Xin Lian, seorang dukun terkenal yang sebenarnya hanya bisa melihat hantu, hidup mewah dengan kebohongannya. Namun, hidupnya berubah saat seorang hantu jatuh cinta padanya dan mengikutinya. Setelah mati konyol, Xin Lian terbangun di dunia kuno, terpaksa berpura-pura menjadi dukun untuk bertahan hidup.
Kebohongannya terbongkar saat Pangeran Ketiga, seorang jenderal dingin, menangkapnya atas tuduhan penipuan. Namun, Pangeran Ketiga dikelilingi hantu-hantu gelap dan hanya bisa tidur nyenyak jika dekat dengan Xin Lian.
Terjebak dalam intrik istana, rahasia masa lalu, dan perasaan yang mulai tumbuh di antara mereka, Xin Lian harus mencari cara untuk bertahan hidup, menjaga rahasianya, dan menghadapi dunia yang jauh lebih berbahaya daripada yang pernah dia bayangkan.
"Bukan hanya kebohongan yang bisa membunuh—tapi juga kebenaran yang kau ungkap."
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Seojinni_, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 16 : "Di Balik Senyum, Ada Ketegangan"
Malam semakin larut, dan udara dingin Istana Tianlan menyusup melalui celah jendela, menembus tubuh dengan tajam. Di dalam kamar yang sunyi, dua jiwa terikat oleh kutukan dan takdir, namun keheningan yang mencekam tetap menyelimuti ruang itu, seperti waktu yang berhenti sejenak.
Tianlan terbaring di pembaringannya, matanya terjaga, menatap langit-langit yang suram. Tidur terasa begitu jauh, meskipun tubuhnya lelah setelah seharian penuh dengan tugas. Namun malam ini, ada perasaan yang mengusik ketenangannya, sesuatu yang tak bisa ia pahami, meskipun ia berusaha menenangkan diri.
Di sampingnya, Xin Lian terbaring dengan tenang, tubuhnya terbungkus selimut, tampak damai dalam tidurnya. Namun, ketenangan itu hanya bertahan sesaat. Dalam tidurnya, Xin Lian mulai bergerak, dan yang terjadi selanjutnya membuat Tianlan terkejut.
***
Mimpi Xin Lian:
Di dunia mimpi, Xin Lian tampak sedang berlari mengejar sesuatu—sebuah benda yang tampaknya sangat berharga baginya. Matanya penuh semangat, dan tubuhnya bergerak lincah, seperti biasanya. Namun, dalam dunia mimpi ini, Xin Lian tampak sedikit... barbar. Ia melompat ke sana kemari, terkadang menggerakkan tangan dengan semangat yang berlebihan, seolah berusaha menangkap sesuatu yang tak bisa dijangkau.
Di satu titik, dia mengangkat tangan dan—tanpa sadar—memukul Tianlan yang terbaring di sampingnya. Tianlan terkejut, tubuhnya terjaga seketika. Namun, Xin Lian tampak tidak terganggu sama sekali, bahkan melanjutkan gerakannya yang semakin acak-acakan.
Tianlan menatap Xin Lian dengan mata terbuka lebar, mencoba memahami apa yang sedang terjadi. Ia merasa seperti sedang menjadi korban dari mimpi Xin Lian yang penuh kegembiraan dan kekacauan. Sebuah pukulan kecil mendarat di pipinya, diikuti dengan tendangan ringan yang hampir membuatnya terjatuh dari tempat tidur.
Dengan wajah yang terkejut dan bingung, Tianlan perlahan-lahan mencoba menghindar dari serangan-serangan mimpi Xin Lian. Namun, setiap kali ia bergerak, Xin Lian seolah semakin mendekat dan bertindak lebih agresif. Tanpa sadar, Xin Lian malah menambah kekacauan dengan memeluk Tianlan erat-erat saat berbalik tidur, membuat Tianlan terperangkap dalam pelukannya.
Tianlan terdiam, tubuhnya membeku. Ia merasa seolah dunia berhenti berputar sejenak, terjebak dalam pelukan Xin Lian yang begitu erat, meskipun gadis itu masih tidur dengan tenang, tanpa menyadari apa yang terjadi. Dalam keadaan seperti ini, Tianlan tidak tahu harus bagaimana. Ia merasa canggung, bingung, dan sedikit kesal—namun ada sesuatu yang aneh dalam perasaannya. Mungkin, itu adalah kenyamanan yang ia rasakan meskipun dalam situasi yang begitu tidak biasa.
Namun, mimpi Xin Lian tidak berhenti begitu saja. Tiba-tiba, dia terbangun dalam tidurnya, masih terbungkus selimut, dan tanpa sadar, ia mulai berbicara dalam tidurnya. "Tianlan, kau... kau sangat tampan, tapi sayang... wajahmu terlalu kaku...!" ucapnya dengan suara yang agak bingung, seolah memikirkan sesuatu yang tak jelas.
Tianlan hampir tidak bisa menahan tawa, meskipun ia merasa sedikit canggung. Xin Lian, yang masih tertidur, melanjutkan gerakannya yang semakin tidak terkendali, membuat Tianlan semakin terjebak dalam situasi yang aneh ini. Setiap kali Xin Lian bergerak, ia merasa tubuhnya semakin terhimpit, seolah dunia ini hanya terdiri dari dirinya dan gadis yang sedang tidur dengan polosnya.
Akhirnya, setelah beberapa saat yang penuh dengan kekacauan, Xin Lian berhenti bergerak dan kembali tidur dengan damai. Tianlan, yang masih terjebak dalam pelukannya, hanya bisa terdiam. Ia merasa bingung, canggung, dan sedikit terhibur dengan kejadian yang baru saja terjadi. Perlahan-lahan, ia mencoba untuk melepaskan diri dari pelukan Xin Lian yang tampaknya sangat nyaman, meskipun ia tahu bahwa gadis itu tidak akan pernah mengingat kejadian ini.
Dengan hati yang masih diliputi kebingungan dan sedikit kesal, Tianlan perlahan-lahan menutup matanya, mencoba untuk tidur kembali. Namun, perasaan yang aneh tetap mengganggunya. Ia tidak tahu apa yang terjadi, tetapi entah mengapa, ia merasa bahwa hubungan mereka telah berubah sedikit, meskipun tidak ada kata-kata yang terucap antara mereka.
***
Permainan Pagi yang Menggelikan
Suasana pagi di dalam kamar Tianlan begitu sunyi, hanya terdengar desiran angin lembut yang masuk melalui celah jendela. Sinar matahari yang mulai menyinari dunia luar membawa kehangatan yang perlahan merayap ke dalam kamar, menerangi segala sesuatu dengan lembut. Di luar, burung-burung bernyanyi riang, namun di dalam kamar ini, semuanya tampak terhenti sejenak, seolah menunggu sesuatu yang tak terduga.
Xin Lian perlahan membuka matanya, merasa hangat dan nyaman. Namun, saat dia mencoba untuk bergerak, ada sesuatu yang menghalangi gerakannya. Dengan sedikit kebingungan, dia menyadari bahwa tubuhnya terpeluk erat oleh seseorang. Matanya yang terpejam perlahan terbuka, dan dia melihat Tianlan, pria yang selalu tampak dingin dan serius, sedang terbaring di sampingnya dengan wajah yang tenang, namun tidak tahu bahwa mereka kini dalam posisi yang sangat intim.
Pikiran pertama Xin Lian adalah untuk melepaskan diri dari pelukan ini, namun begitu dia merasakan kehangatan tubuh Tianlan yang begitu dekat, hatinya tiba-tiba terasa tenang. Tanpa sadar, bibirnya melengkungkan senyum licik. "Hmmm, menarik," gumamnya pelan, matanya menyelidik wajah Tianlan yang tampak tenang dalam tidurnya. "Tianlan, kau sangat tampan... meskipun ekspresimu itu... sangat membosankan."
Xin Lian tidak merasa canggung. Bahkan, dia merasa puas berada dalam pelukan pria tampan ini. Perlahan, dia menghela napas, menikmati kenyamanan ini lebih lama. Namun, seiring berjalannya waktu, dia mulai merasa bosan. Tianlan masih terlelap, dan dia memutuskan untuk sedikit menggoda.
Dengan suara yang sengaja dibuat manja, Xin Lian berbisik pelan, "Sayang, ayo bangun. Matahari sudah cukup terik untuk membakar pantatmu, kau tahu? Jangan sampai orang lain mulai bergosip tentang kita, itu akan sangat merepotkan." Dia tertawa kecil, menikmati permainan ini.
Namun, Tianlan tetap tidak bergerak. Xin Lian mendengus kecil, merasa sedikit kesal. "Tianlan, ayo bangun! Aku lapar, aku ingin makan! Atau... kau mau jadi makananku?" Tanpa memberi waktu bagi Tianlan untuk merespon, dia tiba-tiba menggigit lengan Tianlan dengan cukup kuat, seolah-olah ingin memastikan bahwa pria itu bangun.
Tianlan yang terkejut langsung terjaga karena rasa sakit, tubuhnya bergerak sedikit, dan Xin Lian mendengus penuh kemenangan. "Dasar pria brengsek," ejeknya dengan nada penuh keisengan. "Kau mengambil keuntungan begitu banyak, memelukku begitu erat sampai aku hampir kehabisan napas. Mengapa? Apakah begitu nyaman memeluk tubuh lembut seorang gadis?" Senyum liciknya semakin lebar saat melihat reaksi Tianlan yang terkejut.
Tianlan, yang masih sedikit bingung, mendengus pelan. "Kau berani mengatakan itu?" Suaranya masih serak, tetapi ada kekesalan yang samar terdengar. "Apa kau tahu bagaimana ganasnya tidurmu? Kau menendang, menampar, bahkan aku hampir terjatuh ke tanah. Kau kira aku memelukmu karena ingin? Itu hanya agar kau tidak bergerak dengan gila dan membalikkan tempat tidur," jelasnya.
Xin Lian terkikik mendengar penjelasan Tianlan, merasa terhibur dengan cara pria itu mencoba membela diri. "Hah! Jadi itu alasanmu?" dia menyeringai nakal. "Aku kira kau hanya ingin menikmati pelukan ini. Tapi ternyata, kau hanya takut aku akan mengacak-acak tempat tidurmu. Dasar, kau ini pria yang sangat membosankan."
Dengan senyum nakal yang tak bisa disembunyikan, Xin Lian memutuskan untuk memulai permainan pagi ini. "Sayang," katanya dengan suara lembut, namun penuh godaan, "kenapa kau begitu galak? Apa kau lupa bagaimana panasnya hubungan kita semalam?" Suaranya terdengar sangat manis, namun ada kelicikan yang tersembunyi di balik kata-katanya.
Tianlan yang mendengar kata 'sayang' langsung terkejut. Matanya yang biasanya dingin kini membelalak, dan wajahnya yang biasa tanpa ekspresi tiba-tiba memerah semerah tomat matang. Xin Lian yang melihat reaksi itu semakin bersemangat. "Wah, Sayang, kau memerah! Apa kau malu?" godanya semakin berani, sambil tersenyum penuh kemenangan.
Tianlan, yang merasa terkejut namun tak bisa menahan rasa malu yang tiba-tiba muncul, mencoba untuk tetap tenang. Namun, Xin Lian terus mendekatkan wajahnya, memasang ekspresi manja seperti anak anjing yang ingin mendapatkan perhatian. "Sayang," katanya lagi, kali ini lebih genit, "kenapa kau begitu diam? Apa kau tidak ingin aku lebih dekat lagi?"
Xin Lian yang sangat menikmati godaannya, terus saja mendekat, wajahnya yang imut dan polos membuat Tianlan semakin tidak tahu harus berkata apa. Jika orang lain melihatnya, mereka pasti akan mengira bahwa Xin Lian adalah gadis yang sangat manis dan lembut. Namun, Tianlan tahu betul siapa gadis ini sebenarnya.
Tianlan yang mulai merasa tidak tahan dengan kedekatan Xin Lian, akhirnya menepis wajahnya yang terus mendekat. "Jangan dekat-dekat," katanya, suara yang terdengar lebih serak dari biasanya. Namun Xin Lian tidak berhenti, malah semakin berani.
"Kenapa? Apa kau takut?" godanya, dan dengan cepat tangannya bergerak ke arah perut Tianlan, menggelitiknya. Tianlan yang terkejut langsung tertawa terbahak-bahak, suara yang jarang terdengar keluar dari dirinya. Xin Lian yang melihat reaksi itu semakin semangat, tertawa riang dan terus menggelitiknya tanpa henti.
Tanpa sengaja, telapak tangannya menyentuh otot perut Tianlan yang keras, membentuk delapan kotak yang jelas terlihat. Xin Lian, dengan mata yang berbinar-binar, tidak bisa menahan diri. "Wow, Tianlan, otot perutmu sangat bagus! Ayo buka pakaianmu, aku ingin melihat lebih jelas." Suaranya penuh dengan rasa ingin tahu dan semangat yang tidak bisa disembunyikan.
Tianlan, yang kini merasa terkejut dan sedikit terlecehkan, menatap Xin Lian dengan mata yang penuh amarah. "Kau... tidak tahu malu," katanya pelan, hampir tak percaya dengan keberanian Xin Lian. "Apa kau tidak mengerti batasan antara pria dan wanita?"
Xin Lian hanya tertawa dengan santai. "Batasan? Apa itu? Aku hanya penasaran saja." Dia melirik Tianlan dengan penuh kelicikan, namun ada senyum nakal yang terus mengembang di wajahnya. "Kau tahu, aku rasa kau lebih tampan tanpa pakaian," tambahnya dengan suara genit.
Tianlan, yang kini merasa sedikit canggung, hanya bisa mendengus. "Kau memang gadis yang aneh," katanya pelan, meskipun ada senyum kecil yang tersungging di bibirnya.
Xin Lian hanya tertawa kecil, merasa puas dengan permainan yang baru saja dia mainkan. "Aku memang gadis yang aneh, tapi bukankah itu yang membuat hidup ini lebih menarik?" jawabnya dengan senyum licik.
Keributan yang tercipta semakin menjadi-jadi, membuat para pelayan yang datang untuk mengirimkan air dan membersihkan wajah mereka terdiam dan berdiri tegak di luar pintu. Mereka mendengar suara tawa Xin Lian yang menggema di dalam kamar, dan suara Tianlan yang terdengar sedikit canggung. Mereka saling berpandangan, tidak berani masuk, tetapi tidak bisa menahan rasa ingin tahu mereka.
Tiba-tiba, suara berdeham terdengar dari luar pintu. Seorang pria berdiri di ambang pintu, dan semua orang yang ada di dalam kamar langsung terdiam. Kaisar, yang biasanya begitu tenang dan penuh wibawa, kini berdiri di luar dengan ekspresi yang sulit dibaca. "Tianlan... apa yang terjadi di sini?"
awal yg menarik 😍