NovelToon NovelToon
Malam Pertama Untuk Istriku

Malam Pertama Untuk Istriku

Status: sedang berlangsung
Genre:CEO / Penyesalan Suami / Menikah dengan Musuhku / Trauma masa lalu
Popularitas:4.9k
Nilai: 5
Nama Author: Mamicel Cio

Reyhan menikahi Miranda, wanita yang dulu menghancurkan hidupnya, entah secara langsung atau tidak. Reyhan menikahinya bukan karena cinta, tetapi karena ingin membalas dendam dengan cara yang paling menyakitkan.

Kini, Miranda telah menjadi istrinya, terikat dalam pernikahan yang tidak pernah ia inginkan.

Malam pertama mereka seharusnya menjadi awal dari penderitaan Mira, awal dari pembalasan yang selama ini ia rencanakan.

Mira tidak pernah mengira pernikahannya akan berubah menjadi neraka. Reyhan bukan hanya suami yang dingin, dia adalah pria yang penuh kebencian, seseorang yang ingin menghancurkannya perlahan. Tapi di balik kata-kata tajam dan tatapan penuh amarah, ada sesuatu dalam diri Reyhan yang Mira tidak mengerti.

Semakin mereka terjebak dalam pernikahan ini, semakin besar rahasia yang terungkap.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mamicel Cio, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bayangan Arini

Mira kembali ke kantor Reyhan dengan tekad yang semakin kuat. Jika Reyhan tak ingin pulang lebih awal, maka ia yang akan datang kepadanya. Ini satu-satunya cara untuk tetap berada di sisi suaminya.

Namun, ketika Mira masuk ke ruang kerja Reyhan, ekspresi pria itu sudah menunjukkan ketidaksenangan. Ia baru saja menyelesaikan rapat bersama Bimo dan beberapa eksekutif lainnya.

Saat melihat Mira berdiri di pintu dengan membawa kotak makan siang yang ia siapkan sendiri, rahang Reyhan mengeras.

"Kamu lagi?" suaranya terdengar dingin dan tajam.

Mira menelan ludah, mencoba untuk tetap tenang. "Aku hanya ingin memastikan kamu makan siang dengan benar."

Reyhan bersandar di kursinya, menyilangkan tangan di dada. "Dan aku sudah bilang berkali-kali, berhenti datang ke sini."

"Aku hanya ingin menemanimu," jawab Mira, suaranya tetap lembut.

"Temani? Mira, kamu pikir ini apa? Rumah bermain? Ini kantor. Aku punya pekerjaan."

Mira menggenggam erat kotak makan di tangannya. "Aku tahu. Aku hanya ingin ada di dekatmu, Reyhan."

Reyhan mendesah berat, lalu berdiri. Langkahnya mendekat, membuat Mira mundur refleks. Tapi pria itu malah mengambil kotak makan dari tangannya, lalu meletakkannya di meja begitu saja tanpa membukanya.

"Lalu apa yang kamu harapkan? Kamu pikir dengan datang ke sini setiap hari aku akan mulai mencintaimu?" tanyanya dingin.

Mira terdiam, dadanya terasa sesak mendengar kata-kata itu.

Reyhan menatapnya lama sebelum menggeleng. "Jangan membuatku semakin muak, Mira. Aku sudah cukup lelah dengan semua ini."

Mira merasa hatinya bergetar. "Kalau begitu, kenapa kamu memaksaku menikah denganmu?"

Reyhan tersenyum sinis. "Sudah jelas, aku ingin kamu merasakan penderitaan yang sama sepertiku."

Kata-kata itu menusuk Mira lebih dalam dari yang ia bayangkan. Namun, ia tak akan menyerah.

"Kalau begitu, aku akan tetap ada di sini, karena aku yakin suatu hari nanti kau akan berhenti membenciku." balas Mira dengan suara mantap.

Mata Reyhan menajam. "Jangan terlalu berharap, Mira."

Tapi Mira hanya tersenyum tipis. "Kita lihat saja."

Saat itu juga, pintu kembali terbuka.

Rena berdiri di sana dengan ekspresi penuh kemenangan, sementara Bimo menyandarkan diri di ambang pintu dengan senyum penuh arti.

"Sepertinya aku datang di waktu yang tepat, apa aku mengganggu?" ujar Rena, berjalan mendekat.

Reyhan tidak menjawab, sementara Mira menatap wanita itu dengan tajam.

Pertarungan di antara mereka baru saja dimulai.

Mira tidak mundur. Sekalipun Reyhan terus menolaknya, ia yakin hatinya bisa menembus lapisan es yang membungkus pria itu. Tapi hari ini, ada sesuatu yang berbeda.

Saat Rena memasuki ruangan, Mira bisa merasakan hawa persaingan yang lebih kuat. Wanita itu berdiri terlalu dekat dengan Reyhan, seolah ingin menunjukkan sesuatu.

"Aku ingin membicarakan laporan terbaru dari proyek di Surabaya," ujar Rena, melirik sekilas ke arah Mira. "Tapi mungkin aku harus menunggu karena sepertinya kau sedang sibuk dengan… istrimu."

Nada sindiran itu tidak luput dari perhatian Mira. Namun, sebelum ia bisa membalas, Reyhan sudah menjawab, "Bicaralah sekarang, aku tidak sibuk."

Mira terdiam. Ia ingin marah, tapi memilih untuk tetap diam.

Tiba-tiba, Bimo tertawa kecil. "Mira, kamu tahu tidak? Kamu ini unik sekali. Masih bertahan meskipun Reyhan memperlakukanmu seperti ini."

Mira menatapnya. "Kenapa? Kamu ingin aku menyerah?"

Bimo mengangkat bahu. "Bukan begitu. Aku hanya ingin tahu, kalau kamu tahu alasan sebenarnya kenapa Reyhan menikah denganmu, apa kamu masih akan bertahan?"

Jantung Mira berdegup lebih kencang.

"Apa maksudmu?" tanyanya waspada.

"Bimo, jangan bicara sembarangan." Reyhan langsung menoleh tajam ke arah Bimo.

Bimo tersenyum penuh misteri. "Aku hanya penasaran. Mira, kamu pikir Reyhan menikahimu hanya karena dendam?"

Mira mengernyit, sementara Rena menyilangkan tangan, terlihat menikmati situasi ini.

"Bukankah begitu?" Mira menantang.

Bimo terkekeh. "Kamu benar… tapi tidak sepenuhnya."

Ruangan terasa semakin mencekam.

"Apa kamu tahu siapa wanita yang seharusnya menikah dengan Reyhan sebelum kamu?"

Mira membeku. "Apa maksudmu?"

Bimo menatap langsung ke matanya. "Kamu adalah pengganti, Mira. Reyhan seharusnya menikah dengan wanita lain."

Mira merasa dunia di sekelilingnya bergetar. Ia menoleh ke Reyhan, menunggu jawaban.

Namun, pria itu hanya diam.

Saat itulah Rena berbicara, "Aku rasa sudah waktunya kamu tahu, Mira."

Rena mendekat dan berbisik di telinga Mira, suaranya penuh racun.

"Reyhan seharusnya menikah dengan kakakmu."

Mira tertegun. "Apa?"

"Kamu tidak perlu tahu." Reyhan akhirnya bersuara, tapi suaranya terdengar datar.

Mira menatapnya, dadanya bergemuruh. "Kakakku? Kakak yang mana?"

Bimo tersenyum tipis. "Arini Sindu."

Darah Mira terasa membeku. Kakaknya… yang meninggal dalam kecelakaan lima tahun lalu?

Tangannya bergetar. "Tidak mungkin…"

Reyhan akhirnya berdiri, menatap Mira dengan ekspresi yang sulit ditebak.

"Percayalah, Mira. Jika Arini masih hidup, aku tidak akan pernah menikah denganmu." katanya dengan suara dingin.

Mira merasa seolah-olah dinding dunia runtuh di sekelilingnya.

Dan saat itu juga, ia menyadari…

Selama ini, ia hanya bayangan dari seseorang yang sudah tiada.

Mira terdiam. Kata-kata Reyhan bergema di kepalanya seperti suara gemuruh yang tak kunjung reda.

"Jika Arini masih hidup, aku tidak akan pernah menikah denganmu."

Jantungnya berdebar begitu kencang, namun bukan karena cinta—melainkan luka yang baru saja ditorehkan oleh suaminya sendiri.

"Apa maksudmu?" suara Mira lirih, hampir berbisik.

Reyhan tidak menjawab. Wajahnya tetap datar, seolah tak ada yang perlu dijelaskan.

Bimo menghela napas, lalu berjalan mendekat. "Aku tahu ini mengejutkan untukmu, Mira. Tapi kamu harus tahu sesuatu."

Mira menelan ludah, menunggu.

"Arini tidak mati dalam kecelakaan itu."

Dunia seakan berhenti berputar.

"Apa?" Mira menatapnya dengan mata terbelalak. "Itu tidak mungkin! Aku sendiri yang melihat jenazahnya! Aku—"

"Kamu melihat tubuh yang sudah hancur, yang sulit dikenali," potong Bimo cepat. "Tapi ada sesuatu yang orang-orang tidak tahu…"

Rena menyeringai dari sudut ruangan. "Dan aku rasa, sudah waktunya kamu tahu kebenarannya."

Reyhan mengeraskan rahangnya. "Jangan mulai, Bimo."

"Terlalu terlambat," sahut Bimo.

Mira merasa tubuhnya lemas, tapi ia tetap berdiri. Ia tidak akan lari dari ini.

"Apa yang kalian sembunyikan dariku?" tuntutnya.

Bimo menatap Reyhan seolah meminta izin, tapi Reyhan tetap diam.

Akhirnya, Bimo berkata, "Arini tidak mati… dia menghilang."

Mira menggelengkan kepala. "Tidak… itu tidak masuk akal… kalau begitu, di mana dia sekarang?"

Bimo diam sejenak, lalu menatapnya dengan serius.

"Kami tidak tahu."

Mira merasa napasnya tercekat.

"Tidak mungkin…" bisiknya.

"Tapi ada satu hal yang pasti, Reyhan menikahimu bukan hanya karena dendam. Dia menikahimu karena kau adalah satu-satunya cara untuk menemukan Arini." lanjut Bimo.

Mira merasakan dingin menjalar di sekujur tubuhnya.

Jadi selama ini… dirinya hanya alat?

Reyhan menatap Mira, tapi tidak ada kelembutan di matanya.

"Kamu mau tahu lebih banyak? Cari sendiri, Mira, tapi jangan berharap aku akan membantumu." katanya dingin.

Setelah itu, Reyhan berbalik dan meninggalkan ruangan, meninggalkan Mira dengan sejuta pertanyaan dan luka yang semakin dalam.

'Aku harus apa?'

Bersambung...

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!