Jasmine D'Orland, seorang duchess yang terkenal dengan karakter jahat, dituduh berselingkuh dan dihukum mati di tempat pemenggalan di depan raja, ratu, putra mahkota, bangsawan, dan rakyat Kerajaan Velmord.
Suaminya, Louise, yang sangat membencinya, memenggal kepala Jasmine dengan pedang tajamnya.
Sebelum kematiannya, Jasmine mengutuk mereka yang menyakitinya. Keluarganya yang terlambat hanya bisa menangisi kematiannya, sementara sebagian bersorak lega.
Namun, enam bulan sebelum kematian itu, Jasmine terlahir kembali, diberi kesempatan kedua untuk mengubah nasibnya yang tragis.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Lily Dekranasda, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Hidangan Utama adalah Kenyataan
Duchess Jasmine kembali melangkah dengan elegan menuju ke tempat yang telah dibisikkan oleh Flo tadi.
Tak lama kemudian, Jasmine selesai dengan urusannya. Dengan tenang, ia kembali ke tempat acara penjamuan yang sedang berlangsung di aula besar. Sambil melangkah masuk, ia memanggil para pelayan untuk memberikan instruksi.
"Pelayan, segera sajikan menu utama untuk para prajurit. Mereka sudah menunggu cukup lama." ucap Jasmine dengan nada tegas namun lembut, tanpa sedikit pun terbawa emosi.
Pelayan yang berada dekat segera mengangguk, lalu bergegas menuju meja besar tempat para prajurit duduk. Mereka sudah tak sabar menikmati hidangan lezat yang telah disiapkan oleh Nania, pelayan terpercaya Duchess.
"Tuan-tuan prajurit, makanan utama sudah siap. Silakan nikmati hidangan yang telah kami persiapkan." kata pelayan sambil mengatur posisi pelayan lainnya untuk menyajikan hidangan utama.
Sementara itu, para bangsawan dan tamu terhormat terlihat mulai berbicara satu sama lain, saling berbagi kabar dan membicarakan urusan mereka masing-masing. Duchess Jasmine tak langsung duduk, ia mengarahkan mereka menuju ruang makan utama.
"Untuk tamu terhormat, saya mohon agar Anda semua menuju ruang makan utama. Makanan terbaik telah disiapkan di sana untuk Anda." kata Jasmine, dengan suara yang tetap tenang namun mengandung otoritas.
Tamu-tamu pun mulai beranjak dan mengikuti arahan para pelayan yang mengantar mereka ke ruang makan utama yang jauh lebih besar, dihias dengan indah. Para pelayan dengan sigap membawa makanan dan minuman, menyajikan hidangan yang menggugah selera mereka.
Sesaat kemudian, Duke, Duchess, dan Cecilia memasuki ruang makan utama. Begitu mereka memasuki ruangan, para tamu yang sudah duduk dengan tertib segera berdiri dan memberi salam.
Duke Louise menganggukkan kepalanya dengan penuh kewibawaan. Di sisi lain, Duchess Jasmine membalas salam mereka dengan senyuman lembut namun penuh arti. Wajahnya tetap tenang, seperti biasa, namun ada kilatan tajam di matanya.
"Terima kasih, semuanya. Semoga Anda semua menikmati jamuan yang telah disiapkan." jawab Jasmine dengan penuh kecantikan dan karisma, membuat para tamu merasa sangat dihormati.
Namun, berbeda dengan Jasmine, Cecilia hanya merengut, tak ada kata-kata sapaan untuk dirinya. Hal itu membuatnya sedikit kesal, karena ia merasa bahwa ia seharusnya lebih dihormati mengingat kedekatannya dengan Duke Louise.
Duchess Jasmine yang berdiri di samping Duke Louise, merasakan perasaan Cecilia yang jelas terpancar di wajahnya. Ia tersenyum sinis dalam hati, merasakan kepuasan dari ketegangan yang tercipta di antara mereka berdua. "Itulah posisi mu di sini, Cecilia. Tidak berharga," pikir Jasmine dalam hati.
Duke Louise duduk di kursi utama yang sudah disiapkan untuknya. Jasmine duduk di sampingnya, sebagai istri sah yang sah dan terhormat. Namun, saat semua tamu mulai duduk kembali, mereka tidak bisa tidak memperhatikan bahwa Cecilia ikut duduk di samping Duke, meskipun masih ada beberapa kursi kosong di tempat lain.
Beberapa tamu saling berbisik, memperhatikan apa yang baru saja terjadi.
"Apa yang terjadi? Kenapa Lady Cecilia duduk di samping Duke, bukankah itu sangat tidak pantas untuk seorang wanita lajang?" bisik seorang bangsawan kepada tamunya, sementara yang lain mendengarkan.
Cecilia, yang menyadari bisikan tersebut, tidak bisa menahan diri untuk tidak menunjukkan sedikit kebanggaan di wajahnya. Ia tahu, meskipun semua orang mungkin melihatnya dengan pandangan berbeda, ia tetap berada di dekat Duke Louise. Itu sudah cukup untuk memuaskan egonya.
Namun, Jasmine, yang duduk dengan anggun di samping Duke, tersenyum dalam hati mendengar bisikan para tamu. Ia merasa puas bahwa para tamu sudah mulai merasakan ketegangan yang tercipta di antara mereka.
"Semoga kalian menikmati makanannya," ucap Jasmine kepada para tamu yang masih berbisik. Namun, di dalam dirinya, ia tahu bahwa ini baru permulaan. Sebuah rencana sedang berjalan, dan ia yakin kali ini tidak akan ada yang bisa menghalangi jalannya.
Kecanggungan pun terasa di ruang makan utama saat tamu-tamu menikmati hidangan, dan suasana menjadi semakin intens.
Saat suasana makan malam menjadi tenang dan semua tamu menikmati hidangan, pelayan Harold tiba-tiba datang menghampiri meja utama tempat Duchess Jasmine dan Duke Louise duduk. Harold membungkukkan tubuhnya dengan penuh hormat.
Harold datang memberikan salam, "Salam hormat, Yang Mulia Duke dan Duchess. Semoga kemuliaan dan kejayaan selalu menyertai langkah Anda."
Jasmine tersenyum tipis, "Terima kasih, Paman Harold. Apakah semuanya sudah siap?"
Harold mengangguk pelan, tetapi raut wajahnya menunjukkan keraguan. Namun, sebelum ia sempat menjawab, dua pengawal jasmine, Julian dan Vincent, masuk ke ruangan dengan langkah tegas. Berbeda dengan Harold, mereka hanya memberikan salam kepada Duchess Jasmine.
"Salam hormat, Yang Mulia Duchess. Semoga kemuliaan dan kejayaan menyertai langkah Anda," ucap Julian dengan nada penuh penghormatan, diikuti oleh Vincent.
Harold menoleh sekilas, tampak bingung dan canggung karena mereka hanya menyapa Duchess. Jasmine tersenyum kecil, merasa puas dengan situasi itu. "Terima kasih, paman Julian & Vincent. Apakah semuanya sudah siap?"
"Ya, Yang Mulia. Kami telah memastikan semuanya sesuai instruksi Anda," jawab Vincent.
Duke Louise yang sejak tadi diam, mulai merasa tidak nyaman. "Kenapa mereka hanya menyapamu, Jasmine? Apa ini artinya?" tanya Louise dengan nada tajam.
Jasmine tetap tenang. "Kalian pasti bingung kenapa aku meminta kalian semua makan di tempat yang lebih privat ini, bukan?" tanyanya, mengabaikan teguran Duke.
"Jasmine," tegur Duke Louise.
Namun Duchess tidak peduli, dan dengan anggun ia menepukkan tangannya tiga kali. Dalam sekejap, pintu besar di sudut ruangan terbuka, dan para prajurit dari D'Orland masuk dengan membawa 25 orang pelayan dan pengawal yang diikat. Wajah mereka penuh rasa takut dan cemas.
"Apa maksud semua ini?" Louise bertanya dengan nada marah, berdiri dari kursinya.
Para prajurit menunduk hormat dan berkata serempak, "Salam hormat, Yang Mulia Duke dan Duchess. Semoga kemuliaan dan kejayaan selalu menyertai langkah Anda."
Louise berdiri, menatap tajam, "Apa maksud semua ini, Jasmine? Siapa orang-orang ini?"
Jasmine berdiri, tidak menanggapi pertanyaan Duke Louise, lalu melipat tangannya di depan dada. Matanya tajam, menatap semua orang di ruangan itu.
"Mereka semua adalah tikus busuk," ujarnya dengan nada tegas, menunjuk para pelayan dan pengawal yang dibawa masuk. "Pelayan dan pengawal ini bahkan lebih busuk lagi. Mereka sengaja menggelapkan banyak uang dari kediaman Clair."
Cecilia, yang duduk di sisi Louise, terkejut mendengar tuduhan tersebut. "Tidak mungkin!" serunya, suaranya terdengar sedih namun penuh kepalsuan. "Mereka adalah orang-orang yang aku bawa sendiri untuk melayani keluarga Clair. Tidak mungkin mereka mencuri!"
Jasmine tersenyum mengejek. "Benarkah, Lady? Mereka melayani keluarga Clair, atau melayani rencana licikmu?"
Duke Louise berdiri dan menatap Jasmine dengan marah. "Jasmine, cukup! Jangan menuduh orang tanpa bukti. Ini tidak adil bagi mereka."
Jasmine berbalik dengan tenang. "Anne," panggilnya dengan suara lantang. Lianne, pelayan pribadi Duchess, melangkah masuk sambil membawa setumpuk dokumen tebal. Ia menyerahkannya kepada Jasmine, yang kemudian memberikan dokumen itu kepada Louise.
"Ini buktinya," ucap Jasmine sambil menatap Louise dengan dingin. "Semua ini adalah bukti kejahatan mereka. Dokumen ini mencatat penggelapan uang dari kediaman Clair selama bertahun-tahun. Uang persediaan bahan dapur, dekorasi penyambutan, hingga daftar belanja palsu dan masih banyak yang lainnya. Semuanya telah dicuri oleh mereka." ucapnya mengejek.
Louise membuka dokumen itu dan mulai membacanya. Ekspresinya berubah seiring dengan setiap halaman yang ia baca. "Tidak mungkin..." gumamnya dengan suara pelan.
Namun Jasmine belum selesai berbicara. Ia mendekati Louise dan melanjutkan, "Semua pelayan dan pengawal yang dibawa oleh Cecilia tak ada satupun yang jujur. Sisanya adalah pelayan lama kediaman Clair, yang katanya setia, tetapi ternyata mereka berkomplot memakan uang Kediaman Clair."
Cecilia tampak gelisah di kursinya. Namun, dengan wajah penuh kepalsuan, ia mencoba membela diri. "Duchess, Anda pasti salah. Saya membawa mereka ke sini untuk membantu kediaman Clair, bukan mencuri. Tuduhan ini tidak adil!"
Jasmine berkata dalam hati, "Oh, wanita licik ini. Kau memang pandai memainkan peranmu, Aku ingin tau pembelaan mu hari ini terhadap orang orang sampahmu."
Jasmine menoleh ke arah Cecilia, tersenyum mengejek. "Jika Duke Louise masih belum percaya, tak masalah. Paman Harold," ia memanggil kepala pelayan kepercayaan Louise. "Apakah Anda juga memiliki bukti kejanggalan laporan keuangan kediaman ini?"
Harold melangkah maju dengan ekspresi serius.
"Ya, Yang Mulia Duchess. Saya telah menemukan bukti yang menguatkan apa yang Anda katakan. Laporan keuangan selama beberapa tahun terakhir memang menunjukkan kejanggalan besar."
Harold menyerahkan dokumen tambahan kepada Duke Louise, yang mulai membacanya dengan wajah semakin suram. Jasmine mendekat ke Louise dan berbicara dengan nada dingin. "Tidakkah kau merasa aneh, Louise? Pengeluaran kediaman Clair setiap bulan begitu besar, tetapi tidak ada perubahan berarti. Bahkan penampilan para pelayan di sini lebih mewah dibandingkan dengan tuannya."
Louise tidak menjawab. Ia terus membaca dokumen-dokumen itu dengan saksama, wajahnya penuh keterkejutan dan ketidakpercayaan. Cecilia, di sisi lain, mulai kehilangan kendali atas ekspresinya. Ia gelisah, matanya terus melirik ke arah para pelayan dan pengawal yang ia bawa.
"Bagaimana, Duke?" tanya Jasmine dengan nada mengejek. "Masih tidak percaya?"
Cecilia mencoba angkat bicara. "Ini pasti kesalahpahaman, Yang Mulia. Mereka tidak mungkin melakukan itu. Saya yang membawa mereka ke sini. Saya tahu mereka adalah orang-orang yang jujur."
Jasmine menatap Cecilia dengan tajam. "Kau tahu mereka jujur? Atau kau tahu mereka pandai mencuri untukmu? Sepertinya pelayan dan pemilik sama sama suka mencuri. Pelayan mencuri uang, sementara majikannya mencuri suami orang." Sindir Duchess Jasmine.
Cecilia berdiri dari kursinya, berusaha mempertahankan perasaan tanpa rasa bersalah."Ini fitnah! Duchess Jasmine, Anda tidak punya hak untuk menghina saya seperti ini!"
Jasmine mendekat ke Cecilia, berbicara dengan suara pelan namun penuh ancaman. "Aku tidak menghina. Aku hanya menunjukkan fakta. Jika kau ingin membantah, buktikan bahwa kau tidak terlibat."
Louise, yang masih membaca dokumen-dokumen itu, akhirnya menutupnya dengan suara berat. "Ini... ini semua benar?" tanyanya, suaranya terdengar lemah.
Harold angkat bicara, mencoba menenangkan situasi.
"Yang Mulia Duke, saya telah menyelidiki ini. Semua bukti menunjukkan bahwa yang dikatakan Duchess benar."
Cecilia tampak semakin terpojok. Ia mencoba berbicara, tetapi tidak ada kata yang keluar dari mulutnya. Jasmine, di sisi lain, merasa puas melihat Cecilia kehilangan kendali.
Louise tidak menjawab. Ia hanya menatap Jasmine dengan wajah yang sulit dibaca, sementara Cecilia terdiam, wajahnya pucat pasi. Ruangan itu dipenuhi keheningan tegang, menunggu apa yang akan terjadi selanjutnya.