Di tengah dunia magis Forgotten Realm, seorang pemuda bernama Arlen Whiteclaw menemukan takdir yang tersembunyi dalam dirinya. Ia adalah Pemegang Cahaya, pewaris kekuatan kuno yang mampu melawan kegelapan. Bersama sahabatnya, Eira dan Thorne, Arlen harus menghadapi Lord Malakar, penyihir hitam yang ingin menaklukkan dunia dengan kekuatan kegelapan. Dalam perjalanan yang penuh dengan pertempuran, pengkhianatan, dan pengorbanan, Arlen harus memutuskan apakah ia siap untuk mengorbankan segalanya demi kedamaian atau tenggelam dalam kegelapan yang mengancam seluruh Forgotten Realm.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon orionesia, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kegelapan yang Mendekat
Saat bayangan gelap itu semakin mendekat, aura dingin menjalari udara, membuat ketiga sahabat itu merasakan kekuatan jahat yang begitu besar. Arlen mengepalkan tangannya, sementara Eira dan Finn memasang kuda-kuda defensif, bersiap untuk menghadapi ancaman yang tak terduga.
"Malakar... dia benar-benar menemukan kita," ujar Eira dengan suara bergetar.
Joran, yang masih berdiri di belakang mereka, menundukkan kepala penuh rasa bersalah. “Ini semua salahku. Malakar mampu menemukan jalan menuju Tanah Pelindung karena informasi yang pernah kuberikan kepadanya.”
Finn menoleh tajam ke arah Joran, kemarahan tergurat di wajahnya. “Lalu apa gunanya kau membawa kami sejauh ini jika pada akhirnya dia akan tetap datang?”
Joran tak bisa menjawab, hanya menatap tanah di bawah kakinya. Arlen menempatkan tangannya di bahu Finn, menenangkan sahabatnya yang sedang marah.
“Kita tidak bisa menyalahkan Joran sekarang, Finn. Yang perlu kita pikirkan adalah bagaimana melawan Malakar dan mencegahnya masuk ke Tanah Pelindung.”
Arlen kemudian menatap Joran, nadanya tegas namun tidak menyalahkan. “Apa yang kita hadapi? Bagaimana kekuatan Malakar sekarang?”
Joran menghela napas panjang, tampak bimbang sejenak sebelum akhirnya berbicara. “Malakar memiliki kekuatan kegelapan yang luar biasa. Setelah aku meninggalkan Pengawal Cahaya, dia menguasai banyak mantra terlarang, memperdalam sihir kegelapan yang membuatnya hampir tidak terkalahkan. Untuk menghentikannya, kalian perlu bekerja sama dan tetap berpegang pada Cahaya.”
Eira menatap bayangan itu yang semakin mendekat, kilatan cemas tampak di matanya. “Bagaimana caranya? Kami bahkan belum memiliki kekuatan penuh dari Cahaya.”
Arlen tersenyum samar, mencoba menunjukkan keyakinannya. “Kita mungkin belum sempurna, tapi kita punya satu sama lain. Itu sudah cukup.”
Tiba-tiba, sosok Malakar menjadi semakin jelas, melayang di atas mereka dalam bentuk bayangan besar dengan mata merah menyala yang memancarkan kebencian. Suaranya bergema, memenuhi ruangan dengan aura ancaman.
“Kalian pikir bisa bersembunyi dariku? Cahaya tidak akan pernah bisa menutupi bayangan yang aku bawa!” seru Malakar dengan tawa sinis yang menggema.
Arlen merasakan nyali mereka diuji di hadapan sosok yang begitu mengintimidasi. Ia menegakkan tubuhnya, menatap Malakar tanpa rasa gentar. “Kami tidak akan membiarkanmu masuk ke Tanah Pelindung, Malakar!”
Malakar tertawa lebih keras, seolah-olah keberanian Arlen hanya candaan baginya. “Kau seorang anak ingusan yang bahkan belum memahami kekuatanmu sendiri, dan kau ingin menantangku?”
Finn maju selangkah, menatap tajam ke arah Malakar. “Kami mungkin tidak sehebat dirimu, tapi kami punya keberanian dan tekad. Itu sudah cukup untuk melawanmu.”
Malakar mengangkat tangannya, dan bayangan gelap mulai menyelimuti aula. Suasana menjadi mencekam saat kegelapan semakin pekat, seolah-olah mereka sedang berdiri di tengah malam yang sunyi. Eira merasakan hawa dingin menjalar ke seluruh tubuhnya, seakan-akan kegelapan itu mencoba menembus hingga ke jiwanya.
Joran yang berdiri di belakang mereka, berbisik cepat, “Gunakan hati kalian. Fokuskan energi Cahaya di dalam diri kalian. Itu satu-satunya cara untuk menghalangi kegelapan Malakar.”
Arlen menutup matanya, mencoba merasakan Cahaya yang tersembunyi dalam dirinya. Begitu pula dengan Finn dan Eira, yang mencoba mengendalikan perasaan takut mereka dan menggantinya dengan ketenangan. Mereka merasakan aliran energi yang lembut namun kuat mulai membanjiri tubuh mereka.
“Aku bisa merasakannya,” bisik Eira dengan penuh harap.
Finn mengangguk, mencoba tetap fokus. “Aku juga. Ini seperti… kehangatan yang memberiku kekuatan.”
Namun, Malakar menyadari apa yang mereka coba lakukan. Ia mengerutkan kening, kemudian mengayunkan tangannya, melemparkan gelombang energi hitam yang begitu kuat ke arah mereka. Energi itu meluncur cepat, seolah-olah hendak menghancurkan mereka seketika.
“Awas!” Arlen berseru, berusaha melindungi teman-temannya.
Namun, tepat saat energi gelap itu mendekat, lapisan Cahaya muncul di sekitar mereka, memantulkan serangan Malakar. Cahaya itu menyilaukan, membuat Malakar mundur sejenak, tampak terganggu oleh kekuatan yang tidak ia duga akan mereka miliki.
Malakar menggertakkan giginya, terlihat marah dan tak percaya. “Bagaimana mungkin kalian memiliki kekuatan seperti ini?”
Arlen tersenyum tipis. “Ini adalah Cahaya yang lahir dari keberanian dan persahabatan. Kegelapanmu tidak akan mampu melawannya.”
Malakar merentangkan tangannya, energi hitam kembali berkumpul di sekitarnya. “Aku tidak akan menyerah begitu saja. Kalian akan merasakan kekuatan penuh dari sihir kegelapanku!”
Eira menatap Arlen dan Finn, memberikan isyarat bahwa mereka harus bersiap. “Arlen, Finn, kita harus menyerang bersamaan. Kita tidak bisa memberinya kesempatan lagi.”
Arlen mengangguk, kemudian bersama Finn dan Eira, mereka mengumpulkan Cahaya di dalam diri mereka, memusatkan energi itu hingga membentuk cahaya yang semakin terang. Cahaya itu mulai bersinar di tangan mereka, berubah menjadi seperti senjata yang berkilauan.
“Sekarang!” teriak Arlen.
Mereka bertiga mengarahkan Cahaya tersebut ke arah Malakar, membentuk serangan gabungan yang begitu kuat. Cahaya itu menghantam Malakar dengan kekuatan luar biasa, membuatnya berteriak kesakitan saat tubuhnya tertutup oleh kilauan terang. Bayangan di sekitar aula seolah tercerai-berai, dan Malakar terdorong mundur, kehilangan keseimbangan.
Namun, saat Cahaya mulai meredup, sosok Malakar terlihat masih berdiri di sana, meski dengan wajah yang terluka. Tawa dinginnya kembali terdengar, seolah-olah serangan mereka tidak cukup untuk menghancurkannya sepenuhnya.
“Kalian memang kuat, lebih kuat dari yang kuduga,” ujarnya dengan nada sinis. “Tapi jangan berpikir bahwa Cahaya kalian cukup untuk mengalahkanku. Aku akan kembali, dan saat itu, kalian akan menyesal pernah menentangku.”
Malakar perlahan menghilang dalam bayangan, meninggalkan mereka yang masih terengah-engah dan berjuang untuk berdiri. Joran, yang menyaksikan semuanya dengan tatapan penuh kekaguman, mendekati mereka.
“Kalian… kalian benar-benar telah menguasai Cahaya. Pengawal Cahaya akan bangga pada kalian,” ucapnya dengan suara penuh penghargaan.
Arlen menghela napas, menyeka keringat di dahinya. “Kita memang berhasil mengusirnya kali ini. Tapi aku merasa dia tidak akan berhenti begitu saja.”
Eira menggenggam tangan Finn, mencoba memberikan dukungan. “Kita harus tetap bersatu. Selama kita bersama, kita punya kekuatan untuk melawan.”
Finn menatap ke arah pintu Tanah Pelindung yang kini terbuka lebih lebar, seolah mengundang mereka untuk melangkah masuk. “Ayo. Perjalanan kita baru saja dimulai. Tanah Pelindung menanti.”
Mereka melangkah bersama ke dalam Tanah Pelindung dengan hati yang dipenuhi oleh campuran perasaan waspada dan takjub. Begitu memasuki pintu, mereka disambut oleh pemandangan yang memukau: langit berwarna biru jernih, hamparan rumput hijau, dan aliran sungai yang berkilauan di bawah cahaya matahari.
Finn terdiam sejenak, matanya membesar. “Tempat ini… seperti surga. Tidak ada bayangan kegelapan yang menyentuhnya.”
Joran, yang berdiri di belakang mereka, tersenyum kecil. “Inilah Tanah Pelindung. Tempat ini adalah pusat kekuatan Cahaya, namun keberadaannya harus tetap tersembunyi dari Malakar dan pengikutnya. Jika dia berhasil menguasai tempat ini, Cahaya di seluruh Alam Terlupakan akan sirna.”
Arlen memandang sekeliling dengan rasa takjub sekaligus kecemasan. “Jadi ini tujuan kita. Tapi apa yang harus kita lakukan di sini untuk menghentikan Malakar?”
Joran menarik napas dalam-dalam, mengarahkan pandangannya pada sebuah kuil besar yang berdiri megah di kejauhan. “Di dalam kuil itu terdapat Relik Cahaya. Jika kalian berhasil menyatukan kekuatan kalian dengan Relik tersebut, kalian akan memiliki kekuatan yang cukup untuk mengalahkan Malakar.”
Eira menggenggam tangan Arlen, suaranya penuh ketetapan. “Kita tidak punya banyak waktu. Malakar akan kembali, dan dia pasti tidak akan datang sendirian.”
Arlen menatap kuil tersebut, cahaya tekad bersinar di matanya. “Kalau begitu, kita tidak akan menunggu. Kita akan bertarung, dan kali ini, kita tidak akan lari. Ini bukan hanya soal kemenangan, tapi tentang menyelamatkan segalanya yang kita cintai.”
Mereka saling pandang, menyadari bahwa perjuangan mereka baru dimulai—dan di hadapan mereka terhampar ujian yang akan menentukan nasib Alam Terlupakan.