Dia yang memberiku kehidupan.. tapi justru dia sendiri yang menghancurkan hidupku.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nofi Aprinsa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Eps. 21
Sinta duduk di kursi tunggu seorang diri. Sementara suaminya sibuk mengkhawatirkan keselamatan wanita lain. Sungguh miris, ia benar-benar baru mengetahui sisi lain dari sang suami. Selama ini ia merasa bahwa suaminya hanya mencintainya, ia selalu percaya bahwa tidak akan ada wanita lain yang bisa merebut suaminya dari tangannya, tapi sekarang ia ragu. Ia mulai ragu terhadap pasangannya sendiri.
Handphonenya berdering berulang kali, beberapa staff kantor terlihat menghubunginya melalui pesan dan juga panggilan telephone. Ia tahu pasti mereka sedang menantikannya, karena sesuai jadwal mereka akan mengadakan meeting untuk peluncuran produk baru. Sinta hanya membalas pesan tersebut secara singkat, bahwa dirinya akan segera datang. Tapi bukankah ia bersama sang suami sejak awal. Sementara saat ini suaminya tidak memperdulikannya sama sekali, karena sibuk dengan keselamatan wanita lain. Sinta tersenyum kecut, ia merasa seperti tidak berharga sama sekali. Lantas ia memutuskan untuk bangkit dan meninggalkan tempat tersebut tanpa harus berpamitan kepada sang suami.
“Apakah dihati mas Bagas masih menyimpan perasaan untuk mantan kekasihnya? Atau hanya dirinya yang terlalu berlebihan.” Kalimat-kalimat itu terus mengganggu pikirannya hingga ia pun tak memperhatikan jalan. Sinta terus berjalan keluar melewati area halaman rumah sakit, dimana banyak kendaraan yang berlalu lalang. Sebuah mobil mewah buatan Amerika yang melintas di sampingnya nyaris menabraknya jika saja sang pengemudi tak menginjak rem tepat waktu.
“Pam-pam! Shitt..!!!!”
Sang pengemudi yang kaget pun berhasil menginjak rem dengan cepat, dan menghindari kecelakaan. Sementara Sinta hanya bisa membatu karena begitu syok saat menyadari bahwa dirinya berada di tengah jalan dan hampir saja tertabrak. Sang pengemudi pun akhirnya turun dan mencoba membantunya.
“Maaf, apakah anda baik-baik saja? Sinta?!”
Sementara yang di panggil masih saja diam dan kebingungan. Ia hanya memperhatikan wajah lelaki itu yang menurutnya mirip sekali dengan orang yang sangat ia kenal.
“Sinta, ini aku. Rama!”
“Kak Rama?! Kamu benar-benar kak Rama?”
Setelah yakin bahwa orang tersebut adalah Rama, maka spontan Sinta memeluknya dengan sangat erat.
“Kak! kemana saja kak Rama selama ini?”
“Sinta, ayo masuk ke mobilku!”
Merekapun akhirnya masuk ke mobil mewah milik Rama dan keluar dari kawasan rumah sakit. Sunggguh tak disangka, setelah 10 tahun lamanya berpisah, justru mereka di pertemukan dalam kondisi seperti ini. Rasa canggung menyelimuti keduanya di dalam mobil. Begitu banyak pertanyaan dan juga cerita yang ingin mereka berdua sampaikan namun justru yang keluar dari mulut keduanya hanya kalimat singkat basa-basi sebagai pemecah keheningan.
“Sinta, tak disangka kita bertemu disini. Setelah sekian lama.”
“Iya kak, aku juga nggak nyangka bisa bertemu kak Rama lagi. Kak Rama apa kabar?”
“Aku baik. Kamu sendiri gimana? Kok di rumah sakit, apa kamu sakit?”
“Aku juga baik kak. Tadi itu aku habis jenguk temen yang sakit. kalau kak Rama sendiri, ngapain di situ?”
“Sebenarnya ceritanya panjang. Apa kamu mau mendengar ceritaku? Tapi tidak sekarang.”
“Tentu saja kak, aku siap mendengar ceritamu. Kapan saja kak Rama ingin, bisa menghubungiku.”
“Tapi ini kita mau kemana? Apa kamu ingin ke suatu tempat? Biar aku antar.”
“Tolong antar aku ke kantorku bisa? Kebetulan aku sudah sedikit telat untuk meeting pagi ini.”
“Oke. Lets go!”
————
Jadi, Rama ini adalah orang yang pernah Sinta cintai di masa lalu. Lebih tepatnya cinta pertama Sinta. Rama adalah sahabat baik dan juga teman kuliah dari kakaknya Arya. Rama sering sekali main kerumahnya bahkan beberapakali menginap untuk mengerjakan tugas bersama kakaknya Arya. Karena seringnya Sinta bertemu dengan Rama, membuat keduanya begitu akrab seperti kedekatan kakak beradik. Bahkan Sinta tak segan untuk meminta bantuan Rama di banding kakaknya sendiri Arya, apabila ia mengalami kesulitan dalam pelajaran sekolahnya. Lambat laun Sinta pun akhirnya jatuh cinta pada Rama. Ia bahkan pernah secara langsung mengungkapkan perasaannya pada Rama, dengan rasa malu ia mengatakan bahwa dirinya menyukai nya, namun saat itu Rama menganggap itu hanya candaan seorang adik kecil yang ingin mendapat perhatian lebih dari seorang kakak.
Hubungan keduanya tak berubah, Rama tetap memperlakukannya dengan baik, menganggap Sinta seperti adiknya sendiri. Terlebih, Arya selalu mengecamnya agar tidak memacari adik kesayangannnya karena di anggap masih terlalu kecil. Rama pun mematuhi apa yang sahabatnya katakan. Dirinya bahkan memilih terus melajang meskipun sahabatnya Arya sendiripun memiliki kekasih. Hingga suatu hari, tepat sehari setelah pernikahan sahabatnya Arya, ia memutuskan untuk pergi ke Australia guna mengikuti kedua orang tuanya yang memang asli berkewarga negaraan Australia.
Kepergian Rama ke Australia membuat Sinta begitu sangat sedih. Itu juga salah satu penyebab Sinta mengalami kecelakaan kala itu. Selain karena ia masih tergolong amatir mengendarai mobil sport hingga tak mampu mengendalikannya, pikirannya juga terus menerus memikirkan kakak lelaki yang sangat ia cintai saat itu. Menyebabkan kecelakaan maut yang menewaskan seorang ibu paruh baya dengan motornya 10 tahun silam.
———
Merekapun akhirnya tiba di kantor Sinta setelah menempuh jarak lima kilo meter. Rama memilih untuk langsung meninggalkan Sinta setelah mengantarkannya ke kantor. Ada banyak pekerjaan yang harus Rama tangani hari ini, hingga membuatnya sibuk dan berpamitan begitu saja. Tapi mereka sudah bertukar nomor telephone dan berjanji untuk bertemu di lain kesempatan.
Sementara di rumah sakit, sang dokter yang memeriksa Sofi mengatakan bahwa Sofi baik-baik saja. Ia hanya butuh ntuk istirahat dan makan dengan baik. Karena energi yang terkuras selama semalaman terkurung di bilik toilet, membuatnya kehilangan banyak cairan tubuh yang mengakibatkan penyakit maagnya kambuh dan juga lemas.
“Tidak perlu khawatir pak, istri anda tidak mengalami penyakit yang serius. Hanya butuh istirahat yang cukup dan makan tepat waktu. Jangan lupa obatnya di habiskan!” Ucap dokter yang mengira bahwa Sofi adalah istri Bagas, sebelum meninggalkan ruangan.
Akhirnya Bagas pun merasa cukup lega dengan pernyataan dari dokter tersebut.
Sedangkan Sofi tampak malu-malu mendengar kalimat istri dimana memang ia sangat menginginkan menjadi istri dari seorang Bagaskara.
“Mas, terima kasih banyak ya.. kamu sudah menyelamatkan hidupku.”
“Sofi, tidak perlu berterima kasih. Sudah seharusnya mas melindungimu. Oh ya, mas ingin membuat laporan polisi tentang kejaian yang menimpamu. Mas akan meminta cctv restoran itu sebagai bukti.”
Mendengar Bagas membicarakan niatnya untuk membuat laporan ke polisi, Bibi Salamah langsung mencegahnya demi keamanan Sofi.
“Tidak perlu Bagas! Bibi sudah mengurus semuanya. Bibi sudah memeriksa juga. Dan ternyata memang orang yang mencelakai Sofi itu ternyata orang gila. Jadi kita tidak bisa menuntut apapun terhadapnya.”
“Benarkah? Kalaupun orang itu memang orang gila, kita tetap bisa menuntut restoran itu Bi, karena telah lalai menjaga keamanan customer. Apalagi korban nya tidak hanya Sofi, Sinta juga menjadi korban semalam.”
Setelah mengucapkan nama Sinta, Bagas baru mempertanyakan keberadaan sang istri. Ia baru menyadari bahwa dirinya begitu sibuk mengkhawatirkan Sofi sampai ia mengabaikan istrinya sendiri.
“Sinta! Dimana Sinta Bi? Bukankah tadi bersama Bibi?”
“Bibi lihat, tadi Sinta keluar. Mungkin dia pulang karena tidak tahan melihatmu menyaksikan suaminya mengkhawatirkan wanita lain,” jawab Bibi Salamah acuh.
Deg!
Bagas menyesal. Ia merasa menyesal telah mengabaikan sang istri. Buru-buru ia menganbil handphonenya dan langsung menghubunginya, berkali-kali menghubungi namun tidak ada jawaban. Iapun akhirnya memyerah dan memutuskan untuk menyusulnya ke kantor.
“Sofi.. sebaiknya mas antar kamu pulang dulu. Biar nanti Bibi Salamah yang menjagamu untuk sementara waktu, sampai kamu benar-benar pulih.
Karena setelah ini mas harus ke kantor Sinta untuk memastikan dia aman berada di kantornya.”
“Apa mbak Sinta marah karena mas menolongku?”
“Tidak, Sinta orang yang sangat baik dan pengertian. Dia tidak akan marah hanya karena mas menolongmu.”
“Kalau begitu mas pergi saja, kasian mbak Sinta. Biar Bibi yang membantuku pulang. Mas tidak perlu khawatir.”
“Baiklah. Bibi… saya pamit dulu. Biaya rumah sakit sudah saya bayar. Nanti akan ada mobil dari kantor yang akan mengantarkan kalian pulang.”
Setelah berpamitan pada Bibi dan juga mantan kekasihnya di rumah sakit, kini Bagas sibuk untuk mencari alasan agar Sinta tidak marah karena perilakunya tadi.
“Huff.. Bagas, bersiaplah untuk menerima kemarahan istrimu,” gumamnya sembari melaju menuju kantor sang istri.
———
Halo, buat para pembaca semoga terhibur. Tolong dukungannya dengan like dan koment untuk pesan dan kesan kalian. Terima kasih.
Si shinta bloon, si bagas pilnplan
jangan lupa mampir juga di novel aku
" bertahan luka"
Terima kasih