Kisah kali ini bergenre fantasy lokal, Ini bukan Milky way 4, ini adalah perjalan seorang Resi yang mereka sebut sebagai Maha Guru di cerita Milky Way
ini awal mula sebuah kisah Milky Way. Perjalanan Seorang Resi bernama Mpu Bharada untuk menemukan tanah impian. sebuah tempat dimana dia bisa mendirikan sebuah kebahagiaan dan kedamaian.
Seharusnya ini menjadi flashback tiap episode Milky Way. tetapi karena cerita Milky Way akan berkembang ke arah dataran legenda yang mereka sebut sebagai negara tersembunyi, dan juga Milky Way 4 nanti menceritakan tentang kelahiran kembali Mpu Bharada di era modern, maka saya putuskan untuk membawa kisah perjalanan sang Resi dalam bentuk cerita utuh.
note : cerita ini adalah awal mula. jadi tidak perlu baca Milky Way seri Vallena dulu
untuk nama tokoh, mungkin tidak terdengar asing, sebab saya mengambil nama tokoh tokoh terkenal, mitos mitos dalam sejarah jawa kuno beserta ilmu ilmu kanuragan pada masa lampau
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Lovely, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Pertempuran Akhir
Malam yang sunyi berubah menjadi medan pertempuran yang penuh dengan kehancuran. Raka, tubuhnya kini bersinar merah seperti bara api, berdiri tegap dengan napas yang berat dan berasap. Setiap embusan napasnya mengeluarkan panas yang menyala seperti lava, dan otot-ototnya terlihat bersinar seolah-olah api mengalir di dalam tubuhnya.
Di hadapannya, Suminarti melangkah perlahan. Sosok wanita iblis itu berubah menjadi lebih mengerikan. Mulutnya, yang sebelumnya hanya menyeringai, kini melebar hingga mencapai pangkal rahangnya, memperlihatkan deretan gigi tajam yang berkilauan seperti pisau. Lidahnya bisa menjulur panjang hingga menyentuh perut, bergerak seperti ular yang lapar. Kulitnya berubah menjadi hitam legam, seperti darah kering yang mengeras.
Tangannya kini lebih besar, jari-jarinya memanjang dengan kuku yang tajam seperti belati. Dengan setiap gerakan, tanah di bawahnya bergetar, dan suara raungan yang keluar dari tenggorokannya menggema seperti monster yang lahir dari dalam gunung.
Mpu Bharada, yang berdiri di kejauhan, hanya bisa menatap dengan ngeri.
“Pertarungan ini akan sangat berbahaya untuk Raka meski dia menang” pikirnya sambil berusaha berlindung di balik reruntuhan rumah.
“Ayo, anak kecil,” kata Suminarti dengan suara yang kini terdengar lebih berat dan dalam. “Tunjukkan padaku apa yang bisa kau lakukan dengan amarahmu.”
Raka tidak menjawab. Ia hanya melangkah maju, setiap jejak kakinya meninggalkan jejak bara yang membakar tanah di bawahnya. Api Brajamusti di tangannya berkobar lebih besar, memancarkan panas yang membuat udara di sekitarnya bergetar.
Dengan satu teriakan penuh amarah, Raka melesat ke arah Suminarti dengan kecepatan yang luar biasa. Tinju kanannya, yang bersinar merah terang seperti lava, diarahkan langsung ke wajah Suminarti. Namun, Suminarti dengan cepat mengangkat tangannya yang besar untuk menangkis serangan itu.
BOOM!
Suara dentuman keras terdengar saat pukulan Raka bertemu dengan tangan Suminarti. Ledakan energi dari benturan itu menghancurkan tanah di sekitar mereka, menciptakan kawah besar. Debu dan puing-puing beterbangan, membuat pandangan di sekitar menjadi kabur.
“Hanya ini?” ejek Suminarti sambil mendorong Raka mundur dengan satu dorongan tangannya.
Namun, Raka tidak mundur. Dengan teriakan marah, ia kembali meluncur ke udara, melayangkan pukulan bertubi-tubi ke arah Suminarti. Setiap pukulan menghasilkan ledakan kecil, membuat udara di sekitar mereka penuh dengan api dan panas.
Suminarti, meskipun lebih besar dan tampak lebih lamban, dengan mudah menangkis setiap serangan. Tangannya yang besar dan panjang bergerak seperti cambuk, menghantam tubuh Raka berkali-kali. Namun, pemuda itu tidak mundur. Setiap kali ia terjatuh, ia kembali bangkit dengan api yang semakin besar.
“Kau keras kepala, anak kecil,” kata Suminarti sambil melayangkan pukulan ke arah Raka. Pukulan itu mengenai dada Raka, membuat tubuhnya terpental ke udara dan menghantam batang pohon besar yang langsung hancur.
Namun, sebelum Suminarti sempat mengejar, Raka sudah kembali meluncur ke arahnya. Kali ini, ia tidak hanya mengandalkan tinju, tetapi juga melepaskan panah api Brajamusti dari mulutnya. Panah api itu melesat cepat, menerangi malam yang gelap dengan cahaya jingga.
Suminarti melompat tinggi, menghindari serangan itu dengan gerakan yang terlihat tidak mungkin untuk makhluk sebesar dirinya. Namun, serangan Raka belum berhenti. Ia terus melayangkan panah-panah api dari udara, memaksa Suminarti untuk melompat dan menghindar.
Keduanya kini bertarung di udara, melayang setinggi pohon pinus. Pukulan dan serangan mereka menciptakan ledakan-ledakan besar yang mengguncang tanah di bawah mereka. Rumah-rumah yang tersisa hancur menjadi puing-puing, dan pohon-pohon tumbang satu per satu.
Meskipun Suminarti tampak mendominasi di awal, perlahan ia mulai terdesak. Raka, yang dipenuhi oleh amarah dan kesedihan, melayangkan serangan dengan intensitas yang semakin tinggi. Tangannya yang bersinar merah seperti lava kini memancarkan panas yang bahkan terasa di kejauhan.
Setiap kali Suminarti mencoba menyerang balik, Raka dengan cepat menghindar dan membalas dengan serangan yang lebih kuat. Salah satu pukulannya menghantam bahu Suminarti, membuat makhluk itu terdorong mundur untuk pertama kalinya.
“Tidak mungkin…” gumam Suminarti, matanya yang putih menyipit. “Dia semakin kuat… ini tidak masuk akal!”
Namun, Raka tidak memberinya waktu untuk berpikir. Ia melesat ke arah Suminarti dengan kecepatan luar biasa, melayangkan pukulan beruntun yang semakin sulit untuk ditangkis. Suminarti, yang biasanya penuh percaya diri, mulai menunjukkan tanda-tanda kelelahan.
Di bawah mereka, Mpu Bharada hanya bisa menyaksikan dengan cemas. Desa yang sudah hancur kini hampir tidak meninggalkan apa pun. Tanahnya penuh dengan kawah-kawah besar, dan reruntuhan rumah berserakan di mana-mana. Udara dipenuhi oleh debu dan panas, membuat napas menjadi sulit.
“Raka… selesaikan sekarang juga sebelum tubuhmu hancur,” gumam Mpu Bharada. “Ajian Brajamusti akan menghancurkan mu jika kau terlalu lama menggunakannya.”
Namun, Raka tidak peduli. Ia hanya fokus pada satu hal, yaitu menghancurkan Suminarti. Tubuhnya kini hampir sepenuhnya dikuasai oleh api Brajamusti, dan pikirannya dipenuhi oleh amarah dan kesedihan.
Suminarti, yang kini terpojok, mulai menyadari bahwa ia tidak bisa lagi meremehkan Raka. Ia mengerahkan seluruh kekuatannya, melepaskan raungan yang membuat udara bergetar dan tanah di bawahnya retak. Namun, Raka tetap tidak gentar. Dengan satu teriakan penuh amarah, ia melayangkan pukulan terakhir yang menghantam dada Suminarti dengan kekuatan luar biasa, membuat makhluk itu terlempar jauh ke udara.
Meskipun tidak kalah, untuk pertama kalinya, Suminarti tampak terdesak. Pertarungan ini belum selesai, tetapi Raka telah menunjukkan bahwa ia bukan lagi sekadar pahlawan desa. Ia adalah pejuang yang siap melawan hingga akhir.
tapi untuk penulisan udah lebih bagus. deskripsi lingkungan juga udah meningkat 👍