Semasa Joanna kecil ia tidak pernah menyukai kehadiran anak-anak laki-laki yang tinggal satu rumah dengannya. Namun, ketika duduk dibangku SMA Joanna merasa dirinya merasakan gejolak aneh. Ia benci jika Juan dekat dengan orang lain. Ia tidak bisa mengartikan perasaannya pada laki-laki itu.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Agnettasybilla, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
21 : Tentang Juan
...- happy reading -...
...***...
"Lo harus tau alasan gue ga pernah peduli sama Lo." Juan mengerutkan dahinya.
"Gue punya perasaan yang ga seharusnya tumbuh sejak kita kecil." Juan tidak mengerti dengan ucapan Joanna barusan, perasaan apa yang di maksud?
"Maksud Kakak?" Juan menatap Joanna, meminta kejelasan.
"Gue suka sama lo."
Juan membelalak kan matanya akibat terkejut, ia merasa semuanya tak masuk akal.
"Kak? Ga bercanda, kan?" tanya Juan memastikan.
Lampu merah sudah berubah menjadi biru, Joanna kembali menginjak gas dan mengemudikan mobilnya membelah jalanan kota.
"Apa kakak terlihat seperti bercanda?" tanya Joanna serius. Juan justru menelan ludahnya, bagaimana bisa?
"Itu sebabnya gue ga mau deket sama lo. Gue bertindak seakan gue benci sama lo. Biar perasaan ini ilang Juan. Lo ga tau kan perjuangan gue selama 10 tahun ini? Tapi apa yang gue dapet? Gue ga bisa menganggap lo sebagai adik, gue ga bisa alihkan perhatian gue dari lo."
Joanna membeberkan semua fakta yang di alaminya. Bagaimana dirinya mencoba menolak mentah mentah perasaan nya, berharap semua perasaan itu kandas. Tapi setelah 10 tahun lamanya tak ada yang berubah. Harus bagaimana sekarang? la harap setelah mengungkapkan perasaan nya ia akan merasa lega.
"But we're siblings! Ga seharusnya ini terjadi."
Juan menatap sendu Joanna. la hanya mengharapkan perhatian Joanna, bukan pernyataan cinta seperti ini.
"I know."
Keduanya kembali terdiam, sibuk dengan pikiran masing masing. Suasana berubah canggung seketika, rasanya ingin cepat cepat sampai rumah dan mengunci diri di kamar.
"Gue tau gue jahat kalo gue bilang ini ke lo, tapi gue rasa lo perlu tau ini." Joanna kembali berujar namun matanya masih fokus menatap jalanan.
"Lo bukan adik gue."
Satu kalimat yang berhasil membuat gadis itu terhujam, bagaimana mungkin Joanna mengatakan itu padanya?
"Atas dasar apa lo bilang gitu?" Nada suara Juan berubah, bahkan kata lo gue ia lontarkan.
"Sepasrah itu lo sampe harus bilang kalo gue bukan adik lo? Terus lo pikir gue percaya? Gue—"
"LO ANAK ANGKAT!"
Bentakan Joanna membuat suasana menjadi semakin keruh, setetes air mata menetes melewati pipi Juan. Kenapa semua semakin rumit?
"Lo cuma anak angkat, lo diambil di panti asuhan buat nemenin gue. Kita ga ada hubungan darah!"
Bagai di sambar petir Juan tertampar oleh semua fakta yang di beberkan Joanna. Tangisnya semakin kencang, terisak dan tak dapat di bendung lagi. Mendengar itu Joanna merasa bersalah, tapi ini memang fakta sebenarnya. Mau sampai kapan mereka menutupinya? Juan berhak tau keluarga aslinya bukan?
Juan terdiam selama perjalanan. Joanna pun tak mau mengambil suara lagi. Suasana hening mengambil alih diantara keduanya. Setelah sampai di rumah, Juan segera berlari meninggalkan Joanna yang masih terpaku di dalam mobil. Bunda yang menyadari anaknya sudah pulang pun menyambut di depan pintu.
"Eh anak bunda udah—"
Bunda terdiam saat melihat Juan berjalan melewatinya dengan tergesa gesa, ditambah lagi wajah yang sembab.
"Juan kenapa?" Bunda menahan tangan Joanna yang akan berjalan melewatinya. Melihat Joanna yang hanya diam sembari menatapnya itu membuat Bunda semakin kesal.
"Bryan! Jawab Bunda!"
Dengan tatapan datar Joanna melepaskan cekalan Bunda di lengannya.
"Joanna kasih tau semuanya ke Juan Bun. Dia perlu tau dia siapa..."
Mendengar itu Bunda segera bergegas berlari hendak menghampiri putranya itu, ia tahu maksud putrinya itu. Juan pasti sangat terpukul sekarang. Baru sampai tangga keduanya sudah melihat Juan yang menenteng koper, ia berjalan menuruni tangga dengan wajah menunduk.
"Juan..." Ucap Bunda lirih.
"Lo mau pergi gitu aja?" Suara Joanna barusan berhasil membuat Juan menghentikan langkahnya.
"Lo ga mau denger penjelasan Bunda? Lo ngerasa kecewa sama kita tapi lo lupa siapa yang udah ngebesarin lo?"
Mendengar itu Juan sontak mengangkat kepalanya, ia menatap Bunda dan Joanna bergantian. Rasanya emosi yang tadi menguasainya itu menguap begitu saja, menghilang.
"Bunda..." gumaman kecil itu membuat Bunda langsung memeluk Juan erat, keduanya menangis tersedu sedu.
"Ayo biar kita bicarakan dulu."
***
"Jadi siapa orang tua kandungku?" Juan menatap lurus ke arah Bunda, kedua tangan nya saling bertautan. Gugup.
"Kita ga tau, tapi bunda punya data waktu kamu di adopsi, sebentar ya."
Bunda bangkit lalu berlalu menuju kamarnya, menyisakan Juan dan Joanna dengan keadaan canggung. Keduanya terdiam, tak mau membahas masalah tadi.
"Ini."
Bunda datang dengan seberkas kertas di dalam amplop coklat, dengan cepat Juan mengambilnya dan membukanya.
"Bara Alexander, Tiara Alexander." Juan mulai membaca data milik keluarganya.
"Dan nama aku, Jeremia Alexander?" tanya Juan memastikan lalu diangguki oleh Bunda.
"Ayah sama Bunda kasih kamu nama baru. Kami tau pasti suatu saat semua ini terbongkar, jadi maafin kita ya? Rasa sayang kami tulus buat kamu."
Juan tersenyum kecut, ia tetap harus bersyukur karena hidup berkecukupan selama ini, lagipula kemana kedua orang tuanya? Kenapa mereka malah membuangnya ke panti asuhan?
"Aku juga sayang sama kalian, aku bersyukur kalian yang milih aku buat di bawa pulang."
"Kalau gitu Bunda buatin makanan kesukaan Juan ya? Biar ga sedih lagi." Juan menggeleng pelan.
"Juan udah makan tadi Bun. Tapi boleh Juan minta tolong sesuatu?"
"Apa sayang? Biar Bunda bantuin."
"Bantuin Juan cari orang tua Juan."