja.
Saat Sella menoleh ke arah Raja, berharap mendapat dukungan, pria itu sudah menghilang. Ia hanya bisa mendengus kesal, merasa situasi ini semakin buruk. "Raja!" panggilnya, tapi tidak ada jawaban.
Chilla dan Peti terus berjalan menuju kantin. Peti, yang sudah tidak bisa menahan diri lagi, akhirnya tertawa kecil. "Lo tega banget, Chilla," katanya sambil memegangi perutnya. "Sella sampai pucat gitu."
Chilla mengangkat bahu. "Dia mulai duluan. Lagian gue nggak nyebut nama dia, kan? Dia aja yang ngerasa," balas Chilla dengan nada datar, meskipun ada sedikit senyum puas di wajahnya.
Peti menggelengkan kepala. "Lo selalu punya cara buat bikin orang kesel tanpa keliatan salah," ujarnya, setengah kagum.
Chilla tertawa kecil. "Belajar dong dari gue. Kalau lo mau selamat di dunia ini, lo harus pintar-pintar ngegas tanpa keliatan nyolot," jawabnya sambil tersenyum lebar.
"Udah, jangan dipikirin, Chilla, lo doang yang bakal jadi menantu Mahespati," gumamnya pada dirinya sendiri.
Peti menoleh dengan bingung. "Lo ngomong apa?" tanyanya.
"Nggak, cuma ngomong sama diri sendiri," jawab Chilla sambil terus melangkah. Namun, dalam hatinya, ia tidak bisa berhenti memikirkan perasaan aneh yang tadi muncul.
"Chilla, gue yakin lo udah resmi jadi musuh Sella nomor satu sekarang," ucap Peti.
Chilla hanya tersenyum tipis. "Biarin aja. Gue nggak peduli."
Di tengah lamunannya, Peti memanggilnya. "Chilla, lo kenapa? Dari tadi diem aja."
"Nggak apa-apa," jawab Chilla singkat. Ia mengambil sedotan dan menyeruput es tehnya. Tapi dalam hati, ia tahu ada sesuatu yang berubah. Perasaan aneh yang muncul tadi tidak bisa ia abaikan begitu saja.
Di tempat lain, Raja duduk sendirian di bangku taman sekolah. Ia mencoba menenangkan pikirannya yang sedang kacau. Hubungannya dengan Sella sudah lama terasa tidak nyaman, tapi ia terus menahan diri. Namun, setelah melihat foto itu, rasa kecewanya semakin dalam.
Ia meraih ponselnya dan membuka pesan dari nomor tak dikenal yang mengirimkan foto itu. Matanya kembali terpaku pada gambar Sella dan pria lain yang sedang berciuman. Ia menarik napas panjang, mencoba menyingkirkan bayangan itu dari pikirannya.
"Kenapa gue masih ngeladenin dia?" gumamnya pelan.
Namun, ketika ia mencoba mengalihkan pikirannya dari Sella, bayangan Chilla muncul di benaknya. Gadis itu memang sering membuatnya kesal, tapi entah kenapa, keberadaan Chilla selalu membawa sedikit hiburan dalam hidupnya yang monoton.
"Dasar cewek aneh," batin Raja. Namun, tanpa sadar, bibirnya membentuk senyuman kecil.
Sella masih berdiri di tempat yang sama. Wajahnya penuh dengan kemarahan dan rasa malu. Ia mengepalkan tangannya, merasa dipermalukan oleh Chilla di depan banyak orang, termasuk Raja.
"Chilla, lo pikir lo siapa? Gue nggak akan tinggal diam!" gumamnya penuh emosi. Namun, di dalam hatinya, Sella tahu bahwa masalah sebenarnya bukanlah Chilla. Masalah utamanya adalah Raja, yang kini semakin menjauh darinya.
Sella memutuskan untuk pergi mencari Raja, untuk mencoba mendapatkan penjelasan darinya. Ia berjalan cepat, mencoba menahan air matanya yang hampir tumpah. Namun, setiap langkah yang ia ambil hanya semakin menguatkan kenyataan bahwa hubungan mereka sudah tidak bisa diperbaiki lagi. Raja sudah lelah, dan ia tahu bahwa ada sesuatu yang lebih besar yang sedang mengganjal dalam dirinya.
Namun, saat Sella mendekat, Raja sudah tidak ada di taman. Dia mencari ke beberapa tempat, namun tak juga menemukannya. Akhirnya, ia berhenti, menatap langit yang mulai mendung, dan merasakan kesendirian yang begitu dalam. Hatinya kosong, dan ia tahu, untuk pertama kalinya, ia tidak tahu harus melangkah kemana.
"Sial! gue gak bisa lepasin Raja gitu aja, dia sumber penghasilan gue selain Om Setyo." guman Sella.